Romo Gusti dan Mama Sindy, "Selibat-Menikah" dan Pergaulan yang Sehat dan Wajar dengan Semua Orang

Romo Gusti dan Mama Sindy, "Selibat-Menikah" dan Pergaulan yang Sehat dan Wajar dengan Semua Orang



Suara Numbei News - Peristiwa selingkuhan mama Sindy dengan Pastor Gusti, berakhir dengan Keputusan Mama Sindy cerai dari sang Suami Bapak Sindy. Pada satu sisi peristiwa selingkuhan yang berakhir cerai itu dapatlah disimpulkan sebagai buah dari egoisme yang sangat kental pada kedua orang ini. Mereka sibuk merawat kepentingan dan nafsu dirinya sendiri tanpa tenggang gugat dengan orang lain yang paling merasakan akibat dari kelakuan mereka. Terutama terhadap anak-anak dan suami.

Tetapi, di sisi lain dapatlah dikatakan bahwa perceraian itu sebagai sebuah model pertanggungjawaban sekaligus tindakan jujur. Jujur bahwa keduanya mengakui kalau mereka memang telah membagi kehangatan tubuh dan menghalalkan segala cara karena terdorong oleh magma desakan cinta yang meluap panas di antara mereka.  Bergelora.

Mama Sindy dan Pastor Gusti jujur, fair. Mereka memutuskan cerai agar keduanya tidak hidup dalam selimut kemunafikan seumur hidupnya. Keduanya jujur mengakui bahwa mereka saling mencintai satu terhadap yang lain.

Pastor Gusti tentu saja sadar tidak hanya pada sebabnya, tetapi juga sadar pada akibatnya. Dirinya mencintai Mama Sindy, begitupun sebaliknya. Cinta di antaranya meminta pertanggungjawaban sekaligus kerendahan hati untuk bersikap jujur pada keadaan.

Karena itu, meskipun keduanya bertindak tidak adil terhadap anak dan suami pertamanya Mama Sindy, tetapi keduanya toh telah sanggup berlaku jujur terhadap keadaan hubungan di antara mereka. Kejujuran itu penting, baik dan perlu. Tuhan tahu, tetapi Dia tidak menyahut.

Banyak kasus sejenis terjadi pada orang yang berstatus sosial persis sama dengan perilaku Pastor Gusti dan Mama Sindy. Kita tahu itu. Tetapi,  mereka tidak berani jujur dan tidak siap bertanggung jawab.

Pastor yang tidak jujur pastilah bertabiat buruk dan busuk. Jubah yang dikenakan hanya semacam pembungkus palsu. Tembok biara hanya tameng sosial. Pasangan selingkuhnya pun sama buruknya. Mereka hidup dalam selimut kemunafikan untuk seumur hidupnya.  Tuhan tahu, tetapi Dia tidak menyahut.

Pasangan selingkuhan yang demikian mengambil jalan munafik seumur hidup demi merawat topeng monyet egoisme dangkal.

Maka saya salut terhadap sikap Pastor Gusti dan Ny. Gusti alias Mama Sindy. Keduanya tegas memilih hidup bersama sebagai suami istri. Papa mama produk mesin selingkuh.

Saya berdoa untuk mantan suami dan terutama anak-anak dari Mama Sindy. Batin mereka pasti telah sungguh sangat terluka. Tetapi itulah sejarah. Tuhan tahu tetapi Dia tidak menyahut.

Peristiwa Pak Gusti dan Mama Sindy ini mengingatkan saya pada kisah tragika di novel karya Morris West, novelis terkenal Australia.

West melukiskan dengan sempurna bagaimana dendam seorang anak pada ibu dan pria selingkuhannya yang berujung pada pembunuhan tragis di sebuah tempat di Italia.

***

Tidak ada maksud terselubung selain sebagai sebuah curahan isi hati untuk belajar bersama sebagai Umat Allah, entah sebagai hirarki maupun awam, agar di masa depan Gereja dapat meminimalisasi kasus yang menodai Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan Apostolik.

Kita kembali ke kasus yang menimpa Romo Gusti dan Mama Sindy. Berdasarkan hasil klarifikasi Romo Gusti maupun suaminya, terdapat kesamaan perihal kedua belah pihak yang sudah dianggap seperti keluarga sendiri, sehingga sudah amat biasa berkumpul bersama.

Bagi saya secara pribadi, hasil klarifikasi keduanya menunjukkan ada sesuatu yang salah. Kesalahan itu yang kemudian berujung pada dugaan "skandal" yang menodai wibawa Gereja lokal maupun Gereja Universal.

Selibat-Menikah

Selibat (tidak menikah) dan menikah merupakan panggilan. Keduanya dipanggil menuju kekudusan hidup. Selibat dipanggil menjadi kudus lewat hidup tidak menikah. Dalam "status tidak menikah" ini mereka berjuang untuk hidup suci demi memperjuangkan Kerajaan Allah.

