Diduga, aksi tersebut
dilakukan sejumlah oknum pemilik lahan tambak garam yang kecewa dengan
manajemen PT
Inti Daya Kencana (IDK), selaku investor garam industri
nasional yang mengelola areal tambak sejak tahun 2021 lalu.
Aksi pemblokiran jalan
utama juga sudah pernah terjadi pada 11 September 2021 silam. Di mana, saat itu
12 tua adat yang berdomisili di Desa Weoe, Kecamatan Wewiku, mengaku kecewa
karena pada saat pengoperasian, PT IDK tidak melakukan
upacara ritual sesuai tradisi budaya dan masyarakat setempat.
Pantauan wartawan
victorynews.id, Senin (20/5/2024) di lokasi, ruas jalan masuk menuju tambak
garam dalam kondisi berlubang dan digenangi air.
Diduga lubang tersebut
digali menggunakan eksavator. Karena, tampak kedalaman lubang sekitar dua meter
dengan lebar kurang lebih satu meter.
Kondisi itu mengakibatkan,
kendaraan roda dua, roda empat maupun masyarakat lokal, tidak bisa melintas.
Selain itu, di ruas
jalan alternatif dari Trans Uluklubuk menuju tambak garam, juga terlihat pohon
gewang dengan ukuran besar dengan ranting-ranting tergeletak begitu saja di
tengah jalan. Dan membuat kendaraan roda dua dan empat tidak bisa melintas.
Terpantau dari jarak
100 meter dari pinggir jalan yang diblokir, tidak ada karyawan atau pekerja PT
IDK yang beroperasi di lokasi tambak. Hanya terlihat ribuan karung berwarna biru-putih
berisi garam yang tersusun rapih di pinggir petak tambak.
Aprianus, salah seorang
warga Desa Weseben yang bermukim di sekitar lokasi tambak garam, kepada VN
mengatakan, Bulan Mei adalah bulan tambak garam mulai beroperasi. Dan
perusahaan biasanya melakukan rekruitmen tenaga kerja.
"Tapi ini sudah
pertengahan Bulan Mei, tidak ada tanda-tanda mau aktivitas. Kami juga tidak
tahu kenapa jalan itu ditutup," ungkap Aprianus yang mengaku mantan
karyawan PT IDK.
Menurutnya, pada tahun
2022 pemilik lahan di lokasi tambak garam telah menyerahkan sepenuhnya kepada
pihak perusahaan untuk mengelola dengan kompensasi perusahaan harus ganti rugi
atas lahan yang sudah diolah.
"Jadi waktu itu,
termasuk saya punya lahan di lokasi tambak garam itu sekitar setengah hektar
yang saya serahkan. Dan uang, istilahnya uang sirih pinang yang saya terima
waktu itu sekitar Rp 8 juta lebih. Dengan catatan, lahan itu digarap oleh
perusahaan selama 10 tahun atau sampai tahun 2032 mendatang," ujar
Aprianus.
Ia juga mengaku lahan
kakanya seluar setengah hektare juga diserahkan kepada PT IDK untuk mengelola.
Dan kakanya juga mendapatkan hak yang sama, yaitu Rp 8 juta lebih.
Ia berharap, ada niat
baik dari masyarakat sebagai pemilik lahan untuk membuka kembali akses jalan
tersebut. "Siapa tahu dengan membuka kembali akses itu, pihak perusahaan
punya hati untuk bisa merekrut kembali kami yang sebelumnya pernah bekerja di
situ," ungkapnya.
Tidak Beraktivitas
Terpisah, General
Manager PT IDK Putu Mahardika membenarkan bahwa, akses jalan menuju tambak
ditutup beberapa oknum masyarakat.
"Saat ini PT IDK
tidak dapat melakukan tindakan apa-apa karena penutupan dilakukan di luar lahan
PT IDK dan merupakan jalan umum sehingga kewenangannya ada pada Pemerintah
Kabupaten Malaka," terang Putu secara tertulis melalui pesan WhatsApp,
Senin(20/5/2024)
Putu juga mengaku hal
tersebut sudah dilaporkan kepada Bupati Malaka baik
secara lisan maupun dengan surat resmi, dan juga telah diinformasikan kepada
Polres Malaka perihal penutupan fasilitas umum.
Menurut Putu, dengan
tidak dapat diaksesnya jalan membuat keraguan bagi perusahaannya untuk
berinvestasi lebih lanjut di Malaka.
"Karena
gangguan-gangguan seperti ini sudah sangat sering terjadi dan akibat dari tidak
adanya aktivitas dari perusahaan maka perusahaan dengan terpaksa telah
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada sebagian karyawannya,"
kata Putu yang saat ini sedang berada di Jakarta.
Perihal kronologis
penutupan jalan, jelas Putu, dipicu oleh PHK terhadap seorang anggota security
yang dalam penilaian perusahaan tidak layak untuk diperpanjang kontrak
kerjanya.
"Atas keputusan
itu, sebagian dari para oknum menyatakan solidaritas dan ingin ikut mundur.
Perusahaan sudah mencoba memberikan penjelasan dan memberikan kesempatan untuk
tetap bekerja, namun ditolak dengan alasan mereka ingin bekerja di tempat lain
atau usaha sendiri," ujarnya.
Lanjutnya, karena
perusahaan membutuhkan pekerja, maka perusahaan melakukan rekrutmen tenaga
kerja pengganti yang direkrut dari para pemuda Desa Weoe dan sekitarnya.
"Setelah para
pekerja baru direkrut, barulah para pekerja yang sudah mengundurkan diri
melakukan penutupan jalan dengan alasan lahan yang kemudian dibuat jalan adalah
milik pribadi mereka dan tidak pernah diserahkan kepada Pemerintah Daerah dan
Pemda membangun di lahan pribadi mereka," pungkas Putu.
Investor Aman
Sebelumnya, Bupati
Malaka Simon Nahak mengaku,
dirinya meninginkan investor yang masuk ke Malaka bisa bekerja dengan aman dan
nyaman, serta tidak ada gangguan.
Sehingga, langkah
pertama dilakukan oleh pemerintah daerah, yakni mengecek status tanah yang
menjadi tempat dibangun pabrik garam oleh PT IDK.
"Nah, kalau
dilihat potensinya cukup untuk dikelola namun lahannya yang harus diselesaikan.
Kita bersyukur karena khusus untuk salah satu desa di Kecamatan Malaka Barat,
pemilik lahan sudah tanda tangan perjanjian sewa menyewa," kata Simon
Nahak.
Demikian pula, kata
Simon, pihak perusahaan IDK sudah melunasi sewa menyewa itu. "Kemudian
kita masih lagi akan tingkatkan kerja sama itu dengan Desa Weoe dan lainnya.
Mengapa tahapan ini harus diselesaikan karena kami tahu bahwa potensi itu patut
untuk dikelola menjadi pabrik garam," beber Simon.
"Perlu ada status
hak perusahaan terhadap lahan di atas lahan itu, sehingga ada kepastian hukum.
Kami akan mempercepat proses perizinan kepada para investor yang mau
berinvestasi di Malaka, termasuk PT IDK," jelasnya.
Simon mengatakan, untuk
Kabupaten Malaka, hampir semua daerah pesisir pantai memiliki potensi garam,
seperti Kecamatan Wewiku, Malaka Barat, Malaka Tengah, Kobalima dan Alas.
Sehingga pihaknya akan mendukung investor untuk menggarap lahan di wilayah itu,
tentunya dengan harapan agar masyarakat di wilayah itu juga ikut sejahtera. *** victorynews.id