TANAHKU YANG
MATI
Alam kian menabur duka,
saat masa penggerus harapan telah meranggaskan
kehidupan.
Tanahku yang mati menyisakan kehancuran bagi para
penghuni semesta,
simfoni riang telah menjadi isakan kelu, untaian
bernada syahdu telah menjelma kehampaan,
tiada lagi gema tawa hutan dengan gemerisik rimbun
hijau.
Tanahku yang mati telah menjadi racun hitam bagi
para pencari hari,
hingga tandas seluruh makna yang berarti.
Menyingkap seluruh tabir kesedihan dengan rahasia
terpendam,
mengalirkan luka berujung derita dalam kelamnya
malam.
Betapa bangkai-bangkai penari hutan bergelimpangan
dibalik fatamorgana,
menjadi saksi bisu akan masa yang merenggut raga,
menyatu bersama dahaga tanah yang telah lekang.
Tanahku yang mati tersimpan ribuan hikayat yang
telah dilupakan oleh para pengobar ambisi, yang mengambil celah nikmat namun
lupa dengan amanah.
Tanahku yang mati membuncahkan sungai dan melapukkan
dahan,
menjadi cermin kesedihan dan mengundang angkara
langit.
Hingga menorehkan hikmah bagi kaki-kaki yang
menginjaknya
SENANDUNG SUNYI
DARI ALAM
Petang tadi aku berjumpa dengan angin Ia menyapaku
dalam diam dan sendu
Membawaku kepada pesan semesta yang sembunyi dan
tersipu
Namun kami tidak banyak bercakap
Karena aku segan dan takut mengenang murkanya saat
ini Ia berjalan bersama seekor kera yang berlumuran darah dan nenah
Tertatih-tatih berlari dari rimbanya yang
musnah dilahap api
Sesekali dicabik jalanan dan dicium oleh debu
Sedang ia juga menangisi anaknya yang tewas dalam
kantung susu siang tadi Ya, kamu betul..
Tewas dilahap api kemudian dibiarkan, sungguh ah
Sesekali aku berpikir dan merenung Bersenandung iba
berikut malu
Tapi kuhentikan Karena aku tahu tidak semua manusia
setuju denganku
Setiap hari bertemu insan yang tersipu malu
Menutup wajah dengan kain berikut tangisan hitam
Tetesan air mata yang beradu dengan kabut
Sesekali aku mengulik kisah cinta dan kasih di dalam
tempayan besar ini Mereka menamai diri sebagai alam
Dan menyapa kami sebagai manusia
Tuhan hadir sebagai saksi dari perjanjian lisan itu
Perjanjian antara manusia dengan tempatnya beranak
pinak
Namun musnah, ya semua tergilas begitu hampa
Mulut kaku dan bibir lengu saat bersumpah sebagai
kawan
Kanan dan kiri hutan ditebas hingga tangan dan kaki
kebas
Maaf bumi Aku tidak mampu menjaga sumpah dan janji
Maaf bumi
Tunas-tunasmu lenyap dikelabui ambisi dan
eksploitasi
Maaf bumi Aku hanya insan yang kerdil dan kurang
mumpuni
Tapi alam, bagaimana denganmu alam?
Tidak.. jangan lagi.. Maaf alam
Bukit serta lembahmu harus perlahan meleleh dan
meringis
Maaf alam
Manusia memeluk dan sayang padamu dalam bingkai konspirasi yang bengis
Maaf alam Jika kami harus berperan sebagai makhluk
tiada kenal malu dan egois
Sudahlah, sajak ini memusingkanku dan membuatku
menerjang pilu
Aku malu.. teramat dalam luka batinku mewakili
manusia dan jenisku
Namun, apakah air baik-baik saja?
Ah nihil bedanya Maaf air Sungaimu kini ditiduri
sampah dan nenah bau
Maaf air Kami tidak tahu keberadaan kasih di dalam
gemericikmu
Maaf air Kini hanya gelap rupamu bagai lembayung
yang tersapu dan kelabu
Tapi di tanah cahaya ini, aku berdiri dan menempa
emosi Amarah dan tangis surya membakar hingga ke tulang dan sendi kami Apa daya
saudaraku?
Bencana sudah bangun dari tidurnya
Ah begitulah sejenak pertanyaan insan-insan yang
kehilangan akal
Manusia mesti merangkak dengan kaki patah disaat
bumi bergetar dan terbakar
Di gubuk persembunyiannya sendiri
Ya, kamu betul.. gubuk buatannya sendiri
Lucunya.. ketika harmoni dan ironi mesti bermesraan
di ruang kehancuran alam
Hari ini dan esok hari akan kujejali jalan-jalan
berduri
Tanah-tanah sepi tanpa kicauan burung
Menyeret insan-insan yang berani untuk berlari dan
berdikari
Menampar gengsi dan seberkas kemustahilan untuk
memulihkan alam
Hingga menggaung nyanyian berseri
Membenahi gunung-gunungku yang sudah lama malu
karena telanjang berdiri
Cahaya menyemburat melalui tunas-tunas muda yang
tersipu dibalik selimut tanah
Hendak keluar dan membersihkan diri
Selamanya aku hendak mandi dan membasuh luka pada
hati
Dengan sungai laksana intan di seberang sajadah
hijau bumi ini
Kemarilah insan-insan penghuni air dan bumi
Menepi untuk memoles keanggunan semesta
Karena hanya aku ataupun tiada satu yang tahan
terhadap setiap godaan eloknya
Mataku membelalak dan aku terjaga setiap hutanku
bermandikan abu
Segenap makhluk tahu jika ini bukanlah tembok mimpi
Melainkan sebongkah impian untuk berharmoni dengan
alam
Tapi doa dan harap akan menyelimuti ribuan langkah
bajik Jika alam dan manusia masih tetap menjaga hati
NAFAS
Ada rimbun yang anggun
Meneduhkan sukma dikala kelelahan
Memanjakan pandangan dikala keresahan
Disambutnya aliran udara, menjelma kesejukan
Hamparan rimba ialah istana
Mahligai satwa bersyahdu
Mahligai manusia berpadu
Mahligai denyut nan menawan amat rupawan Firasat
mendekat
Seketika riuh bertandang
Alam bergumam suram
Berujung menanggung cemas berkabung
Bara bergelora memalut rimba
Getir terasa memeluk jiwa
Memekik keteduhan dalam lara mencekam
Kepulan menjelma pemutus nadi terkeji
Semesta diracik cita rasa tak terduga Insan
membenahi yang terjadi
Telentang manja telapak tangan
Do’a – do’a diangkasakan
***
Medio Foho Beitara Kateri Kabupaten Malaka
Selasa, 31 Oktober 2023