Hanya ada beberapa kegiatan yaitu kegiatan upacara,
jalan sehat dan senam bersama ditambah pemasangan umbul-umbul dan acara bakti
sosial. Saya jawab dengan singkat, mungkin teman-teman panitia sedang sibuk dan
banyak kegiatan pribadi, sehingga untuk acara peringatan hari guru tahun ini
tidak sebanyak tahun kemarin.
Sudah menjadi keumuman jika mendekati peringatan
hari guru nasional sekaligus hari ulang tahun PGRI yang jatuh setiap tanggal 25
November setiap tahunnya, banyak diadakan berbagai macam kegiatan. Baik yang
sifatnya hiburan, olahraga, kesenian, akademik, dan sebagainya. Terlihat dari
postingan status milik teman juga begitu.
Bermacam kegiatan dilaksanakan di wilayahnya. Lomba
tenis meja, bola voli, catur, sampai pada kegiatan panggung gembira. Semua
dimaksudkan untuk memeriahkan peringatan hari besar para guru dan pendidik
tersebut. Juga untuk mempererat tali silaturahmi diantara para guru.
Memang ada yang berbeda dalam peringatan hari guru
nasional dan HUT PGRI tahun ini. Ambil contoh misalnya, alih-alih di daerah
para guru dan insan pendidik sedang ramai memperingati hari guru nasional tahun
2023, malah ditingkat pusat internal PB PGRI sendiri sedang ramai dan tengah
mengalami sebuah dinamika. Ada dualisme kepemimpinan yang terjadi di PB PGRI
yang diduga terkait ketidakpuasan pada kepemimpinan pengurus saat ini dan juga
dinamika menjelang pemilihan ketua umum PB PGRI tahun 2024.
Meskipun dilansir dari berbagai sumber konon masalah
tersebut sudah selesai. Dengan pemberhentian sejumlah oknum yang mendukung KLB
di Surabaya dan pemberhentian sejumlah kepengurusan PGRI di daerah yang
terbukti mendukung secara tertulis KLB Surabaya. Dan PB PGRI tetap solid di
bawah kepemimpinan Prof.DR. Unifah Rosyidi, M.Pd selaku ketua umum PB PGRI
periode 2019-2024.
Sejarah Singkat
Hari Guru Nasional
Dikutip dari beberapa sumber, sejarah hari guru
nasional tidak terlepas dari perjuangan para guru sejak jaman kolonialisme
Belanda sampai dengan era kemerdekaan Indonesia. Di tahun 1912 para guru Hindia
Belanda mendirikan organisasi guru bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB)
untuk memperjuangkan hak dan nasib mereka sebagai guru. Organisasi ini kemudian
berganti nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) pada tahun 1932, sebagai
bentuk semangat kebangsaan dan menunjukkan rasa nasionalismenya.
Pada masa pendudukan Jepang, organisasi PGI dilarang
beraktivitas dan banyak sekolah ditutup. Para guru harus mengikuti
pelatihan-pelatihan yang menanamkan ideologi dan semangat Jepang, serta bahasa
dan budaya Jepang. Namun, para guru tidak menyerah dan tetap berusaha untuk
menjaga kesatuan nasional dan mempersiapkan diri untuk kemerdekaan Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, para
guru mengadakan Kongres Pendidik Bangsa di Surakarta pada tanggal 23-25
November 1945. Kongres ini dipimpin oleh tokoh-tokoh pendidik seperti Amin
Singgih, Rh. Koesnan, dan lain-lain. Dari kongres ini, terbentuklah organisasi
baru bernama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) pada tanggal 25 November
1945.
Sebagai penghargaan atas jasa dan peran para guru,
pemerintah Republik Indonesia menetapkan tanggal 25 November sebagai Hari Guru
Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994. Hari Guru Nasional
menjadi momentum untuk mengenang, menghargai, dan menginspirasi para guru yang
telah berdedikasi untuk pendidikan bangsa Indonesia.
Memaknai
Peringatan Hari Guru Nasional
Umum dilakukan berbagai acara dan kegiatan untuk
memeriahkan HUT PGRI. Tetapi memaknai hari besar para guru ini semestinya
dilakukan dengan lebih bersifat kontemplatif dan evaluatif. Ya merenungi dan
mengevaluasi segala apa yang sudah dilalui selama satu tahun ke belakang dengan
segala suka dan dukanya. Di sini saya membagikan pengelaman teman saya memperingati
hari Guru Nasional 2023. Simak kisahnya di sini
Saya kerap kali mencermati jika mendekati peringatan
HGN ini banyak tulisan-tulisan di berbagai situs atau portal media online
mengulas seputar prestasi para guru, pemberian penghargaan atas dedikasinya,
liputan perayaan peringatan dengan berbagai macam kegiatan yang meriah dan
sebagainya. Sementara di sisi lain ada juga yang memaknainya dengan menyuarakan
isu-isu kritis seputar guru.
