—
dirimu; nyanyian, yang selalu dilagukan sepi.
teramat merdu, meninabobokan mimpi
— Ini kopiku, mana susumu.
— Waktu terbaik untuk menulis puisi;
ialah ketika banyak cinta di hati,
namun tak ada satu pun hati tempat membagi.
***
—
Ada yg menjual janji manis demi kekuasaan,
ada yg menjual tubuh karena kelaparan.
Keadilan pulas di ranjang uang.
—
Sedang Ia sangatlah pemurah,
lantas mengapa kau bisa menjadi begitu pemarah
—
Dengan menyebut nama Tuhan yang maha pengasih,
aku memohon untuk dijauhkan dari cinta yang pilih kasih
—
Andai bisa memilih terlahir kembali,
aku pilih tetap menjadi hitam yg kau hinakan,
ketimbang putih yg membinasakan
***
—
ketika tuhan menulis puisi;
“kun!” jadilah kita,
kata-kata yang menemukan luka sebagai takdirnya
— Di depan katedral,
aku menunggu bersama dzikir yg memohonkan kamu.
“Tuhan, bukankah kami sama-sama mengingatmu!”
—
Rindu itu mata arah,
menuju apa-apa yang tak mampu kau miliki.
***
— Ibu
memasak nasi goreng tadi pagi.
Aku melahapnya sambil berdoa;
kelak kamu akan melakukan juga untuk anak kita.
— Buatlah
satu permintaan, cinta;
untuk kuperjuangkan, untuk kudoakan.
— Pada
suatu hari nanti,
aku ingin mencuri pikirannya Sapardi,
biar tak letih mencarimu di sela-sela huruf sajak ini.
***
— Mungkin,
hanya puisi yang mau menerima cinta,
tanpa pernah meminta bahagia.
— Merindukanmu;
merendakan harap pada setapak angan,
merelakan asa bersama sekepak angin
—
Kau mengubah semua menjadi cinta yang baik,
hanya dengan sebuah senyuman.
***
—
Dia yang memilih untuk berpaling dari cintamu,
seringkali berpulang dalam rupa kenangan.
—
Kelak, yang akan kau ingat dariku,
adalah semua hal yang hari ini ingin kau lupakan.
—
Tuliskan sebuah puisi indah untukku,
setelahnya,
bahasakan ia dengan ciuman yang mesra.
***
—
Adakah yang melebihi,
roman kerinduan seorang gadis pada kekasihnya;
ia bangun rumahrumah puisi, di sepanjang jalan penantian.
—
Sesederhana cintanya, Sapardi,
aku ingin mencintaimu,
dalam puisi hujan di senja januari.
—
Kita,
tak lebih dari orang-orang asing yang diperkenalkan cinta,
untuk kemudian dipisahkan oleh kebahagiaan masing-masing.
***
—
Tetaplah menjadi kenangan, cinta,
biar masa laluku tidak merasa asing;
pada hingarnya masa depan.
—
Cinta, bangunkan aku dari lelap,
ketika waktu tak lagi memberi jeda bagi rindu untuk berdetik,
dalam detak jantung yang sepi.
—
Rindu ialah hak bagi semua hati yang memiliki cinta,
dan setia;
adalah kewajiban yang kerap kau abaikan.
—
Dari sekian banyak cara meraih kebahagian,
aku pilih menjadi orang yang kau butuhkan;
sebagai cinta.
—
Mungkin Tuhan mencitrakan engkau,
dengan sebaik-baiknya, cinta;
pati dari segala surya, cerlang bagi mata yg memandang.
—
Pada akhirnya,
kau takkan mengenali apapun tentangku,
kecuali hatiku yang selalu mengenali rindumu.
—
Kita pernah berjuang menantang takdir.
Lalu berujung sia-sia,
sebab waktu yang tak acuh;
menanggalkan cinta, meninggalkan duka.
***
—
Bahkan, dalam keramaian yang paling riuh,
selalu dapat kudengar derit daun jendela kenangan,
yang terayun-ayun angin rindu.
—
Hatiku riak laut tanpa gelombang.
