“Tidak ada jalan, melainkan jalan itu dibuat dengan berjalan, (There is no road. The road is made by walking).” (Antonio Machado).
Potret Kampung Numbei, Desa Kateri, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur dilihat dari udara pakai drone |
Luapan perasaan itu, boleh jadi juga dirasakan oleh
para perantau yang rela bersusah-payah, berjuang untuk kembali
ke kampung halaman, guna bertemu
handai-taulan, bertemu sahabat lama yang jarang bersua, dan akhirnyakenangan
lama yang sudah mulai terhapus dari ingatan pelan-pelan terkuak kembali.
Senangnya bisa terus jalin silahturrahim dan mengenang nostalgia indah yang
telah berlalu.
Tapi hidup
bukanlah melulu mengenang masa lalu. Hidup bukanlah melulu untuk bangga diri
mengenang kejayaan masa lalu. Tapi hidup adalah kini dan nanti sebagai hasil
jejak langkah di masa lalu. Seperti seorang pejalan kaki, tidak ada jalan
melainkan jalan itu dibuat dengan berjalan
(original : “Caminante, no hay camino. Se hace camino al andar”) . Indah
sekali, ungkapan puitis Antonio Machado, seorang sastrawan berkebangsaan
Spanyol yang hidup di era tahun 1875-1939 (Sumber : Wikipedia).
Tapi yakinlah, jalan setapak yang telah kita buat
dan lalui sampai sejauh ini, bukanlah suatu hal yang sia-sia sepanjang kita
niatkan dalam rangka mencari penghidupan yang lebih baik, dalam rangka
pencarian hidup yang lebih bermakna, dalam rangka mencari keridhaan-Nya. Justru
jalan itu, kesukaran itu, makin mendekatkan kita kepada jalan-Nya. Bukankah
makin dekat dengan tujuan, makin berat jalan yang mesti dilalui?
Ada buku yang cukup menggugah kenangan. Bukan buku
sebetulnya, tapi album wisuda tepatnya. Berjudul “RIAK JALAN SETAPAK”, dibuat
dan dirangkai dengan begitu indah, ditulis dengan hati dan dialami sendiri oleh
para wisudawan. Suatu gambaran perjuangan hidup di salah satu kampus perguruan
tinggi kedinasan berlokasi di Bintaro dengan segala romantika kehidupan
mahasiswa disertai ancaman DO (drop-out) hinggamenjelang kelulusannya.
Di sini sepenggal sajak terpatri pada Jalan Setapak Kampung Numbei di sanalah asal mula mengenal duniaku dan dunia di sekitarku.
Jalan setapak itu bila ditelusuri
tak kau kenali lagi jejak bekas
kakimu
tertutupi ribuan jejak baru yang
menjejak
jejak para pelintas yang tak kau
kenal
mengarah pada tujuan yang sama
di jalan setapak yang panjang
berliku itu
meski tak kau kenali lagi, ada
bekas tapak kakimu
ada bekas tapak kakiku, ada jejak
kita bersama
ribuan tapak para pelintas yang
menjejak di sana
telah memberikan jasanya dalam
merintis sebuah jalan
sebuah kebersamaan dibangun dan
menemukan bentuknya
laksana merintis sebuah jalan setapak
yang dulunya belukar
masing-masing diri kita
mengambil peran di dalam prosesnya
memiliki peran yang tak sama,
tanggung jawab yang berbeda
namun semuanya memiliki jasa sesuai
fungsi dan kemampuan
ada jasamu meski hanya seayun palu
yang kau pukulkan
ada jasamu meski hanya semata
cangkul yang kau cangkulkan
ada jasamu meski hanya sejumput
rumput yang kau cabutkan
ada jasamu meski hanya sebongkah
batu yang kau singkirkan
ada jasamu meski hanya sepasang
tapak yang kau jejakkan!
***
di jalan setapak yang pernah kita
tempuh
masih berbekas tapak jejaknya
sehingga dapat kutelusuri kembali
masa lalu
masa-masa kita tumbuh bersama
menjadi dewasa
rentang waktu yang panjang dan masa
pun silam
masa gelap menutup kita, tiada
kabar berita
sama-sama berlayar, di lautan
kehidupan yang berbeda
hanya jalan setapak itu yang
mengingatkanku kepadamu
pada cerita yang tertulis dalam
kisah masa silam
sebuah persahabatan tertanam
bagaikan akar ilalang
meski waktu terus melaju dan musim
pun silih berganti
ilalang tetap hidup karena akarnya
kuat tertanam di hati
di jalan setapak yang pernah kita
tempuh
masih ditumbuhi ilalang di sisi
kiri-kanannya
sehingga ketika kulihat kembali ke
dalam jantung jiwa
betapa persahabatan kita tak punah
oleh waktu