Secara beruntun misalnya dipertontonkan bagaimana
anak bungsu Presiden, Kaesang Pangarep yang memutuskan untuk masuk ke dalam
partai politik dan hanya berselang hari langsung didaulat menjadi Ketua Partai.
Drama berikutnya adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023
yang dianggap memuluskan jalan putra sulung Jokowi, Gibran untuk melenggang
mengikuti Pilpres tahun 2024 dengan menjadi Capres, mengingat Ketua MK saat itu
adalah Adik Ipar Jokowi, Anwar Usman yang berarti adalah Paman dari Gibran.
Drama berlanjut dengan hasil putusan Majelis
Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan Ketua Mahkamah Konstitusi
Anwar Usman (Hakim Terlapor) melakukan pelanggaran dan diberhentikan sebagai
Ketua MK.
Drama lainnya juga muncul atas reaksi dari berbagai
drama di atas, misalnya sebagaimana diberitakan bahwa PDIP Merasa Diintimidasi
dengan Kedatangan aparat di kantor DPC mereka. Sekretaris Jenderal (Sekjen)
PDIP, Hasto Kristiyanto juga menganggap adanya politik diskriminasi dengan
menyinggung adanya pencopotan bendera partainya dan baliho Ganjar-Mahfud MD di
Bali saat kunjungan Presiden beberapa waktu lalu.
Ia menganggap kondisi ini berbeda dengan yang
terjadi saat kunjungan Presiden ke Sumatera Barat yang menurutnya tetap
terpasang meskipun Presiden datang. Dan masih banyak drama lainnya yang terus
muncul menjelang pemilihan nanti.
Berbagai drama ini memang sengaja dibuat oleh para
aktor politik untuk menarik simpati masyarakat dan meningkatkan popularitasnya.
Hal ini juga pernah terjadi ketika SBY dan Jokowi untuk pertama kali maju
sebagai calon Presiden. Dan strategi itu sukses mengantarkan SBY dan Jokowi
pada kursi kekuasaan tertinggi di Indonesia.
Menurut pakar politik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Anis Masykhur menyatakan bahwa Sudah menjadi konsep umum bahwa cerita
"zalim dan dizalimi" sengaja disusun (constructed) menjelang pemilihan
umum atau pemilihan presiden dan fenomena semacam itu dikenal sebagai melodrama
politik.
Melodrama
Politik
Melodrama politik sering memperlihatkan dramatisasi
dalam peristiwa politik, penggunaan retorika yang berlebihan, dan memanfaatkan
emosi untuk memanipulasi pendapat masyarakat. Ungkapan ini sering dipakai untuk
menjelaskan tindakan atau retorika politik yang bertujuan menciptakan sensasi,
kontroversi, atau ketegangan.
Melodrama berasal dari gabungan kata Yunani, yaitu
"melos" yang berarti lagu, dan "drama" yang berarti
tindakan. Melodrama cenderung menitikberatkan pada pengungkapan emosi dan
konflik, seringkali dengan karakter yang sangat jelas perannya sebagai baik dan
jahat, serta fokus pada pertentangan moral di antara keduanya.
Menurut Garin Nugroho dalam karyanya "Negara
Melodrama" yang diterbitkan pada tahun 2019, melodrama diartikan sebagai
usaha untuk mengelola emosi penonton dengan tujuan membuat mereka nyaman
berlama-lama menikmati produk hiburan. Ciri-ciri melodrama termasuk dalam
melihat karakter tokoh dengan polarisasi yang sangat tajam antara baik dan
buruk, sehingga mendorong munculnya kultus pengidolaan terhadap satu pihak dan
sebaliknya, terdapat rasa benci yang kuat terhadap individu yang memiliki
karakteristik yang berlawanan dengan tokoh yang diidolakan.
Sedangkan teori melodrama dalam politik
diperkenalkan dan dikembangkan oleh Kenneth Burke (seorang filsuf, kritikus,
dan retoris Amerika) melalui karyanya yang terbit tahun 1945 dengan judul
"A Grammar of Motives".
Kenneth Burke, berpendapat bahwa melodrama merupakan
struktur naratif yang tersebar luas dan dapat ditemukan dalam berbagai jenis
wacana, termasuk dalam ranah politik. Burke mengidentifikasi beberapa ciri umum
melodrama, yang melibatkan konflik moral antara kebaikan dan kejahatan dengan
akhir cerita yang bahagia atas kemenangan, plot yang bergerak menuju klimaks
dan resolusi, karakter yang dikelompokkan ke dalam baik dan jahat dengan
menjaga jarak antara mereka, serta penggunaan bahasa yang emosional,
meletup-letup, dan penuh dengan perumpamaan. Naratif melodrama sering kali
memvisualisasikan ketidakadilan dengan sentuhan dramatis.
