Politik ala makan siang sudah menjadi tradisi dan
kebiasaan Presiden Jokowi dalam hal pemecahan masalah. Seolah-olah dengan
melakukan makan siang dan mengajak berdiskusi semua persoalan yang tengah
dihadapi sudah terselesaikan.
Adapun maksud dari Presiden Jokowi sendiri adalah
untuk mencairkan suasana politik tanah air. Sehingga tidak menimbulkan hal-hal
yang membahayakan bagi keutuhan bangsa ke depannya.
Hal menarik dari pertemuan itu Presiden Jokowi
menegaskan kembali mengenai komitmennya untuk tidak berpihak dan bersikap
netral pada pemilu 2024.
Akan tetapi di lain pihak, anaknya Gibran Rakabuming
Raja maju sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) mendampingi Prabowo
Subianto dalam pemilu 2024 nanti.
Tentunya hal ini menjadi perhatian bagi semua pihak,
tanpa terkecuali bakal capres seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Pesan
yang diberikan oleh Anies dan Ganjar kepada Presiden Jokowi tidak lebih dari
persoalan netralitas dalam pemilu 2024.
Netralitas yang dimaksudkan adalah mengenai
ketidakberpihakan Presiden Jokowi ke salah satu paslon, meskipun anaknya maju
sebagai cawapres Prabowo.
Netralitas ini bukan hanya datang dari individu
Jokowi sebagai presiden. Melainkan Presiden Jokowi harus memastikan semua
jajarannya mulai dari pemerintah pusat sampai kepada pemerintah daerah tidak
berpihak kepada salah satu calon.
Hal tersebut mengingat pada tahun 2024 juga
dilakukan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dan banyak daerah yang
sedang dipimpin oleh penjabat antar waktu (PAW).
Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri), jumlah Penjabat kepala daerah secara total tahun ini sebanyak 170
orang. Tampaknya angka ini akan bertambah lagi menjelang pilkada 2024.
Di samping itu juga keberadaan penjabat ini di bawah
Kemendagri, maka akan berpotensi tidak netral pada pemilu 2024 nanti. Di lain
pihak, fenomena pengangkatan Jenderal Agus Subiyanto menjadi KSAD menggantikan
Jenderal Dudung Abdurachman juga menjadi sorotan.
Pasalnya belum seminggu Jenderal Agus Subiyanto
menjabat sebagai KSAD, Presiden Jokowi mengajukannya menjadi Panglima TNI lewat
Surat Presiden (Surpres) ke DPR. Hal ini disebabkan bahwa pada 26 November 2023
nanti Panglima TNI Laksamana Yudo Margono akan pensiun.
Berdasarkan peraturan pengangkatan Panglima TNI,
sah-sah saja presiden mengusulkan Jenderal Agus Subiyanto. Karena melihat
kepada peraturan yang ada Jenderal Agus Subiyanto telah memenuhi persyaratan
untuk menjadi Panglima TNI.
Terlepas dari waktu yang singkat menjabat sebagai
KSAD dan memiliki peluang menjadi Panglima dengan cepat tentunya ini
menimbulkan pertanyaan. Mengingat Jenderal Agus Subiyanto memiliki hubungan dekat
dengan Presiden Jokowi dan sama-sama berasal dari Solo, Jawa Tengah.
Hubungan kedekatan dan penunjukan Jenderal Agus
Subiyanto yang terkesan terburu-buru ini tentunya menimbulkan pertanyaan.
Apakah motif presiden dalam penunjukan tersebut?
Sudah menjadi sebuah kepastian TNI/Polri harus
netral dalam pemilu maupun pilkada di Indonesia. Di samping itu TNI/Polri juga
tidak memiliki hak suara dalam pemilu dan pilkada 2024 nanti.
Namun, di sisi lain pengajuan Jenderal Agus
Subiyanto yang terkesan terburu-buru memungkinkan ada maksud dari presiden
sendiri, mengingat Gibran anaknya maju sebagai cawapres Prabowo.
