Selarik lirik di atas
adalah penggalan lagu Jiwa Yang Bersedih yang sedang booming akhir-akhir ini.
Bahkan, hingga 11 September 2023 pukul 14.55 WIB, official music video lagu
tersebut sudah ditonton lebih dari 34 juta kali dan masih bertengger sebagai #1
top music video di Indonesia. Penyanyi sekaligus pencipta lagu, Ghea Indrawari,
begitu cerdas menangkap fenomena universal yang dihadapi umat manusia dewasa
ini, yaitu isu kesehatan mental.
Diksi ‘dingin’ dalam
larik lirik di atas tidak bermakna harfiah atau literal, melainkan sebuah
kiasan atau metafora bernada sinestesia yang berarti: dunia (dan para
penghuninya) tidak (lagi) ramah kepada kita/mereka yang sedang mengalami
turbulensi mental. Dua larik dalam bait-bait berikutnya juga mendukung mosi
ini, yaitu pada bagian ‘Tak ada tempat berteduh’ dan ‘Hanya kau tak didengar’.
Ini mengingatkan
Penulis dengan berita anak SD Banyuwangi yang bunuh diri karena di-bully (27
Februari 2023), remaja 18 tahun di Malang yang tewas setelah melompat dari
Jembatan Suhat (26 Mei 2023), dan pelajar SMK swasta di Turi meninggal dunia
karena gantung diri (14 Februari 2023).
Fenomena ini diamini
oleh survei I-NAMHS (Indonesia National Adolescent Mental Health Survey) 2022
yang menyatakan bahwa satu dari tiga remaja Indonesia memiliki masalah
kesehatan mental. Konsekuensinya, tren bunuh diri di Indonesia cenderung
meningkat. Hal ini berdasarkan rekapitulasi kasus bunuh diri sejak Desember
2018 hingga Juli 2023 seperti yang dilansir oleh Kepolisian Negara Republik
Indonesia melalui kanal Data Indonesia. Asosiasi Pencegahan Bunuh Diri
Indonesia bahkan mengungkapkan tingkat underreporting bunuh diri di Indonesia
jauh lebih tinggi dari data jumlah kasus bunuh diri resmi tahun 2020.
“Jika tak ada tempatmu kembali
Bawa lukamu, biar aku
obati…”
Dari dua larik lirik
lagu Jiwa Yang Bersedih di atas, tersirat bahwa motivasi intrinsik manusia itu
sendirilah yang berperan besar dalam membawanya keluar dari lingkaran ‘setan’.
Lingkaran ‘setan’ ini sangat berbahaya karena acapkali membisikkan suara-suara
kegelisahan hingga rayuan-rayuan bunuh diri. Dua larik lirik tersebut di dalam
video musik Ghea divisualisasikan melalui dua sosok yang sama (yang diperankan
oleh Ghea) namun dengan mengenakan pakaian berbeda warna, hitam dan putih.
Ghea berpakaian serba
putih yang tampak tersenyum dan tenang inilah yang ‘memanggil’ Ghea berpakaian
serba hitam yang tampak bingung, sedih, dan terluka. Panggilan (yang
disimbolkan melalui bunyi peluit) ini merupakan sebuah jawaban, tawaran, dan
sekaligus ajakan healing (penyembuhan) dari dalam dirinya sendiri atas segala
kecemasan, depresi, kegalauan, dan penderitaan yang sedang ia alami. Latar tempat
dan suasana yang semula dari hutan (lebih tertutup, gelap, dan sesak) menuju
pantai (lebih terbuka, terang, dan lapang) juga merujuk kepada pencerahan
setelah ia berhasil bangkit memenuhi inner voice-nya.
Analisis terhadap
penggunaan simbol warna, karakter (ekspresi wajah dan gestur), dan latar
(tempat dan suasana) memberikan kesan mendalam bahwa seseorang yang sedang
mengalami masalah kesehatan mental seyogyanya memiliki inisiatif diri untuk
bangkit dan sembuh dengan ‘mencari pertolongan’. Lamat-lamat Penulis kembali
teringat dengan kejadian 2017 silam.
Penulis pada waktu itu
merasa mengalami depresi minor setelah membaca beberapa literatur yang relevan.