Masyarakat
Melodrama
Strategi melodrama dalam politik di Indonesia sejauh
ini dianggap sukses karena terbukti dengan terpilihnya pasangan SBY-JK tahun
2004 dan Jokowi-JK tahun 2014 yang dianggap berhasil menggunakan strategi
melodrama dalam politik elektoralnya.
Hal ini bisa terjadi karena memang masyarakat kita
yang cenderung mudah untuk terharu, memiliki ingatan yang pendek, mudah bosan,
dan sering mengambil sikap diametral sangat mudah terpengaruh dengan berbagai
drama dalam melodrama politik.
Dalam konteks ini, masyarakat dapat memilih kembali
pemimpin yang sebelumnya gagal hanya karena tindakan baik yang dilakukannya.
Sebaliknya, jika pemimpin tidak berkinerja baik, masyarakat cenderung mengambil
sikap diametral.
Karakteristik masyarakat Indonesia yang bersifat
melodrama memiliki dampak positif dan negatif. Dari sisi positif, hal ini
mendorong budaya persaingan di masyarakat, tetapi dari sisi negatif, dapat
menghasilkan sikap pesimis yang dapat berubah menjadi pragmatis. Masyarakat
tidak memperhatikan siapa yang memimpin, yang penting disukai, hal demikian
yang diungkapkan dari kondisi saat ini.
Dalam konteks masyarakat melodrama, tanggung jawab
kepemimpinan nasional melibatkan transformasi karakter masyarakat dan
memberikan inspirasi kepada rakyat. Seorang pemimpin di negara ini dianggap
berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi dan mengurangi
ciri khas melodramatik masyarakat, yakni membangun karakter bangsa, rasa
kebangsaan, dan memperkuat persatuan.
Menurut Garin Nugraha, masyarakat melodrama lebih
dominan dipengaruhi oleh emosi dibandingkan dengan fakta sehingga diperlukan
strategi strategi kebudayaan yang mencakup tiga aspek utama: budaya massa,
budaya warisan, dan budaya alternatif. Fokus budaya massa pada popularitas dan
pengaruh massa menjadi sorotan elit politik, yang bergantung pada dukungan
finansial korporasi, politik identitas, dan jumlah pengikut.
Pentingnya membangun selera masyarakat melibatkan
aspek intelektual, pendidikan, gaya hidup, dan psikologi dianggap krusial untuk
membentuk budaya massa yang berdampak positif. Garin juga menekankan peran
penting budaya warisan sebagai dasar perkembangan budaya populer dan memperkuat
budaya alternatif, yang dapat memenuhi kebutuhan dasar seperti pendidikan warga
negara melalui manajemen festival dan alokasi dana yang tepat.
Ini dianggap esensial untuk menghindari eksploitasi
komersial terhadap kebutuhan dasar dan memastikan perlindungan, kesehatan, dan
produktivitas masyarakat melalui pendidikan warga negara, sekolah, dan layanan
kesehatan.
Kesimpulan
Kehidupan politik saat ini dikuasai oleh para king
maker yang bergerak layaknya seperti sutradara sinetron dengan menciptakan
berbagai drama politik. Dalam kehidupan yang monoton dan penuh ketidakpastian,
melodrama terbukti menjadi pengalihan perhatian dari masalah utama masyarakat,
yaitu kesulitan hidup.
Burke menegaskan bahwa melodrama bukan hanya alat
untuk memobilisasi publik, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk memanipulasi
dan mengadu domba masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang
cara melodrama digunakan dalam politik menjadi esensial, dan perlu adanya sikap
kritis terhadap narasi melodrama yang dipersembahkan oleh politisi.
Dengan pemahaman ini, diharapkan masyarakat dapat
lebih waspada terhadap upaya politik yang mungkin mencoba memanfaatkan struktur
melodrama untuk mencapai tujuan tertentu.
Sehingga gelaran Pemilu 2024 nanti harusnya menjadi
gelaran pesta demokrasi yang menyuguhkan berbagai ide, gagasan, perbaikan untuk
kemajuan dan kejayaan Indonesia. Apalagi jika kita melihat kondisi dunia hari
ini yang sedang dipenuhi dengan berbagai persoalan dan konflik yang terjadi
baik antara Rusia dengan Ukraina, Israel dengan Palestina dan Perang dagang
China dengan Amerika yang tak berkesudahan.
Tentu Pemilu tidak boleh hanya sekadar menjadi
rutinitas tahunan yang hanya menyuguhkan drama-drama politik demi menarik
simpati saja, akan tetapi Pemilu harus bisa melahirkan pemimpin yang dapat
melanjutkan estafet kepemimpinan dan mengutamakan kepentingan bangsa agar visi
satu abad Indonesia Emas tidak hanya menjadi jargon saja.