Baliho gemoy Prabowo-Gibran di Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Foto: Ahmad Romadoni/kumparan |
Setapak Rai Numbei (Dalan Inuk) - Dalam era modern di mana politik menjadi jantung perdebatan dan pandangan umum, citra tubuh telah menjadi salah satu titik fokus yang tak terelakkan. Tidak hanya menjadi pertanda kesehatan individu, tetapi juga telah digunakan sebagai alat propaganda politik.
Narasi seperti "Gemoy atau Chubby"
seringkali dimanipulasi dan digunakan untuk menyebarkan pesan politik yang
terkait dengan tubuh tidak sehat. Dalam narasi ini, akan ditelusuri bagaimana
persepsi politik terhadap tubuh yang tidak sehat mampu memengaruhi opini
masyarakat serta dampaknya terhadap pandangan sosial, kesehatan mental, dan
kesetaraan.
Politik Tubuh
dan Propaganda
Penyajian tubuh sebagai alat politik bukanlah
fenomena baru. Di berbagai belahan dunia, tubuh individu sering digunakan
sebagai simbol kekuasaan, status, atau bahkan kekurangan. Dalam konteks
politik, citra tubuh yang tidak sehat seperti gemuk atau chubby sering
dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan tertentu.
Para politisi atau kelompok tertentu sering
menggunakan narasi ini untuk menyerang lawan politik atau mempengaruhi opini
publik. Mereka menghubungkan citra tubuh dengan gagasan-gagasan tertentu,
misalnya, menuduh lawan politik sebagai sosok yang tidak memiliki disiplin,
tidak mampu memimpin, atau tidak peduli terhadap kesehatan. Narasi semacam ini
bukan hanya merugikan secara pribadi, tetapi juga memiliki dampak sosial yang
luas.
Dampak pada
Masyarakat
Penggunaan narasi politik tentang tubuh yang tidak
sehat mampu memengaruhi persepsi masyarakat secara signifikan. Publik sering
kali terperangkap dalam pandangan sempit bahwa tubuh gemuk atau chubby sama
dengan kurangnya kemampuan, kurangnya disiplin, atau kurangnya nilai-nilai
tertentu. Hal ini menciptakan stereotip yang merugikan individu-individu yang
memiliki berat badan di luar standar "ideal" yang sering
diperlihatkan oleh media.
Akibatnya, stigmatisasi terhadap individu dengan tubuh
yang tidak sesuai dengan standar tersebut dapat terjadi. Mereka mungkin
mengalami diskriminasi di tempat kerja, kesulitan mendapatkan layanan kesehatan
yang memadai, serta menghadapi tekanan sosial yang serius. Dalam beberapa
kasus, hal ini dapat memicu masalah kesehatan mental seperti depresi,
kecemasan, atau gangguan makan.
Kesehatan dan
Kesetaraan
Penting untuk dipahami bahwa berat badan atau ukuran
tubuh bukanlah satu-satunya indikator kesehatan seseorang. Mempromosikan ide
bahwa semua tubuh harus sesuai dengan standar tertentu hanyalah bentuk
diskriminasi. Menekankan pada tubuh yang "sehat" berdasarkan ukuran
atau berat badan tertentu menutup mata terhadap keberagaman tubuh manusia dan
berbagai faktor lain yang memengaruhi kesehatan.
Kesehatan lebih kompleks daripada sekadar penampilan
fisik. Faktor-faktor seperti pola makan, gaya hidup, akses terhadap perawatan
kesehatan, lingkungan, dan faktor genetik memainkan peran yang sangat penting
dalam kesehatan seseorang. Mengaitkan ukuran tubuh dengan karakter atau
kemampuan seseorang hanya memperburuk stigmatisasi yang sudah ada.
Membangun
Kesadaran dan Penerimaan
Penting untuk mengubah narasi yang ada tentang tubuh
dan kesehatan. Perubahan ini dimulai dari kesadaran masyarakat akan kompleksitas
kesehatan dan tubuh manusia. Pendidikan yang lebih baik tentang keragaman
tubuh, pola makan yang sehat, olahraga, dan pentingnya perawatan diri yang
holistik dapat membantu mengurangi stigmatisasi dan diskriminasi terhadap berat
badan.
Selain itu, pemerintah dan lembaga terkait juga
memiliki peran penting dalam menciptakan kebijakan yang mendukung kesehatan
masyarakat tanpa menciptakan stigma terhadap berat badan. Ini termasuk
memastikan akses yang adil terhadap perawatan kesehatan yang tepat, menggalakkan
pola makan yang sehat, dan mempromosikan gaya hidup aktif.
Kesimpulan
Narasi politik tentang tubuh tidak sehat seperti
"Gemuk atau Chubby" merupakan cerminan dari bagaimana opini publik
dan pandangan sosial dapat dimanipulasi oleh kepentingan politik. Propaganda
semacam ini tidak hanya merugikan secara pribadi bagi individu yang dijadikan
sasaran, tetapi juga mengganggu kesehatan mental dan menyuburkan stigmatisasi
di masyarakat.
Diperlukan perubahan paradigma yang mendalam dalam
cara kita memandang tubuh dan kesehatan. Mengganti stereotip dengan pemahaman
yang lebih luas tentang kesehatan serta mempromosikan penerimaan terhadap
keberagaman tubuh manusia adalah langkah awal menuju masyarakat yang lebih
inklusif dan sehat secara fisik maupun mental.