Kini, Pulau Timor
terbelah menjadi dua wilayah kedaulatan. Sebelah barat merupakan wilayah Negara
Indonesia yaitu Provinsi Nusa Tenggara Timur, sementara sebelah timur adalah
Negara Timor Leste.
Timor Leste memisahkan
diri dari Indonesia melalui Referendum tahun 1999 setelah kurang lebih 24 tahun
menjadi wilayah NKRI.
Sebelum diinvasi
Indonesia pada tahun 1975, Pulau Timor sendiri pernah diperebutkan oleh dua
Bangsa Eropa, yaitu Belanda dan Portugis.
Perebutan itulah yang
menjadikan awal mula pulau ini 'terbelah' menjadi dua kekuasaan, saat itu
dikenal sebagai Timor Belanda dan Timor Portugis.
Tentang Pulau Timor,
ada legenda Timor Leste yang mengisahkan asal usul pulau ini.
Legenda itu mengatakan
bahwa Pulau Timor bermula dari persahabatan seekor buaya dengan seorang anak
laki-laki.
Dikisahkan visiteasttimor.com, dahulu
kala seekor buaya kecil hidup di rawa-rawa di tempat yang jauh.
Buaya itu punya mimpi
untuk menjadi buaya besar, tetapi karena makanannya langka, dia menjadi lemah,
semakin sedih dan sedih.
Buaya malang itu
kemudian pergi ke laut lepas untuk mencari makanan dan mewujudkan mimpinya.
Saat hari semakin
panas, dia masih jauh dari pantai.
Buaya kecil itu pun
semakin cepat mengering, membuatnya berada dalam keputusasaan, dan akhirnya
hanya bisa pasrah berbaring untuk mati.
Saat dirinya dalam
keputusasaan itu, ada seorang anak kecil mengasihani buaya yang terdampar itu
dan membawanya ke laut.
Buaya yang sekarat itu
pun hidup kembali, bersyukur.
Buaya itu merasa sangat
berterima kasih kepada si anak kecil, lalu membuat sebuah janji.
“Anak kecil”, katanya,
“Kamu telah menyelamatkan hidupku. Jika saya dapat membantu Anda dengan cara
apa pun, silakan hubungi saya. Aku akan berada di bawah perintahm."
Beberapa tahun
kemudian, anak laki-laki itu memanggil buaya yang sekarang sudah besar dan
kuat.
Ia pun membuat
permohonan kepada si buaya yang telah memberikannya janji untuk mengabulkan
permohonan.
“Kakak Buaya”, katanya,
“Saya juga punya mimpi. Saya ingin melihat dunia”.
Si buaya pun memberikan
cara untuk anak laki-laki yang sudah dewasa itu mewujudkan keinginannya.
“Naik di punggungku,”
kata buaya, “dan katakan padaku, jalan mana yang ingin kamu tuju?”
"Ikuti
matahari", kata anak itu.
Buaya itu berangkat ke
timur, dan mereka mengarungi lautan selama bertahun-tahun hingga akhir hayat si
buaya.
Suatu hari buaya
berkata kepada anak laki-laki itu, “Saudaraku, kita sudah lama bepergian. Tapi
sekarang saatnya telah tiba bagiku untuk mati."
Dalam legenda Timor
Leste, buaya itu merubah dirinya menjad sebuah pulau untuk tempat tinggal di
anak kecil yang telah menolongnya.
"Untuk mengenang
kebaikan Anda, saya akan mengubah diri saya menjadi pulau yang indah, di mana
Anda dan anak-anak Anda dapat hidup sampai matahari terbenam di laut,"
kata buaya itu.
Dikisahkan, saat buaya
mati, ia tumbuh dan berkembang, dan punggungnya yang kaku menjadi gunung dan
sisiknya menjadi bukit Timor.
Katanya, sekarang
ketika orang Timor Leste berenang di laut, mereka masuk ke air sambil berkata
“Jangan makan saya buaya, saya saudaramu”.
Legenda ini begitu
dipercaya oleh masyarakat Timor Leste. Di sana, secara budaya membunuh buaya
merupakan hal yang tabu.
Bahkan, ketika terjadi
insiden seorang warga tewas karena serangan buaya, itu menjadi hal yang
memalukan untuk dilaporkan.
The New York Times (6/6/2019), Itulah
sebabnya banyak yang percaya bahwa jumlah serangan buaya terhadap warga di sana
sebenarnya lebih tinggi daripada yang ditunjukkan statistik resmi.
Para peneliti menemukan
bahwa hampir 83 persen dari mereka yang diserang di Timor Lorosa'e dalam 11
tahun terakhir adalah orang-orang menangkap ikan secara subsisten, menggunakan
kano kecil atau mengarungi air.
Banyak penduduk lokal
tidak percaya bahwa buaya asli berada di balik peningkatan serangan. Mereka
justru menyalahkan migran, atau pembunuh "pembuat onar".
Menurut penduduk lokal,
mereka yang diserang adalah karena bermain dengan seperangkat aturan yang
berbeda dari "kakek" setempat.
Demetrio Carvalho,
Menteri Luar Negeri Timor Leste, menyimpulkan teorinya, bahwa masyarakat Timor
Leste percaya buaya adalah nenek moyangnya sehingga tidak mungkin menyerang
orang.
“Masyarakat percaya
buaya ini adalah nenek moyang kami, dan nenek moyang tidak pergi menyerang
orang,”