Dari pengungkapan kasus
TPPO ini, Polsek Nunukan menetapkan dua pria sebagai tersangka, yakni YA (30
tahun) dan AD (57).
Kasus ini terungkap,
setelah salah satu keluarga korban melapor ke kantor polisi, lantaran
mendengar percakapan antara kedua tersangka perihal gaji yang menggunakan
mata uang ringgit Malaysia. Padahal, 11 korban yang seluruhnya merupakan warga
Kupang itu awalnya dijanjikan akan bekerja sebagai buruh kelapa sawit di Kalimantan
Utara dengan gaji sebesar Rp 4 juta sampai Rp 5 juta per bulan.
Namun, kedua tersangka
ini justru berniat ingin menjual 11 korban sebagai tenaga kerja migran ke
Malaysia secara ilegal.
Kapolsek Nunukan AKP
Karyadi mengatakan modus dari kedua tersangka ini, yakni memberikan janji
kepada para korban untuk bekerja di perkebunan kelapa sawit di Kalimantan
Utara. Namun, ternyata oleh kedua tersangka justru akan menjual mereka ke
Malaysia untuk dipekerjakan di sana.
“Polsek Nunukan
berhasil melakukan pengungkapan terhadap perkara atau kasus tindak pidana
perdagangan orang atau penyalahgunaan pekerja migran, targetnya mereka akan
dibawa Malaysia, untuk dipekerjakan,” ungkap Karyadi saat pers rilis di Polsek
Nunukan, Kalimantan Utara, Sabtu (13/1/2024) siang.
Dari pengungkapan kasus
TPPO ini, polisi berhasil menyelamatkan sedikitnya 11 orang WNI yang seluruhnya
merupakan warga Kupang, NTT. “Iya, jadi memang ada beberapa korban ya, jadi ada
delapan korban dewasa, dan tiga anak-anak, ini semuanya berasal dari Kupang,
NTT,” imbuhnya.
Selain menetapkan dua
orang sebagai tersangka, kini Polsek Nunukan masih memburu satu tersangka
lainnya berinisial A yang diduga saat ini berada di Malaysia. Pelaku A yang
telah ditetapkan masuk daftar pencarian orang (DPO) ini, diduga sebagai otak
dari sindikat TPPO yang melibatkan dua negara.
“Iya, jadi masih ada
pelaku lain, yaitu A, jadi peran A ini yang memperkenalkan kedua tersangka ini.
Saat ini berdasarkan pengakuan dari yang bersangkutan, A berada di Malaysia,”
sambungnya.
Dari kasus ini, polisi
pun mengamankan barang bukti berupa enam lembar boarding pass tiket
kapal, dan dua unit ponsel yang digunakan para tersangka untuk berkomunikasi
dengan sindikat TPPO yang berada di Malaysia.
Kedua tersangka pun
dijerat dengan Undang-Undang Pemberantasan TPPO dengan ancaman hukuman pidana
paling lama 15 tahun penjara. *** beritasatu.com