Ambiguitas Netralitas dan Tuntutan atas Nalar Kritis Publik (Catatan Bunga Rampai Akar Rumput tentang Dinamika Politik Indonesia)

Ambiguitas Netralitas dan Tuntutan atas Nalar Kritis Publik (Catatan Bunga Rampai Akar Rumput tentang Dinamika Politik Indonesia)

Presiden Joko Widodo (kedua kiri) bersama bakal calon presiden Prabowo Subianto (kedua kanan), Ganjar Pranowo (kiri) dan Anies Baswedan (kanan) makan siang bersama saat melakukan pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (30/10/2023). Foto: Lukas/Biro Pers Sekretariat Presiden


Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk)Presiden Jokowi mengajak ketiga bakal calon presiden (bacapres) yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto untuk makan siang bersama di Istana pada Senin (30/10/2023) lalu.

Politik ala makan siang sudah menjadi tradisi dan kebiasaan Presiden Jokowi dalam hal pemecahan masalah. Seolah-olah dengan melakukan makan siang dan mengajak berdiskusi semua persoalan yang tengah dihadapi sudah terselesaikan.

Adapun maksud dari Presiden Jokowi sendiri adalah untuk mencairkan suasana politik tanah air. Sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang membahayakan bagi keutuhan bangsa ke depannya.

Hal menarik dari pertemuan itu Presiden Jokowi menegaskan kembali mengenai komitmennya untuk tidak berpihak dan bersikap netral pada pemilu 2024.

Akan tetapi di lain pihak, anaknya Gibran Rakabuming Raja maju sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) mendampingi Prabowo Subianto dalam pemilu 2024 nanti.

Tentunya hal ini menjadi perhatian bagi semua pihak, tanpa terkecuali bakal capres seperti Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Pesan yang diberikan oleh Anies dan Ganjar kepada Presiden Jokowi tidak lebih dari persoalan netralitas dalam pemilu 2024.

Netralitas yang dimaksudkan adalah mengenai ketidakberpihakan Presiden Jokowi ke salah satu paslon, meskipun anaknya maju sebagai cawapres Prabowo.

Netralitas ini bukan hanya datang dari individu Jokowi sebagai presiden. Melainkan Presiden Jokowi harus memastikan semua jajarannya mulai dari pemerintah pusat sampai kepada pemerintah daerah tidak berpihak kepada salah satu calon.

Hal tersebut mengingat pada tahun 2024 juga dilakukan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak dan banyak daerah yang sedang dipimpin oleh penjabat antar waktu (PAW).

Berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), jumlah Penjabat kepala daerah secara total tahun ini sebanyak 170 orang. Tampaknya angka ini akan bertambah lagi menjelang pilkada 2024.

Di samping itu juga keberadaan penjabat ini di bawah Kemendagri, maka akan berpotensi tidak netral pada pemilu 2024 nanti. Di lain pihak, fenomena pengangkatan Jenderal Agus Subiyanto menjadi KSAD menggantikan Jenderal Dudung Abdurachman juga menjadi sorotan.

Pasalnya belum seminggu Jenderal Agus Subiyanto menjabat sebagai KSAD, Presiden Jokowi mengajukannya menjadi Panglima TNI lewat Surat Presiden (Surpres) ke DPR. Hal ini disebabkan bahwa pada 26 November 2023 nanti Panglima TNI Laksamana Yudo Margono akan pensiun.

Berdasarkan peraturan pengangkatan Panglima TNI, sah-sah saja presiden mengusulkan Jenderal Agus Subiyanto. Karena melihat kepada peraturan yang ada Jenderal Agus Subiyanto telah memenuhi persyaratan untuk menjadi Panglima TNI.

Terlepas dari waktu yang singkat menjabat sebagai KSAD dan memiliki peluang menjadi Panglima dengan cepat tentunya ini menimbulkan pertanyaan. Mengingat Jenderal Agus Subiyanto memiliki hubungan dekat dengan Presiden Jokowi dan sama-sama berasal dari Solo, Jawa Tengah.

Hubungan kedekatan dan penunjukan Jenderal Agus Subiyanto yang terkesan terburu-buru ini tentunya menimbulkan pertanyaan. Apakah motif presiden dalam penunjukan tersebut?

Sudah menjadi sebuah kepastian TNI/Polri harus netral dalam pemilu maupun pilkada di Indonesia. Di samping itu TNI/Polri juga tidak memiliki hak suara dalam pemilu dan pilkada 2024 nanti.

