Serangga ranting Raja
Sonbai atau Nesiophasma sobesonbaii kini menjadi genus serangga
tongkat dari Pulau Timor yang eksklusif tercatat dalam jurnal publikasi
internasional Faunitaxys.
Reputasi mendunia murid
kelas 12, SMAN 5 Kupang, bernama lengkap Davis Marthin Damaledo itu tidak
terwujud begitu saja dari mimpi yang tiba-tiba.
Keingintahuannya akan
dunia serangga sudah tumbuh sejak ia kecil hingga ia bertemu Indonesian
Mantis and Phasmid Forum (IMPF) pada 2020 lalu.
Semangat Davis makin
tak terbendung. Ia juga membentuk komunitas online-nya sendiri, Insect
Junior Indonesia, yang telah beranggotakan 275 pecinta serangga dari seluruh
Indonesia.
Dia seorang diri saja
sebagai putra asli Nusa Tenggara Timur (NTT) di dalam dua wadah itu dan
menjadikannya satu-satunya peneliti serangga ranting termuda di NTT.
“Saya sendiri yang asal
NTT,” tukas si bungsu dari 3 bersaudara ini di sela perburuan serangga di
Nekamese akhir pekan lalu.
Davis memang dibimbing
langsung oleh Garda Bagus Damastra, sang punggawa IMPF yang juga pernah meraih
reputasi internasional. Garda ini seorang entomologis yang sudah lebih dahulu
mengabadikan nama pada serangga yang ia temukan, Phyllium
gardabagusi.
Davis sungguh-sungguh
menunjukkan keseriusan. Ia mengirimkan foto berbagai serangga yang ditemukannya
kepada Garda untuk diidentifikasi. Ayah Davis yang kerap menemaninya mencari
serangga-serangga unik di Kabupaten Kupang.
Serangga Raja Sonbai yang masih nimfa di tangan Davis. (Putra Bali Mula – KatongNTT) |
“Ini berawal sama Bapak
yang biasanya bantu cari serangga ke hutan. Waktu itu cuman iseng-iseng cari
terus makin lama makin penasaran terus tertarik untuk buat penelitian,” Davis
berkisah.
Serangga Raja Sonbai
yang ditemukannya itu ternyata belum tercatat secara ilmiah. Ia kemudian
memulai penelitian perdananya pada 2021. Spesimen dan telur serangga itu
dikirimkannya ke peneliti di luar negeri. Kemudian disusun identifikasinya
hingga dipublikasikan Maret 2023 lalu.
“Kami telusuri lebih dalam sepasang serangga
yang ditemukan di pohon jambu biji. Ternyata spesies ini merupakan spesies
baru. Jadi diusulkan pakai nama pahlawan lokal dari Pulau Timor yaitu Raja Sobe
Sonbai III,” ceritanya.
Dalam jurnal itu nama
Davis tertera bersama dengan Garda dan peneliti asal Jerman Frank Hennemann.
Serangga yang diberi nama Raja Sobe Sonbai itu kini mendunia.
Serangga ini, jelas
Davis, mampu berkamuflase dengan ranting pepohonan dan termasuk hewan nokturnal
yang sangat sulit ditemukan meskipun panjangnya bisa mencapai 20 centimeter.
Davis siang itu
memamerkan serangga yang kembali berhasil ia temukan di lahan penuh belukar dan
pepohonan. Serangga yang ramping ini juga memiliki garis merah tipis di
sepanjang toraksnya yang membedakannya dari genus nesiophasma lainnya.
Di samping itu, anak
ini sebenarnya seringkali mendapat pandangan aneh dari orang-orang. Hobinya
terhadap serangga memang tak lazim bagi masyarakat NTT pada umumnya. Begitu
namanya dikenal seketika berubah pandangan itu menjadi bangga.
“Sebelumnya mereka itu memandang saya cukup
aneh karena hobi saya ini berkaitan dengan serangga tetapi setelah penemuan
spesies baru tersebut mereka justru kaget seperti ‘wah ternyata masih bisa
begitu ya anak sekolah, bisa terlibat dalam hal seperti ini,’ begitu,”
ceritanya lagi.
Dirinya pun tak
menyangka bisa memberi sumbangan pengetahuan dari Pulau Timor untuk dunia
dengan cara seperti ini.
Serangga Raja Sonbai
ini pun menjadi serangga ranting kedua asli dari Pulau Timor yang telah
dipublikasikan secara ilmiah. Menurutnya masih banyak yang belum diketahui
dunia dari Pulau Timor.
“Ini benar-benar
membuka mata saya tentang keanekaragaman serangga di sekitar kita dan ini
benar-benar menyadarkan saya bahwa sebenarnya sangat banyak spesies serangga
yang belum teridentifikasi di sekitar kita tetapi jika kita punya niat pasti
bisa mendapatkannya,” ungkap Davis.
Namun begitu ada
beberapa hal yang menjadi kecemasannya. Ia ingin masyarakat tidak hanya
memperhatikan sesamanya saja, tetapi dapat menjaga alam dan keanekaragaman
hayatinya termasuk serangga yang kerap disepelekan bahkan dibasmi begitu saja.
“Yang saya amati
kebanyakan masyarakat di sini menganggap serangga itu adalah hama atau sesuatu
yang menjijikan sehingga bagi mereka itu hal yang tidak tidak perlu
didokumentasikan atau diteliti lebih dalam,” kata dia.
Davis mencontohkan
masyarakat di Pulau Timor kerap membunuh Euricnema versirubra, salah satu
spesies serangga ranting raksasa asli dari Timor. Mereka membunuh hewan ini
hanya berdasarkan mitos semata bahwa serangga itu beracun dan mematikan.
“Padahal sebenarnya
tidak mematikan dan justru tindakan yang keliru ini dapat mengancam keberadaan
mereka di alam ke depannya,” ungkapnya lagi.
Menurut Davis untuk
mematahkan persepsi masyarakat dan mitos seperti itu bukanlah hal yang gampang.
Generasi muda juga harus diajak untuk menyadari hal ini dan menjaga kelestarian
alam.
Keberadaan Nesiophasma
sobesonbaii, Euricnema versirubra maupun serangga lainnya bisa terancam
atau sulit untuk ditemukan ke depannya bila kebiasaan seperti itu tak diubah.
“Saya benar-benar ingin
menyadarkan orang-orang bahwa kita harus lebih peka terhadap lingkungan sekitar
bahkan terhadap yang serangga yang kecil sekalipun,” tukasnya.
Davis pun telah memulai
langkah kecilnya agar anak-anak lain mempunyai kepedulian pada alam dengan cara
masing-masing.
“Jadi selama ini saya
sering meng-upload di media sosial tentang serangga-serangga yang saya
miliki. Ada beberapa orang yang tertular, mereka ikut tertarik dengan serangga
karena beberapa postingan saya sehingga mereka ingin mencari tahu lebih dalam
begitu,” ungkapnya.
“Kalau pesan saya
mungkin semoga dengan apa yang telah dilakukan oleh saya bisa menularkan kepada
mereka agar mereka lebih lebih peka atau tertarik dengan sesuatu yang dianggap
remeh seperti serangga ini,” tutup Davis. *** katongntt.com