Misalnya isu pengangkatan guru honorer, kekerasan
terhadap guru, masalah guru di daerah terpencil dan lain-lain. Sah-sah saja!
semua orang bebas berkreasi, berekspresi dan memaknai. Ini semua bagian dari
kebebasan berpikir dan berekspresi yang di jamin undang-undang dalam alam
demokrasi ini.
Saya sendiri mencoba membuat kegiatan sederhana di
kelas saya dalam rangka peringatan hari guru nasional tahun ini. Dua hari lalu
di suatu siang yang cukup terik, jam pelajaran terakhir tengah berjalan. Saya
sejenak meminta murid-murid saya untuk mengisi secarik kertas kosong yang
sebelumnya sudah saya bagikan.
Saya minta mereka menuliskan kritik tentang
kekurangan saya dalam mengajar di kelas 6 selama ini. Kebetulan saya mengajar
di kelas 6. Mereka hanya boleh menuliskan kritik dan saran dari kekurangan saya
dalam mengajar. Dan tidak boleh menuliskan pujian apalagi sanjungan. Juga tidak
boleh menuliskan nama mereka pada kertas itu. Biarkan saja anonim.
Maka jadilah mereka kritikus tajam dengan berbagai
pendapat yang selama ini tidak pernah saya bayangkan. Memang sengaja saya minta
mereka untuk menuliskan kritik sebagai bahan evaluasi dan kontemplasi saya.
Agar saya dapat belajar dan terus memperbaiki diri dalam cara saya mengajar.
Sejatinya saya sudah sering mengadakan kegiatan semacam ini minimal setiap
tahun sekali. Tetapi selalu saja ada hal yang menggelitik dan membuat saya
tertawa saat membaca pendapat dan kritikan mereka.
Diantaranya sebagian besar murid saya mengatakan
kalau saya adalah guru yang galak. Apalagi jika sedang mengajar mata pelajaran
Matematika. Maka jadilah saya sosok galak berbeda dari biasanya. Sebagian lain
mengatakan bahwa kadang suara saya dalam mengajar terlalu keras sehingga sering
mengagetkan mereka saat mendengarkan penjelasan. Ada juga yang berkata kalau
saya terlalu sedikit memberikan pekerjaan rumah (PR) sehingga kurang memotivasi
semangat belajar mereka.
Berbagai macam kritik dan masukan disampaikan para
murid lewat tulisan pada secarik kertas tadi. Menarik sehingga langsung saya
tanggapi supaya timbul diskusi dua arah diantara kami. Diskusi yang hangat dan
penuh gelak tawa.
Menyadari dengan sepenuh hati bahwa sejatinya saya
sebagai guru tentu masih banyak kekurangan dalam mengajar. Maka itu mengapa
sebab justru saya meminta kritikan dari para murid. Hal ini juga bagus untuk
melatih mental keberanian dan mengasah nalar kritis mereka.
Apakah saya marah dan kecewa dengan kalimat kritikan
itu?tentu tidak. Justru saya merasa senang dan bahagia. Karena itulah sejatinya
citra otentik saya di mata mereka. Soe Hok Gie mengatakan, "Guru yang tak tahan kritik boleh masuk
keranjang sampah karena guru bukan dewa yang selalu benar dan murid bukan
kerbau".
Biarkan mereka mengungkapkan
isi pikirannya dan jangan dihalang-halangi dengan sekat-sekat elitis dan
feodalis. Jangan ada budaya ewuh pekewuh saat berpendapat. Prinsip kebebasan
berpendapat mestilah dijunjung tinggi. Bebaskan untuk mengucapkan pendapat
apapun asalkan tidak menabrak kaidah atau norma yang ada.
Jadi itulah cara saya memaknai
peringatan hari guru nasional tahun ini. Tidak ada sanjung pujian. Tidak ada
kiriman karangan bunga dari para murid. Tidak ada surprise dan tepuk tangan
disertai sorot kamera dimana-mana dari mereka.
Yang ada hanya kritik
habis-habisan sebagai bahan kontemplasi dan perbaikan diri ke depan. Kado
terindah di Hari Guru Nasional tahun 2023. Bagaimana dengan pembaca sekalian?
Apapun dan bagaimanapun cara
kita memaknai hari guru tahun ini mestilah di dasarkan pada semangat bahwa guru
adalah motor pendidikan. Maju tidaknya pendidikan suatu bangsa utama dan
intinya adalah di tangan para gurunya.