Salah satu tanaman jagung warga Harekain Desa Builaran Kabupaten Malaka NTT |
Waktu menunjukan pukul
09.00 WITA dan matahari semakin terik. Bulan Januari terasa seperti bulan
September yang merupakan musim kemarau nan panas.
Daun tanaman jagung di
pekarangan rumah kami yang semula segar kemudian perlahan menggulung. Daun
jagung yang sudah menggulung pun semakin menggulung hingga mirip daun bawang
bombai.
Hal tersebut sebagai
mekanisme alami dari tanaman yang kekurangan air untuk meminimalkan penguapan.
Jelang tengah hari
langit penuh dengan awan hitam, pertanda akan hujan. Sayangnya hanya gerimis
sejenak, langit kembali cerah dan matahari panas terik.
Tanaman di pekarangan rumah kami masih mending karena tipe tanahnya yang masih mengandung sedikit air. Namun di kebun kami, tanahnya agak liat dan berpasir sehingga tanaman tinggal menunggu ajal.
Yah, sejak kami menanam
jagung pada awal Desember 2023 hujan lebat tidak lebih dari lima kali. Benih
jagung yang kami tanam berkecambah dalam tanah nan kering. Seminggu kemudian
barulah hujan deras turun. Sebagian benih jagung tidak tumbuh karena kekurangan
air.
Sepanjang bulan Januari
2024 hujan lebat di daerah kami ini hanya sekali. Kadang cuma hujan gerimis dan
kadang hanya berawan tebal.
Tanaman jagung lokal
yang kami tanam sudah berumur hampir 60 hari namun hanya mendapat sedikit air.
Sebagian jagung kerdil, layu bahkan mati.
Kami kebanyakan bertani secara tumpang sari sehingga tidak hanya menanam jagung tapi juga kacang-kacangan, singkong, labu, ubi jalar, dll. Tanaman-tanaman tersebut juga mengalami nasib yang sama, kekurangan air dan tumbuh tidak maksimal.
Minimnya hujan tidak
hanya di daerah kami namun juga di sejumlah Kabupaten di Pulau Timor dan Sumba.
Dalam postingan di media sosial, banyak orang dari Pulau Timor, Sumba, Sabu
hingga Sumba yang mengeluh tentang tidak turunnya hujan sehingga tanaman di
kebun hampir mati.
Di salah satu kecamatan
di Kabupaten Malaka bahkan para petani belum tanam karena tidak hujan sama
sekali.
Menurut Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) seperti dalam antaranews.com,
musim panas berkepanjangan ini merupakan fenomena el nino. Menurut prediksi, el
nino level moderat akan berlangsung hingga Februari 2024.
Apabila hujan tidak
turun hingga bulan Februari, tanaman-tanaman pangan di kebun kami akan mati.
Kalaupun dalam beberapa hari ke depan hujan turun, hasil panen tidak akan
seberapa bahkan tidak ada sama sekali.
Kami sebagai petani di
daerah-daerah yang mengalami el nino sedang dalam bayang-bayang gagal panen.
Jika sudah gagal panen, kami otomatis mengalami rawan pangan.
Bila nanti mengalami
rawan pangan, kami akan tetap berusaha secara mandiri sedemikian rupa sehingga
memenuhi ketersediaan pangan. Walaupun demikian pemerintah juga kiranya nanti
dapat memberikan bantuan-bantuan bagi kami yang gagal panen.
Bagi para petani di
NTT, apabila el nino sudah berlalu dan hujan kembali normal, kita bisa menanam
ulang jagung di kebun. Jika tidak memungkinkan, sebaiknya kita tanam saja ubi
jalar.
Tanaman palawija seperti ubi jalar tidak membutuhkan air yang banyak. Masa panen ubi jalar juga cuma tiga bulanan.
Umbi ubi jalar dan singkong dapat
menjadi alternatif pangan selain jagung dan nasi. Di samping itu dapat menjadi
produk pertanian yang menghasilkan uang untuk meningkatkan daya beli kita
sendiri.
Semoga el nino cepat
berlalu. Amin.