Saya sebagai orang tua
sangat mewanti-wanti dan berusaha keras agar kata-kata makian itu tidak
diadopsi oleh anak-anak saya. Semoga mereka bisa saya beri pengertian mana
kata-kata yang tak bagus dan tak boleh diucapkan.
Fenomena makian
dikalangan anak-anak dan remaja bahkan orang tua yang menyebut alat kelamin dan
anggota badan yang lain hampir selalu kita dengar. Bahkan di rumah tangga
sering kali orang tua memaki anaknya sendiri dengan berbagai macam isi kebun
binatang dan juga alat-alat kelamin. Miris sekali saya mendengarnya. maka tak
ayal, anak-anak yang sering mendengar dan dimaki dengan kata-kata itu akan
dengan mudah menggunakan kata itu untuk memaki temannya atau orang lain.
Fenomena ini juga
terjadi di blog keroyokan Kompasiana yang kita cintai ini. Betapa tidak sebagai
salah seorang kompasianer terverifikasi saya sangat menyayangkan dengan
kejadian ini.
Seorang penulis
terverifikasi yang juga seorang pengajar jurnalis cilik yang tulisannya sudah
diterbitkan di banyak media cetak maupun online.Tergelincir lidah dan jari
menulis komentar kasar dan makian dengan menyebut alat kelamin.
Maaf
sebelumnya, artikel ini bukan fitnah atau bukan sebagai pembunuhan karakter
terhadap kompasianer itu. Karena artikel ini muncul akibat perbuatannya
sendiri. Artikel ini saya tulis sebagai peringatan untuk diri saya
sendiri agar menggunakan media kompasiana secara sehat dan bertanggung jawab.
Dengan tidak mengurangi
rasa hormat saya sebagai sesama penulis, merasa terpanggil untuk menuliskan hal
ini. Sebagai bahan renungan dan juga pembelajaran bagi saya pribadi dan mungkin
bari rekan-rekan penulis.
Kita
disini statusnya adalah sama. Sebagai penulis dan sekaligus pembaca. Maka tak
heran jika ada tulisan atau komentar sesama teman penulis itu menjadi inspirasi
bagi teman yang lainnya itu biasa dan sangat bagus menurut saya.
Mencaci
dan memaki, caci maki, apa itu? Pernah melihat? Atau bahkan pernah melakukan?
Ya sudahlah. Lanjut. Kata ini dalam kamus bahasa Indonesia berarti: ca·ci ma·ki
n kata-kata kotor (tidak sopan) yg dikeluarkan untuk mengumpat seseorang;
kata-kata makian (sbg penghinaan); celaan; cercaan; nistaan; dampratan;
maki-makian: ia menerima -- keji dr istrinya;men·ca·ci ma·ki v menghina dng
kata yg kurang sopan; memaki-maki. Gimana jelas bukan?
Lalu
mengapa orang melakukan perbuatan itu? Bentuk dari perbuatan ini adalah
ungkapan kata yang keluar karena perasaan yang tertekan, perasaan marah, kesal,
dan orang yang mencaci maki itu biasanya adalah orang yang merasa dirinya lebih
hebat dari orang lain. Ada bahasa lain dari caci maki, yaitu ngedumel,
nggerutu, nah kalo ini biasanya dilakukan saat kita tertekan, tak berani
melawan, main belakang begitu kira-kira, sedang caci dan makian biasanya
berhadapan langsung.
Sebagai mana info dari kamus tadi kata yang keluar berupa cacian dan makian adalah kata-kata hinaan, kata-kata kotor dan menyudutkan satu orang atau kelompok kepada orang atau kelompok yang lain dengan berbagai sebab. Cacian dan makian bisa terjadi pada satu pihak atau kedua belah pihak, saling mencaci dan memaki. Fenomena caci maki ini bisa terjadi di mana saja, dari tempat yang dianggap suci, forum pengajian, dalam khutbah, forum diskusi (ilmiah), sekolah sampai tempat yang memang menjadi lahan subur ungkapan ini, tempat hiburan malam, terminal atau jalan raya. Pokoknya setiap tempat bisa saja ini terjadi, dari dunianya nyata sampai dunia maya, dari antar manusia sampai-sampai antar Negara.
Begitulah
manusia dalam mengungkapkan perasaannya. Tapi sebenernya setiap manusia itu
tahu kalau perbuatan mencaci dan memaki bukanlah perbuatan yang baik,
berbicaralah pada keyakinan, hati-nurani dan Tuhanmu, pasti mengakui itu tidak
baik, namun lain hal jika setan dan hawa nafsu yang menjadi tuhanmu. Siapa
orang yang ingin di caci maki? Tentu tak ada yang mau. Ini menjadi bukti bahwa
perbuatan itu merupakan perbuatan yang buruk, keji. Karena tujuan dari caci
makian adalah melukai hati, ada pepatah yang terungkap karena rasa ego
seseorang mengatakan, luka tubuh bisa diobati tapi luka hati tak ada obatnya.”.
PERKEMBANGAN BAHASA
MAKIAN
Banyak dipertanyakan
apakah bahasa Makian pada Generasi Z kelak dapat menjadi bahasa yang menjadi
kebiasaan seperti Bahasa sehari -- hari yang menjadi tidak dapat dapat
membeda -- bedakan Bahasa dengan Generasi -- generasi sebelumnya dan apakah
Bahasa pada Generasi Z ini dapat kita wajarkan? Jawaban pertanyaan ini
sebenarnya terpulang kepada kita sendiri. Bahasa itu sendiri tidak dapat
menentukan apakah ia akan menjadi Bahasa atau tidak. Yang menentukannya
adalah kita sendiri, bangsa Indonesia, sebagai pemilik dan pemakai bahasa itu.
PERUBAHAN BAHASA YANG
TERJADI PADA GENERASI Z
Perubahan bahasa
terjadi karena "persentuhan" bahasa yang satu dengan bahasa yang
lain. Terjadi kontak antara dua bahasa dan kontak ini berpengaruh secara timbal
balik. Begitu juga dengan bahasa Indonesia. Di mana-mana bahasa Indonesia
mendapat pengaruh dari Bahasa -- Bahasa daerah dan asing.
Pengaruh itu ada yang positif dan ada yang negative, terutama pembawaan Bahasa tersebut tergantung kondisi dan situasi. Bahasa yang dipengurihnya, dan dalam Bahasa, yang seperti itu terutama penyerapan kata dengan makna tertentu yang memperkaya Bahasa penyerap. Contohnya kata -- kata seperti anjing, babi, setan, kampret, sialan, Bahasa -- Bahasa tersebut memang kasar dan tidak sopan, Ketika kita sedang ngobrol dengan orang yang lebih tua, dan akan terlihat biasa Ketika kita ngomong dengan sesama rekan dan sesame Generasi Z karena sudah mengerti.
SIKAP KITA TERHADAP
BAHASA MAKIAN
Di era saat ini
Generasi Z generasi yang dominan pada era ini, kita sebagai bangsa Indonesia
kita harus mencintai bahasa Indonesia dan memahami situasi dan kondisi, kepada
siapa kita berbicara kita dan Bahasa seperti apa kita berbicara. Karena
berbahasa menentukan kepribadian kita sendiri, balik lagi, tergantung kita
berbicara dengan siapa dan Bahasa seperti apa kita berbicara.