Kemudian cintamu datang,
serupa petir menyambar; menunggangi arus pasang.
—
Berjanjilah padaku,
kelak saat cinta ini mati,
kau takkan membunuh hidup.
—
Pada redupnya kenangan,
selalu ada yang menyala dengan begitu terang;
unggun-unggun api rindu.
—
Sebab nama ialah semacam doa,
akan kunamai engkau sebagai cinta,
kelak dari rahimmu lahir anak-anak kebahagiaan kita.
***
—
Sesekali, kutuliskan nama cinta selain milikmu,
pada puisi kerinduan;
sebab aku rindu cemberutmu memendam cemburu.
—
Mungkin Tuhan tersenyum,
pun terbahak.
Setiapkali kusebut namamu dalam doa;
memintakan takdir yang tak pernah Ia tuliskan.
—
Atas nama cinta,
aku ingin meminangmu pada kebahagiaan.
Sesudahnya,
akan kugarisbawahi nama kita dengan pena keabadian.
***
—
Tuliskan sebuah puisi untukku,
dengan cinta ada di permulaan,
dan kita mengisi bait-baitnya,
tanpa perlu kauberi penutupan.
—
Pada wajah yang dipenuhi oleh kerutan waktu,
selalu kutemukan cinta yang tiada pernah menua,
tak tersentuh usia, milik ibuku.
—
Sepasang mempelai, berdampingan di pelaminan.
Mereka bergenggaman tangan,
sedang hatinya memeluk masa lalu masing-masing.
—
Kuberikan engkau sedikit cemburu,
sebagai cambuk bagi hatimu yang tengah meragu,
hilang pandu karena rindu.
***
—
Kemana lagi engkau hendak bertualang, cinta?
Tidakkah kaulihat,
ada begitu banyak rindu yang belum sempat kau petik.
—
Untuk semua kebaikan cinta,
ambillah kebahagianku sebagai upahnya.
—
Bagaimana caramu mengelabui waktu,
hingga ia tertipu,
dan kau pun kekal dalam kenanganku — tiada tersentuh usia.
—
Kelak pada suatu ketika,
aku ingin menjadi alasan yang membuatmu terluka;
di saat cinta,
meniadakan kita untuk sementara.
***
—
Pada sebuah hati,
aku ingin membangun dunia.
Semesta bagi rindu untuk bermukim,
memekarkan cinta di sepanjang musim.
—
Sesekali aku ingin melihat air matamu luruh dengan tiba-tiba,
saat melihatku membisikkan adzan di telinga bayi kita,
misalnya.
—
Rindu adalah penyakit masyarakat;
sebab tak jarang membuat resah lingkungan terdekat.
—
Di ujung jalanan yang bersimpang,
kumohonkan keteguhan hati padaMu,
sebelum kaki terlanjur melangkah;
tapaki pilihan yang salah.
***
—
Saat aku diam tak menyapa,
bukan berarti sengaja atau terlupa;
aku hanya ingin mendengar rindu terucap dari bibirmu.
—
Rindu ini menguras dompetku;
belanjakan rupiah untuk mendengar suaramu,
atau sekadar mengirim pesan singkat untukmu.
—
I am with you in your heart;
a miraculous place.
Don’t take me away to where the murky,
clumsy time flows on reality’s surface.
***
—
Kau mati muda dalam kenanganku,
layaknya syuhada;
kau akan kukenang dan kusebut dalam tiap do’a.
***
—
How can I tell you about the past,
when I’m still in the present with you?
I just can’t believe we’re through.
—
Didn’t you know;
no one on this earth love you like I do.
—
In the end,
our love will choose his own destiny;
together or separately.
***
—
Sekian lama,
kita merajut cinta , di dalam dusta.
—
Ada hal yang tak dimengerti;
bukan karena dangkalnya pemahaman,
melainkan isyarat agar kita saling menerka dan menduga.
—
Pada akhirnya,
semua akan menjadi biasa.
Kau bahagia bersamanya,
dan aku merawat luka yang kau tinggalkan begitu saja.
—
Cinta berilah aku waktu hidup,
rinduku masih terlalu kanak-kanak untuk mati meninggalkannya.
***
—
Puisiku,
adalah taman bermain bagi rindu tak bertuan,
saling merangkai kata,
yang mungkin mereka sendiri tak paham sejatinya.
—
Serupa atheis; tak menemukan jalan Tuhan,
cintaku kini tersesat di pengembaraan;
mencari agama yang mereka namakan cinta
—
Berbotol-botol bir ini belum juga selamatkanku dari rindu,
mungkin memang sepasang mata air dari dadamu yang kuperlu kini.
—
Sebab puisi adalah takdir kenanganku,
maka biarkan kekal di sana.
Kelak,
ia yg akan membacakan aku buat engkau.
***
—
Seperti biasa,
dua cangkir teh hangat kala senja,
untukku dan bayanganmu; merayakan kenangan.
—
Kaulah sejatinya pujangga; ibu dari anak-anak kata,
rawat mereka di rumah-rumah puisi,
berjaga hingga kelak senja menutup hidup.
—
Dialah kenangan, menyala dalam kegelapan,
tapi sirna di kemilauan cinta.
Dialah kamu, yang berlalu terhanyut waktu.
—
Mungkin rinduku perlu operasi plastik,
biar rupanya bisa menjelma cantik;
agar membuatmu tertarik,
meski hanya sekadar melirik.
***
—
Kutitip puisi pada semilir angin pagi,
semoga kau dengar,
dalam bisiknya saat menyelinap di sela jendela.
—
Dalam puisi aku sediakan kau tempat;
yang bahkan lebih lapang dari dunia,
luas tak berbatas serupa langit.
—
Sebuah perjamuan tergelar senja itu untuk dua perayaan;
cintanya menikahi wanitaku,
dan sepi menyetubuhiku setelah ia berlalu.
—
Wanita, kau bukan bagian dari kata itu.
Kau istimewa; membaca puisimu,
seolah mengenali setiap sel yang membentuk dirimu.
—
Aku memimpikan sebuah ciuman yang liar,
saat lidah kita saling bertamu,
menyampaikan rindu yang telah lama terpinggirkan.
—
Pergilah cinta,
akan kukenangkan kau dalam ingatan,
dan mengekalkannya dalam do’a.
***
—
Selalu kuselipkan pinta dalam do’a,
serta do’a di bait puisi.
Itulah caraku menabahkan hati,
setelah kau patahkan berulang kali.
—
Entah kapan aku dapat menafsirkan,
sesuatu yang hendak diberitakan oleh angin;
menumbuhkan atau meniadakan kenangan.
—
Kita tak lebih dari lembaran kertas polos,
bergantian ditulisi takdir,
bercerita tentang luka dan kebahagiaan.
—
Kepercayaan ialah caraku memerdekakan cinta,
tumbuh dan berkembanglah,
di sepanjang musim yang kau suka.
—
Lelaplah sunyi dalam senyap,
bersama sepi meneriakkan hening.
—
Bukanlah takdir yang memisahkan cinta,
tapi kebahagiaan kitalah yang memilih jalannya masing-masing.
—
Kita adalah kenangan,
aku yang menyediakan ruang,
dan kau angan yang menjadi penghuninya.
—
Pagi ini ku kenangkan lagi,
waktu yang dulu kita lalui bersama,
sembari menghitung kelopak rindu yang berguguran.
***
—
Setelah kau pergi,
tiada yang berubah.
Kecuali bunga yang kau tanami dulu,
layu tiap kali melihatku murung karenamu.
—
Aku selalu menantikan puisi-puisimu,
meski mereka bukan untukku.
Setidaknya aku tahu,
bagaimana caramu merindu.
—
Setelah kamu,
hanya bayanganmu yang berani bertandang ke ingatanku,
menggigil di depan jendelanya.
—
Sesungguhnya cinta tak pernah mengenal kata akhir.
Karena baginya,
semua adalah awal dari berbagai kebaikan.
