Kota Kupang tempo dulu (Foto: ist) |
Kota Kupang melalui
tangan-tangan para pemimpinya sudah mengalami banyak kemajuan.
Banyak sekali perubahan
seperti tata kota, pembangunan gedung-gedung dan juga tempat pariwisata serta
hotel mewah yang kini memadati Kota Kupang.
Wisata kuliner,
apalagi, paling mudah ditemukan hampir 24 jam dan berseliweran dengan berbagai
jenis makanan khas asal NTT bahkan
dari luar.
Ditengah kemajemukan Kota Kupang, rupanya punya sejarah yang unik jika dikenang, ini tentang bagaimana sejarah membentuk kota yang dikenal sebagai Kota Karang itu, jauh sebelum Indonesia merdeka.
Mengutip buku Asal-usul
Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM, nama Kupang
diambil dari nama seorang raja yang memerintah kawasan tersebut.
Raja itu diketahui
bernama Nai Kopan atau Lai Kopan yang kemudian disebut Kupang. Disebutkan pada
tahun 1463, ada 12 kota bandar di Pulau Timor.
Salah satu kota bandar
berada di pesisir pantai dengan posisi strategis menghadap ke Teluk Kupang.
Kawasan tersebut adalah kekuasaan Raja Helong.
Dan kala itu, yang
menjadi raja adalah Raja Koen Lai Bissi. Pada tahun 1613, VOC yang berkedudukan
di Batavia mengirim 3 kapal menuju ke Pulau Timor.
Mengutip Kompas.com,
perjalanan tersebut dipimpin oleh Apolonius Scotte. Mereka pun berlabuh di
Teluk Kupang dan disambut oleh Raja Helong. Sang raja kemudian menawarkan
sebidang tanah untuk markas VOC.
Saat itu VOC belum ada
kekuatan yang tetap di tanah Timor.
Lalu pada 29 Desember 1645, seorang padri Portugis yang bernama Antonio de
Jacinto tiba di Kupang.
Seperti VOC, dia pun
mendapatkan tawaran yang sama oleh Raja Helong yakni sebidang tanah. Antonio
kemudian mendirikan benteng. Karena ada perselisihan, benteng tersebut
ditinggalkan.
VOC yang menganggap NTT sebagai kawasan penting
dalam perdagangan mulai melakukan perlawanan. Pada tahun 1625 hingga 1663, VOC
melakukan penyerangan ke derah kedudukan Portugis di Pulau Solor.
Mereka pun berhasil merebut Benteng Fort Henricus. Pada tahun 1653, VOC berhasil mendarat di Kupang dan juga merebut bekas benteng Portugis Fort Concordia yang terletak di muara sungai Teluk Kupang.
Kala itu kedatangan VOC
di bawah kepemimpinan Japten Johan Burger. Sejak 1653 hingga 1810, VOC
menguasai Kupang dan menempatkan 38 openhofd. Terakhir yang memimpin adalah
Stoopkert yang berkuasa sejak 1808 hingga 1810.
Untuk pengamanan
Kupang, Belanda membentuk
kota penyangga di sekitar Teluk Kupang dan mereka mendatangkan penduduk dari
Rote, Sabu, dan Solor.
Pada 23 April 1886,
Residen Creeve menetapkan batas kota untuk pengamanan kota dan diterbitkan oada
Staablad nomor 171 tahun 1886. Oleh karena itu, tanggal lahir Kota Kupang adalah 23
April 1886.
Sementara itu, penamaan
Kupang sendiri berasal dari batu-batu yang disusun menjadi pagar untuk
mengelilingi istana kerajaan atas perintah Raja Koen Bissi II atau Koen Am
Tuan. Pagar batu itu menyusun ke atas sampai dengan empat lapisan batu.
Dalam bahasa Helong,
kondisi seperti itu di sebut Pan sehingga oleh mereka yang ingin menemui Raja
Koen di tempat tersebut maka terciptakan istilah Koenpan.
Selanjutnya, Koenpan
sendiri berubah menjadi Koepang dan kemudian menjadi Kupang karena menyesuaikan
dengan ejaan baru.
Dahulu kala, hanya
terdapat dua kampung tradisional di wilayah tersebut yakni Kaisalun dan kampung
Buni Baun yang warganya sendiri merupakan bagian dari suku Helong yang datang dari
negeri di sebrang laut.
Sementara itu, menurut
sebuah data, sebagaimana pernah ditulis Tirto.id, Pulau Timor telah dihuni sejak
13.500 tahun silam oleh sekelompok kecil penduduk yang hidupnya bergantung pada
berburu serta mengumpulkan hasil hutan.
Ishak Arries Luitnan
dalam bukunya yang berjudul Koepang Tempo Doeloe menjelaskan bahwa penghuni
Kupang umumnya berasal dari klan-klan Pulau Seram (Maluku) yang melakukan
pelayaran yang panjang hingga tiba di sebelah timur pulau Timor.
Mengutip Memorie
Resident Karthaus,terdapat empat rombongan suku yang tiba di Koepang
pada abad ke–17 yaitu:
Pertama, Suku Pitais dari Takaeb dan
Pasi yang oleh raja pada saat itu diberi tempat di Polla (Oepura)
Kedua, Suku amaabi dari Amanuban
yang diberi tempat di dekat Kebon raja, Bonipoi (sebelah gereja Katolik).
Ketiga, Suku Taebanu yang berasal
dari pegunungan Mollo yang diberi tempat di Baumata dan membentuk kerajaan
Taebanu.
Keempat, Suku Sonbai yang diberi
tempat di bukit sebelah barat Benteng Portugis (Nunhila) lalu berpindah ke
Bakunase dan membuat kerajaan Sonbai.
Sebagai informasi,
secara astronomis terletak antara 10º 36’ 14’’ – 10º 39’ 58’’ Lintang Selatan
123º 32’ 23’’ – 123º 37’ 01’’ Bujur Timur dan terletak di bagian tenggara
Provinsi NTT. Luas
wilayahnya adalah 260,127 km persegi yang terdiri dari 180,27 km daratan dan
94,79 km persegi lautan.***
Sumber: kompas.com,
tirto.id