Namun, di sisi lain pengajuan Jenderal Agus Subiyanto yang terkesan terburu-buru memungkinkan ada maksud dari presiden sendiri, mengingat Gibran anaknya maju sebagai cawapres Prabowo.

Jangan sampai keberadaan TNI/Polri tidak netral dalam pemilu nanti, meskipun tidak melakukan kampanye terang-terangan, akan tetapi perlakuan khusus kepada salah satu calon nantinya yang menimbulkan masalah.

Dua fenomena di atas yaitu keberadaan penjabat kepala daerah dan pengajuan Jenderal Agus Subiyanto sebagai panglima TNI mengacu kepada netralitas ASN. Komitmen Presiden Jokowi pada saat makan siang bersama ketiga capres harus ditindaklanjuti lebih lanjut.

Presiden harus memastikan netralitas tersebut memang terlaksana sampai pemilu 2024 usai. Sehingga netralitas tidak dipandang sebagai keadaan yang ambigu oleh publik. Netralitas ASN menjadi agenda serius setiap mau pemilu dilaksanakan. ASN sangat potensial dimanfaatkan sebagai keuntungan politik, terutama bagi petahana.

Saat ini Presiden Jokowi masih menjabat. Dan, di pihak lain Gibran sudah menjadi cawapres Prabowo. Keadaan ini sedikit banyak akan berpengaruh kepada pemilu 2024 nanti.

Sedikit banyak hubungan ini akan memberikan manfaat kepada pasangan Prabowo-Gibran. Melihat juga kepada visi dan misi dari Prabowo-Gibran yang sangat mirip dengan agenda Presiden Jokowi selama ini.

Secara tidak langsung, pasangan Prabowo-Gibran adalah bentuk kelanjutan dari pemerintahan Presiden Jokowi. Maka, keberadaan Presiden Jokowi sebagai presiden akan sangat berpengaruh kepada pasangan tersebut. Salah satunya netralitas ASN yang dinilai masih ambigu.

Keberadaan ASN sebagai bawahan Presiden Jokowi akan sangat mudah dilakukan mobilisasi. Lewat pemanfaatan kebijakan dan agenda ke depan yang terkesan politis akan sangat memungkinkan Presiden Jokowi melibatkan ASN.

Presiden Jokowi harus segera memastikan komitmennya untuk netral pada pemilu 2024. Banyak langkah yang seharusnya dilakukan Presiden Jokowi dalam hal menjaga netralitas, terutama bagi ASN.

Presiden Jokowi perlu memperjelas dan memberikan langkah konkret dalam memastikan pemilu 2024 semua ASN akan netral. Hal ini memerlukan sikap kenegarawanan presiden Jokowi sendiri.

Diperlukan langkah konkret dan penuh kesadaran dari Presiden Jokowi dalam bertindak selama proses pemilu 2024. Sehingga tidak dihubungkan dengan hal yang mengarah kepada ketidaknetralan.

Selain itu juga diperlukan sikap kritis dari publik. Publik harus bisa mencermati dan menilai dengan kritis terkait netralitas ASN sendiri. Publik sebagai pemilih harus menggunakan nalar kritisnya untuk memastikan jangan sampai termobilisasi oleh keberadaan ASN yang tidak netral.

Publik harus aktif dalam mengawal pemilu 2024 bebas dari intervensi pihak mana pun, termasuk ASN, karena mengingat keberadaan Gibran sebagai cawapres Prabowo yang juga anak Presiden Jokowi syarat akan kepentingan politik dan intervensi politik.

Tentunya harapan bersama mengenai kepentingan dan intervensi politik yang mengarah kepada ketidaknetralan tersebut sangat tidak diinginkan. Akan tetapi fenomena ini sangat perlu di awasi secara bersama seluruh pihak.

Jangan sampai fenomena politik yang sama terulang kembali seperti yang terjadi pada Orde Baru silam. ASN dimobilisasi sedemikian rupa oleh pusat dan menjadi kekuatan politik ketika itu.

Besar harapan kita kepada Presiden Jokowi beserta jajaran dalam memastikan netralitas ASN terwujud dengan konkret, di samping juga melibatkan publik dalam hal penggunaan nalar kritis ke depannya. Hal ini dilakukan semata untuk menyukseskan pemilu 2024 dan memperbaiki cita demokrasi Indonesia ke depannya.

 


 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama