Paus Fransiskus bertemu dengan anggota Institut Sekuler Para Imam Misionaris Kerajaan Kristus. |
“Gereja, dan setiap
orang yang dibaptis, ada di dunia, untuk dunia, namun bukan dari dunia,” kata
Paus Fransiskus, Kamis (11/1) pagi, saat ia bertemu dengan anggota Institut
Sekuler Imam Misionaris Kerajaan Kristus.
Anggota Institut ini
adalah para imam diosesan, atau sekuler – bukan imam religius – yang tinggal di
berbagai belahan dunia di bawah yurisdiksi uskup setempat.
Pertemuan mereka dengan
Paus terjadi sebagai bagian dari perayaan ulang tahun ke-70 Institut tersebut,
dan para anggota memberikan kepada Paus Fransiskus denah pusat pelatihan baru
yang sedang dibangun di Burundi.
Sekularitas vs Sekularisme
Dalam sambutannya, Paus
Fransiskus memulai dengan menggarisbawahi “nilai sekularitas dalam kehidupan
dan pelayanan para imam.”
“Sekularitas
(secolarità ),” tegasnya, “tidak sama dengan sekularisme (laicità ).”
Sekularitas, katanya,
lebih merupakan “sebuah dimensi Gereja,” yang berkaitan dengan misinya untuk
“melayani dan menjadi saksi Kerajaan Allah di dunia ini.”
Jika, kata Paus,
sekularitas adalah sebuah dimensi Gereja, maka para imam, serta umat awam,
dipanggil untuk menghayatinya.
Inspirasi dari Santo Fransiskus
Paus Fransiskus
kemudian memuji cara para imam dalam menjalani panggilan sekuler mereka.
Para anggota Institut,
katanya, hidup “menurut karisma Fransiskan” dan dengan demikian dibentuk untuk
“pelayanan yang rendah hati, siap sedia, dan persaudaraan.”
Mereka juga hidup,
katanya, “menurut teladan kedudukan Kristus sebagai raja, yang terdiri dari
pelayanan, pemberian diri dengan murah hati, dan solidaritas dengan orang
miskin dan orang-orang yang terpinggirkan.”
Paus Fransiskus menutup
pidatonya dengan mengutip kalimat dari doa Institut kepada Hati Kudus, yang
didaraskan oleh para anggotanya setiap hari.
“Semoga kita berada
dalam solidaritas dan sahabat masyarakat, rasul kebaikan dan kebenaran,
sehingga Injil dapat menjadi jantung dunia.”
Proyek Institut di Burundi
Institut Sekuler Para
Imam Misionaris Kerajaan Kristus didirikan pada bulan Oktober 1953 di Gereja
San Damiano di Assisi.
Selama audiensi mereka
dengan Paus, para anggota memberikan kepada Paus denah untuk Pusat Formasi
Spiritual dan Dialog Antaragama mereka yang baru, yang sedang dibangun oleh
Institut di Burundi.
Pusat ini akan
didedikasikan kepada Uskup Agung Michael Courtney, yang menjabat sebagai Nuncio
Apostolik untuk Burundi sejak tahun 2000 dan ditembak mati di sana pada tahun
2003. Ia memainkan peran penting dalam rekonsiliasi nasional di negara
tersebut.
Salah satu tujuannya
adalah mengajarkan teknik pengumpulan air hujan dan penyaringan air limbah
kepada penduduk setempat. **
Joseph
Tulloch (Vatican News)/Frans de Sales