Sebaliknya seorang awam, melalui "status menikah" mereka berjuang menjadi kudus dalam seluruh pergumulan hidup mereka di tengah dunia.

Saya mengulangi pernyataan ini, "Selibat bukan sekedar tidak menikah, tetapi yang lebih mendasar adalah menjaga kemurnian selibat". Kalau sekedar tidak menikah, maka di tengah masyarakat teramat banyak orang yang tidak menikah dengan beragam alasan.

Namun demikian, hidup selibat sebagai sebuah panggilan adalah panggilan dan pilihan menjadi kudus, hidup murni/suci demi melayani Allah dan sesama. Ini berarti bahwa panggilan menjadi "kudus, murni/suci" merupakan usaha yang berlangsung sepanjang hayat untuk tetap menjadi kudus/suci/murni dalam kerapuhan manusiawi mereka.

Ini bisa terjadi melalui beragam cara dan sarana. Salah satunya adalah menjalin dan menjaga pergaulan yang sehat dengan semua orang.

Pertanyaannya, apakah hasil klarifikasi dari dugaan skandal tersebut adalah pergaulan yang sehat? Bagi saya jelas tidak sehat!!! Alasannya adalah panggilan selibat berarti bergaul dengan semua orang yang berdasar pada cinta tanpa pamrih dan cinta yang tidak mengikat diri kepada atau untuk orang-orang tertentu saja.

Relasi eksklusif seorang selibater pada kenyataannya amat berbahaya karena telah mengikat diri kepada orang/kelompok tertentu, yang pada akhirnya bisa mengabaikan orang lain. Dan pada akhirnya dapat menjerumuskan seorang selibater kepada cinta eksklusif yang seharusnya menjadi ciri khas panggilan hidup menikah bagi seorang awam.

Saya mencatat satu hal yang kiranya menjadi atensi bagi seorang calon atau seorang selibater. Ini berkaitan dengan kebiasaan para calon atau seorang selibater yang kerap mencari "orang tua asuh".

Secara pribadi saya teramat risih dengan hal ini. Apalagi biasanya "orang tua asuh" yang dicari adalah orang-orang berduit, dan ditambah lagi dengan paras yang "cantik". Yang pada akhirnya akan berlanjut pula ke relasi baru dengan "kakak asuh", "adik asuh", "tetangga asuh" dan seterusnya.

Ini perlu menjadi perhatian serius. Seorang calon atau selibater adalah mereka yang terpanggil untuk mencintai dan melayani semua orang. Ciri dasarnya adalah cinta inklusif dan bukan cinta eksklusif.

Ditambah lagi sering berkunjungnya seorang calon atau selibater kepada "orang-orang tertentu ini" akan melahirkan perasaan tidak puas bagi umat yang tidak menjadi "orang tua asuh", yang nota bene adalah umat yang seharusnya juga mendapatkan cinta dan perhatian yang sama dari seorang yang terpanggil secara khusus.

Menikah-Selibat

Hidup menikah juga adalah panggilan menjadi suci/kudus. Melalui hidup menikah, seorang laki-laki mengikat dirinya secara utuh/total kepada seorang wanita yang dicintainya untuk seumur hidup, dan sebaliknya. Relasi cinta dalam hidup menikah bersifat eksklusif, terbatas kepada orang tertentu saja.

Dalam konteks hidup menikah, relasi inklusif yang bersifat tertutup adalah pengingkaran terhadap cinta yang seharusnya tertuju kepada orang tertentu saja.

Bahaya yang kerap terjadi adalah ketika salah satu pihak membuka diri kepada orang-orang tertentu untuk masuk dan menjadi bagian dalam relasi hidup mereka. Biasanya ini akan berujung pada tindakan pengingkaran lewat perselingkuhan.

Perselingkuhan bisa terjadi karena ada ruang yang diberikan kepada orang lain. "Ruang" yang dimaksud adalah "hati", "rumah" dan "kamar". Yang seharusnya ruang-ruang ini adalah ruang privat.

Untuk menjaga hidup menikah maka teramat penting untuk menjaga ruang "hati", "rumah" dan "kamar" tetap menjadi ruang privat. Relasi dengan orang lain itu penting sebagai perwujudan realitas kemanusiaan, namun tetap harus menjaga relasi dan ruang privat yang hanya berlaku untuk diri sendiri dan orang tertentu saja.

Ini berlaku pula dalam relasi antara seorang yang menikah dan seorang selibater. Relasi mereka adalah relasi "gembala" dan "domba". Relasi di antara mereka adalah saling menguatkan lewat doa dan perhatian yang seperlunya, tanpa harus memasuki dan mendatangi wilayah privat-nya masing-masing.



 

 

 

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama