Sebagai alat yang ampuh
untuk mempengaruhi opini publik, sangat penting bagi pemilih untuk memastikan
bahwa platform media sosial digunakan dengan cara yang bertanggung jawab dan
etis. Media sosial sesungguhnya bisa menjadi hal yang sangat berguna bagi
demokrasi, namun ada sisi buruknya juga: banyak orang menggunakannya untuk
menyebarkan ujaran kebencian.
Sayangnya, hal ini
menjadi permasalahan besar pada Pilpres 2024 ini. Ketika masyarakat mulai
membenci kandidat, pendukung, atau kelompok tertentu, hal tersebut dapat
memecah belah masyarakat dan menyulitkan persaingan politik yang adil dan
saling menghormati.
Di Indonesia, ujaran
kebencian merupakan ancaman nyata bagi demokrasi. Hal ini bertentangan dengan
prinsip kesetaraan, keberagaman, dan kebebasan berekspresi yang digariskan
konstitusi kita. Selain itu, ancaman tersebut dapat memperburuk stereotip,
mengarah pada kekerasan, dan memecah belah bangsa berdasarkan agama, etnis,
atau politik.
Untuk melawan ujaran
kebencian selama Pemilu, kita membutuhkan pemimpin yang bertanggung jawab dan
mengutuknya. Kandidat dan partai politik perlu menciptakan suasana saling
menghormati, inklusivitas, dan toleransi. Bagaimanapun apa yang elite atau
pimpinan itu katakan dan lakukan benar-benar dapat memengaruhi pendukungnya dan
menyebar ke seluruh media sosial.
Maka dari itu adalah
hal penting juga untuk membantu para pendukung masing-masing kontestan agar
bertanggung jawab di media sosial sebagai medium kampanye mereka. Mengajarkan
literasi media, berpikir kritis, dan empati akan membuat perbedaan nyata. Jika
para pendukung itu mengetahui konsekuensi dari ujaran kebencian dan menolak
melakukannya, hal ini dapat membantu menciptakan komunitas digital yang lebih
sejuk, aman, dan damai dalam Pilpres kali ini.
Walau bagaimana pun,
para kandidat Capres dan Cawapres juga perlu mengambil tindakan. Mereka
mempunyai tanggung jawab untuk memastikan platform kampanye mereka tidak
menyebarkan ujaran kebencian. Mereka dapat menggunakan algoritme, filter kata
kunci, dan moderator manusia yang lebih baik untuk menghentikan penyebarannya
oleh para pendukung masing-masing.
Daripada hanya membenci
sesuatu, para kontestan Pilpres perlu menyebarkan pesan-pesan positif dan
kontra-pidato yang menyebarkan kebencian dan hoaks. Jika kita mendorong
masyarakat untuk melakukan percakapan konstruktif, menyoroti nilai-nilai
bersama, dan menunjukkan bagaimana kita bisa maju, kita dapat mengubah suasana
diskusi di media sosial.
Dengan demikian semua
pihak perlu bekerja sama untuk memastikan ujaran kebencian tidak merusak
Pilpres. Partai politik pendukung, simpatisan, organisasi masyarakat sipil,
pemerintah, platform media sosial, dan individu semuanya mempunyai peran dalam
menciptakan lingkungan online yang lebih sehat. Mereka semua dapat melakukan
hal-hal seperti menciptakan ruang untuk berdialog, menyelenggarakan acara
komunitas, dan memupuk pemahaman antar kelompok yang berbeda.
Teknologi media digital
hari ini dapat membantu kita melawan ujaran kebencian jika kita menggunakannya
dengan benar. Kampanye pendidikan dan kesadaran sangat penting dalam mengatasi
bahaya perkataan yang mendorong kebencian secara online. Inisiatif-inisiatif
ini akan membawa perubahan jangka panjang dalam perilaku online.
Empati adalah alat yang
ampuh dalam memerangi ujaran kebencian. Dengan mendorong masyarakat untuk
menempatkan diri mereka pada posisi orang lain, memupuk pemahaman tentang sudut
pandang yang berbeda, dan mendorong rasa kasih sayang, kita dapat menjembatani
kesenjangan dan mengurangi permusuhan di media sosial.
Selain itu, membangun
ruang yang aman untuk wacana politik di platform media sosial sangat penting
untuk mendorong percakapan yang saling menghormati dan mencegah ujaran
kebencian. Forum yang dimoderatori, hashtag khusus, dan acara online yang
menekankan keterlibatan sipil dan saling menghormati dapat berfungsi sebagai
platform untuk diskusi konstruktif. Inisiatif-inisiatif ini memberikan
alternatif terhadap narasi beracun dan menciptakan rasa kebersamaan di antara
pengguna.
Mengatasi ujaran
kebencian selama Pemilihan Presiden memerlukan seruan terpadu untuk melakukan
perubahan. Para pemimpin politik, influencer, organisasi masyarakat sipil, dan
masyarakat umum harus bersatu dan mengambil sikap melawan ujaran kebencian.
Dengan secara kolektif mengutuk dan menolak praktik berbahaya ini, Indonesia
dapat menjadi contoh masyarakat yang menghargai dialog yang saling menghormati
dan inklusivitas.
Era digital telah
membawa tantangan yang unik, dan ujaran kebencian di media sosial selama
Pemilihan Presiden di Indonesia memerlukan perhatian segera. Kita percaya bahwa
adalah tugas kita semua, terlepas siapa pun yang didukung, namun sebagai warga
negara adalah kewajiban bersama untuk mempromosikan nilai-nilai ini, menjaga
proses demokrasi, dan membentuk masa depan di mana ujaran kebencian tidak lagi
berkuasa.
Menjelang pemungutan
suara dalam beberapa bulan ke depan, pemberantasan ujaran kebencian di media
sosial menjadi semakin penting. Dengan mengakui kekuatan media sosial, memupuk
kepemimpinan yang bertanggung jawab, memberdayakan warga digital, meningkatkan
moderasi konten, mendukung kontra-pidato, dan terlibat dalam upaya kolaboratif,
Indonesia dapat membuka jalan menuju wacana politik online yang lebih terhormat
dan inklusif.
Kita mesti yakin bahwa
dengan bekerja sama, kita dapat memastikan bahwa platform media sosial
digunakan untuk keterlibatan konstruktif, empati, dan pelestarian nilai-nilai
demokrasi selama periode persiapan pemungutan suara dalam Pilpres yang penting
ini.