—
Dalam tiap puisiku,
kau adalah jantung yang mendenyutkan arti;
dari sekumpulan aksara mati.
—
Selamat malam cinta.
Mimpi indahlah,
karena semua mimpi buruk telah kuangkuti;
tuk ku nikmati sendiri.
***
—
Puisi ialah samudera kata,
muara dari aksara yang belum sempat terbahasakan.
—
Pada air mata yang berguguran,
kita bisa berkenalan dengan ketulusan yang bening tak berwarna.
—
Kelak akan diberkati cinta,
jika ia tak lagi saling bersengketa dan menghujamkan luka,
namun meronakan warna warni kehidupan.
***
—
Aku mencintaimu,
dengan segenap asa yang tak terbilang,
lewat puisi yang tak tertuliskan.
—
Aku belajar pada air mata,
yang tetap setia menyambangi,
pada tiap tangisan luka dan haru bahagia.
—
Pada akhir cerita,
kita hanyalah sepasang terdakwa menunggu vonis dari sang Pencipta;
mempersatukan atau memberaikan.
—
Beranda yang berdebu,
namun ada sepasang jejak kaki di situ,
milik bayanganmu, yang tak bosan berkunjung ke ruang rindu.
—
Beranda kenangan,
tempat ternyaman yang kupunya,
untuk menerima kau bertamu, meski hanya lewat bayangan semu.
—
Tiada kasih yang lebih perih,
daripada kisah hati yang patah.
***
—
Tepian MOtadiki,
menantikan kereta kencanamu pulang bersauh,
bawakan penawar rindu dari sitinggil keratonmu.
—
Berilah aku ketabahan ya Tuhan,
untuk temukan rahmat-Mu yang kau namakan perempuan.
—
Sayang, kesetiaan itu bukan sebuah ujian,
tapi benih kebahagiaan yang kelak berbuah manis,
kelak kau temukan di mata anak-anak kita.
—
Tak kan meluruh satupun bunga di hatiku,
selain atas seizinmu sayangku.
—
Setelah kamu,
tiada lagi yang mampu mendamaikan aku dan takdir.
Menggugat pada tiap kemalangan yang mampir.
—
Apa kau tahu,
aku kesulitan mendamaikan kau dan kenangan,
biar mereka tak saling menyakiti.
***
—
Aku bercermin pada waktu,
bukan cinta yang menorehkan pilu,
tapi hasrat yang terlalu.
—
Tuhan ingin aku memberikan hati ini untukmu seorang.
Sebab itulah Dia menciptakannya satu,
bukan sepasang.
—
Sepasang mata ini dapat melihat banyak gadis,
tangan ini bisa menjamahi.
Tapi satu hati ini hanya untukmu,
tak dapat dibagi.
—
Seperti biasa,
kugandeng kenanganmu, duduk di bangku taman,
menantikan langit senja,
sekadar penawar rindu.
—
Bayanganmu kekasih,
selalu menodongkan senjatanya pada tiap cinta yang berani menyapaku.
—
Rindu ini anak panah yang dilepas dari busurnya.
Kelak nanti,
ia akan menghunjam jantungmu.
—
Mungkin kau tak melihat,
rerumputan,
sebagaimana juga hatiku, yang merunduk,
saat kau melangkah pergi.
—
1 April 2011.
Selamat ulang tahun hati yang patah.
—
Senja pertama di bulan April.
Tiada yang berubah,
bayanganmu selalu terlukis di sana.
—
Tiap kedatangan April,
pucuk rinduku berguguran,
terenggut kenangan yang merekah.
***
—
Sayang,
di matamu ada jendela masa depanku.
—
Jika kau tak sanggup lagi berkata,
membisu lah cinta,
biarkan aku menjamahmu segenap rasa,
hingga waktu membangunkan kita.
—
Aku lebih suka teriakmu menghardik,
daripada bisu yang membuat ragu.
—
Jika boleh,
aku ingin menukar semua kesedihan,
dengan kematian dan satu tempat di tanah pekuburan.
—
Sajak ini adalah rindu,
pucuk dari sunyi,
mahkota dari resah.