Mengutip artikel yang dirilis oleh RS Jiwa Grhasia, gejala depresi minor yaitu
“adanya episode mood depresi sedikitnya selama 2 minggu, dan ada sedikitnya 1
gejala tetapi tidak lebih dari 5 gejala berikut: (a) nafsu makan menurun, (b)
sulit tidur, (c) ada masalah konsentrasi, (d) agitasi, (e) kelelahan, (f)
kurang energi, (g) kurang percaya diri, dan (h) bersalah, merasa tidak
berarti”.
Tentu saja
self-diagnosis dalam perkara kesehatan mental tidak dianjurkan. Namun, memiliki
kesadaran (awareness) dan kepekaan (sensitivity) terhadap apa yang sedang
terjadi kepada kesehatan mental kita sangat diperlukan.
Penulis tidak berdiam
diri setelah merasa ganjil dengan kondisi diri pada saat itu; berat badan
menurun, suasana hati yang labil, merasa bersalah (tidak berguna), dan
konsentrasi terganggu. Penulis kemudian mengontak Bang Endri, lulusan salah
satu universitas di Swedia. Beliau merupakan penyintas depresi dan bunuh diri.
Beliau memberikan Penulis satu tips praktis untuk memulihkan kesehatan mental,
yaitu olahraga lari teratur tiga kali sepekan; lari hingga ‘tidak kuat lagi’.
Penulis juga
menghubungi Kak Retha, seorang psikolog bestari. Dulu Penulis sempat kenal
beliau sepintas lalu, ketika sama-sama studi di Belanda. Beliau menyarankan
melakukan aktivitas menyenangkan kecil-kecil, sehari-hari. Seperti, mandi air
hangat dan membeli sabun wangi.
Atau bisa juga
menyeruput teh di pagi hari. Selain itu, beliau mengatakan, selalu lah mulai
dari hal yang kecil-kecil dan tidak membutuhkan effort yang terlalu membebani,
lalu evaluasi. Adakah perasaan nyaman yang dirasakan, walau sedikit? Apakah
waktu terasa lebih cepat saat melakukan aktivitas menyenangkan tadi?
Lebih lanjut, Kak Retha
mengingatkan untuk mengenali perasaan-perasaan positif yang muncul sekecil apa
pun. Jadikan itu reward yang mengingatkan bahwa sudah benar trayektori Penulis.
Bahwa Penulis sudah ber-progress, bergerak ke arah yang menjauh dari depresi.
Dari hari ke hari, coba tambahkan jumlah aktivitas menyenangkan tadi. Atau
ganti dengan yang lebih sukar.
Kemudian evaluasi
berkala lagi dengan sabar. Lakukan satu demi satu. Semua butuh proses yang
teguh. Perlahan tapi pasti, depresi akan hilang, terobati, dengan izin dan
kuasa Yang Maha Mengerti. Kak Retha sempat berpesan kepada Penulis, “Inside, we
are stronger than depression!” (Di dalam diri kita, kita (jauh) lebih kuat dari
depresi!).
‘Menangislah
Kan kau juga manusia
___
Beri waktu tuk
bersandar sebentar
Selama ini kau hebat
Kau pasti kan
didengar…’
Lima larik lirik lagu
Jiwa Yang Bersedih di atas memberikan afirmasi positif kepada kita bahwa tidak
apa-apa kok menjadi menjadi manusia yang tidak sempurna. Tidak apa-apa untuk
sesekali menangis dan menjadi lemah. Tidak apa-apa apabila kita membutuhkan
waktu untuk berpikir, menyendiri, atau bahkan sedikit mundur beberapa langkah
dari trayektori kita.
Asalkan, kita tetap
harus menyadari bahwa kita pada dasarnya hebat, kuat, pemenang, dan pasti akan
selalu ‘didengar’, paling tidak oleh diri kita sendiri. Pesan dari Penulis
sebagai ‘penyintas’ depresi minor adalah, ‘Always help yourself, never hurt
yourself! Selalulah bantu dirimu, jangan pernah lukai dirimu!
‘Bertahanlah, sedikit lagi…’ - Epilog video
musik Jiwa Yang Bersedih pada menit 05:09-05:13