Namun bila kita melihat
lebih jauh, ada satu hal yang menarik dari kisah Frankenstein itu tentang
kehidupan manusia. Manusia memiliki hakekat kemanusiaan, yaitu akal budi, emosi
dan kehendak. Manusia bergerak dan menjadi bermanfaat bila hakekat
kemanusiaannya digunakan secara optimal dan positif. Dengan demikian, manusia
itu dikatakan sebagai manusia. Manusia yang telah mati, akan kehilangan hakekat
kemanusiaannya itu. Manusia yang mati, dia tidak lagi punya akal budi, emosi
dan kehendak (kemauan), semuanya lenyap. Kisah Frankestein itu bercerita
tentang orang mati yang mau dihidupkan kembali, dan berhasil. Manusia itu
“hidup”, tetapi kehilangan sisi kemanusiaannya, kehilangan akal budinya untuk
berpikir bijaksana, kehilangan emosinya sebagai manusia, dan kehilangan
kehendak untuk melakukan hal baik. Dampak dari itu, ia disebut sebagai mahluk
dan bukan manusia.
Perubahan Zaman
Tidak jarang, pada
zaman ini, manusia bertindak seperti Frankenstein. Mereka tidak lagi
menggunakan akal budinya untuk kemaslahatan orang lain dan alam sekitar, tapi
menggunakannya untuk kepentingan diri sendiri. Demikian juga mereka lebih
sering mengumbar emosi nya yang jahat dan merugikan sesama. Bahkan keinginannya
juga hanya untuk memuaskan nafsunya, tanpa peduli bagaimana dengan orang
disekitarnya, apakah mereka menderita karenanya, apakah mereka tertekan
karenanya atau apakah mereka tersiksa. Hal-hal ini menyebabkan merekapun bisa
menyalahgunakan kepandaian dan kekuasaannya serta berupaya untuk menguasai
orang lain dan alam sekitar serta mengeksploitasi. Nah, bukankah hal ini
laksana Frankenstein yang memicu keresahan?
Manusia yang Kehilangan Sisi Manusianya
Mangapa ini terjadi?
Kalau kita merenungkannya, hal ini terjadi karena mereka itu “sudah mati” dari
sisi kemanusiaannya. Mengapa mereka “mati”? Itu bisa disebabkan karena
“Frankenstein” disekitarnya yang “menyerang” mereka, sehingga mereka menjadi orang
yang tidak dipedulikan, orang yang diremehkan dan direndahkan serta tidak
diperlakukan sebagai manusia. Perlakukan seperti ini “mematikan” sisi
kemanusiaannya, dan menyisakan kemarahan yang hebat dan menjelma menjadi
Frankenstein baru. Kondisi ini sesuai dengan istilah homo homini lupus, yang
adalah sebuah istilah dalam bahasa Latin yang berarti "Manusia adalah
serigala bagi sesama manusianya”. Istilah yang mau mengatakan manusia yang
“memakan” sesamanya sehingga “mati” sisi kemanusiaannya, dan menjadi zombie
(Frankenstein).
Apa Ini Artinya Bagi Manusia?
Sebagai manusia yang
hidup, sudah selayaknya kita menjadi teman yang membangun manusia lain. Sudah
seharusnya kita menggunakan akal budi kita (kepandaian) kita untuk kemaslahatan
umat, menjaga dan mengendalikan emosi kita agar bisa mendorong diri kita dan
sesama maju dan berkembang. Dengan demikian, kehendak (kemauan) kita akan
selalu menginginkan hal-hal dan kondisi yang baik bagi semesta. Perjuangan
memperbaiki iklim, perjuangan untuk mengirangi sampah plastik, perjuangan untuk
mengatasi stunting¸dan perjuangan lainnya, membutuhkan kita dan rekan-rekan
kita sebagai manusia, yang memiliki sisi kemanusiaan.
REFERENSI
Harari, Y. N. (2014).
Sapiens: A brief history of humankind. Random House.
Yahya, L. S., Prasetyo,
D. B. (2024). Arsitektur Perilaku: Bagaimana Mengambil Keputusan. Penerbit Buku
Kompas
"Homo Homini
Lupus". The English Encyclopedia.
https://www.encyclo.co.uk/meaning-of-Homo_homini_lupus