Jangan sampai keberadaan TNI/Polri tidak netral
dalam pemilu nanti, meskipun tidak melakukan kampanye terang-terangan, akan
tetapi perlakuan khusus kepada salah satu calon nantinya yang menimbulkan
masalah.
Dua fenomena di atas yaitu keberadaan penjabat
kepala daerah dan pengajuan Jenderal Agus Subiyanto sebagai panglima TNI mengacu
kepada netralitas ASN. Komitmen Presiden Jokowi pada saat makan siang bersama
ketiga capres harus ditindaklanjuti lebih lanjut.
Presiden harus memastikan netralitas tersebut memang
terlaksana sampai pemilu 2024
usai. Sehingga netralitas tidak dipandang sebagai keadaan yang ambigu oleh
publik. Netralitas ASN menjadi agenda serius setiap mau pemilu dilaksanakan.
ASN sangat potensial dimanfaatkan sebagai keuntungan politik, terutama bagi
petahana.
Saat ini Presiden Jokowi masih menjabat. Dan, di
pihak lain Gibran sudah menjadi cawapres Prabowo. Keadaan ini sedikit banyak
akan berpengaruh kepada pemilu 2024 nanti.
Sedikit banyak hubungan ini akan memberikan manfaat
kepada pasangan Prabowo-Gibran. Melihat juga kepada visi dan misi dari
Prabowo-Gibran yang sangat mirip dengan agenda Presiden Jokowi selama ini.
Secara tidak langsung, pasangan Prabowo-Gibran
adalah bentuk kelanjutan dari pemerintahan Presiden Jokowi. Maka, keberadaan
Presiden Jokowi sebagai presiden akan sangat berpengaruh kepada pasangan
tersebut. Salah satunya netralitas ASN yang dinilai masih ambigu.
Keberadaan ASN
sebagai bawahan Presiden Jokowi akan sangat mudah dilakukan mobilisasi. Lewat
pemanfaatan kebijakan dan agenda ke depan yang terkesan politis akan sangat
memungkinkan Presiden Jokowi melibatkan ASN.
Presiden Jokowi harus segera memastikan komitmennya untuk
netral pada pemilu 2024. Banyak langkah yang seharusnya dilakukan Presiden
Jokowi dalam hal menjaga netralitas, terutama bagi ASN.
Presiden Jokowi perlu memperjelas dan memberikan
langkah konkret dalam memastikan pemilu 2024 semua ASN akan netral. Hal ini
memerlukan sikap kenegarawanan presiden Jokowi sendiri.
Diperlukan langkah konkret dan penuh kesadaran dari
Presiden Jokowi dalam bertindak selama proses pemilu 2024. Sehingga tidak
dihubungkan dengan hal yang mengarah kepada ketidaknetralan.
Selain itu juga diperlukan sikap kritis dari publik.
Publik harus bisa mencermati dan menilai dengan kritis terkait netralitas ASN
sendiri. Publik sebagai pemilih harus menggunakan nalar kritisnya untuk
memastikan jangan sampai termobilisasi oleh keberadaan ASN yang tidak netral.
Publik harus aktif dalam mengawal pemilu 2024 bebas
dari intervensi pihak mana pun, termasuk ASN, karena mengingat keberadaan
Gibran sebagai cawapres Prabowo yang juga anak Presiden Jokowi syarat akan
kepentingan politik dan intervensi politik.
Tentunya harapan bersama mengenai kepentingan dan
intervensi politik yang mengarah kepada ketidaknetralan tersebut sangat tidak
diinginkan. Akan tetapi fenomena ini sangat perlu di awasi secara bersama
seluruh pihak.
Jangan sampai fenomena politik yang sama terulang
kembali seperti yang terjadi pada Orde Baru silam. ASN dimobilisasi sedemikian
rupa oleh pusat dan menjadi kekuatan politik ketika itu.
Besar harapan kita kepada Presiden Jokowi beserta
jajaran dalam memastikan netralitas ASN terwujud dengan konkret, di samping
juga melibatkan publik dalam hal penggunaan nalar kritis ke depannya. Hal ini
dilakukan semata untuk menyukseskan pemilu 2024 dan memperbaiki cita demokrasi
Indonesia ke depannya.