Hati-Hati Janji Bombastis dan Retorika Manis Pada Pilkada 2024

Hati-Hati Janji Bombastis dan Retorika Manis Pada Pilkada 2024



Suara Numbei News - Menuju pilkada 27 November 2024 yang sebentar lagi akan berlangsung banyak fenomena politik yang terjadi di kalangan publik. Hal itu lumrah terjadi sebagai embe-embel dari proses persiapan pesta demokrasi selagi tidak menyangkal prosedur dan membenturkan aturan yang berlaku.

Akan tetapi fakta empiris menunjukkan bahwa proses persiapan kontestasi pilkada 2024 ini, ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan koridor hingga mencuat menjadi pembahasan hangat. Salah satunya pada Putusan MA no. 23/P/HUM/2024 tentang batas usia Calon Kepala Daerah yang menuai pro kontra. Masih banyak lagi problem yang lain mulai dari tingkat pusat hingga ke daerah.

Terlepas dari hiruk pikuk tersebut, tentunya proses akan terus berlangsung. Setelah mendapat rekomendasi dari partai, para peserta pilkada siap melenggang pada perhelatan perebutan kursi kekuasaan lewat Daftar Calon Tetap (DCT) yang sebentar lagi dikeluarkan oleh KPU. Walaupun ada juga peserta pilkada independen yang tidak menggunakan mobilisasi partai. Tetapi mereka semua pastinya sudah matang untuk bertarung lewat berbagai strategi yang sudah disiapkan.

Mereka yang keluar sebagai peserta kontestasi pilkada nanti, belum melewati uji kelayakan dari kita sebagai rakyat pemegang kekuasaan tertinggi. Tentunya hal itu sudah dijadwalkan oleh tim penyelenggara, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada masa kampanye nanti. Masa kampanye tersebut menjadi momentum kita untuk menguliti serta menguji program setiap peserta kontestan.

Bahkan sebelum jadwal kampanye, ada beberapa bakal calon kepala daerah sudah mulai menampakkan taringnya. Lewat berbagai kegiatan yang berseliweran di media sosial bakal calon kepala daerah membagikan kegiatan sehari-harinya untuk menarik simpati rakyat.

Ada yang membagikan sembako dengan masyarakat sambil selfi dan menjanjikan untuk membangun infrastruktur (jalan, industri, lapangan kegiatan olahraga berstandar nasional dan lain-lain). Semuanya beriringan dengan bansos sebagai tanda bahwa bakal calon tersebut peduli terhadap masyarakat. Hingga ada yang mengadakan seminar sebatas puja-puji dan gaya-gayaan untuk terlihat keren di mata masyarakat.

Memang semua itu baik untuk kemajuan suatu daerah jika benar adanya terwujud. Masyarakat pasti menginginkan supaya kesejahteraan dan kemakmuran dapat tercipta dalam siklus kehidupannya. Oleh karena itu negara bertanggung jawab penuh untuk mewujudkan hal tersebut lewat pemimpin yang altruistik dan progresif.

Akan tetapi, coba kita refleksi tentang kepemimpinan sebelumnya. Dimana ada banyak paradoks yang terjadi. Para pemimpin setelah menduduki jabatan kekuasaan, amnesia dengan janji-janjinya pada saat kampanye atau pada proses pemilu. Pada saat itu, mereka berjanji begitu dahsyat seakan menyeruak di dalam otak dan nalar masyarakat. Sehingga banyak masyarakat terkecoh dan akibatnya menjadi salah pilih pemimpin.

Setelah memberikan mandat untuk diemban bukan untuk kepentingan masyarakat banyak, malah sebaliknya untuk kepentingan pribadi dan koleganya. Hal itu sangat disayangkan bagaimana seorang pemimpin abai terhadap janji dan sumpah jabatannya.

Janji politiknya seperti ruang hampa sedikit tak terdapat kehidupan. Siapa sangka jika janji tersebut tidak terwujud tidak ada penalti ataupun regulasi yang dapat memberikan sanksi atas janji yang telah di ingkari oleh mereka. Ketiadaan regulasi dan ketentuan tersebut yang menyebabkan para peserta pemilu dengan enteng gemar mengumbar janji terhadap masyarakat.

Padahal janji-janji itu mengandung beban moral dan etika yang seharusnya tidak boleh dinegasikan. Prinsip dasar janji politik adalah mengedepankan moral dan etika walaupun tidak ada regulasi yang mengatur karena etika dan moral mendahului ketentuan. Etika dan moral dalam berpolitik menjadi bagian penting dalam proses pembangunan bangsa ini.

Sebentar lagi tahapan kampanye akan diluncurkan. Tahapan tersebut seharusnya menjadi hal penting bagi rakyat. Melalui kampanye para calon kepala daerah menyampaikan kepada masyarakat tentang apa yang akan dilakukannya jika kelak dirinya terpilih. Informasi ini menjadi sangat penting bagi masyarakat sebagai referensi dalam menentukan pilihan pada hari pencoblosan kelak.

Masyarakat harus siap siaga menyambut program kerja yang akan ditawarkan nanti pada masa kampanye. Jangan sampai terhipnotis oleh gelagak, gimmick dan rasa peduli yang dibungkus dengan bansos. Perlu untuk memperkuat daya filtrasi dari apa yang ditawarkan oleh calon pemimpin kita. Supaya kita jangan sampai digiring ke arah pembodohan yang kontraproduktif.

Semua program kerja yang ditawarkan harus berlandaskan atas apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Tak dapat dipungkiri para calon kepala daerah bisa saja menjanjikan sesuatu yang diluar dari kebutuh urgensi masyarakat. Demi mendapatkan dukungan masyarakat para peserta pemilu dapat mempolitisasi sesuatu yang diluar dari kemampuannya sendiri untuk membuat kebijakan pada saat sudah terpilih.

Oleh karena itu, masyarakat harus pandai memilah program kerja yang realistis, berangkat dari situlah bisa menyimpulkan memilih siapa yang lebih tepat. Apakah Janji yang disampaikan para calon tersebut sudah terukur, memiliki parameter, dan kira-kira bisa dikerjakan dalam satu periode kerja.

Jika kita menarik benang merahnya, maka masyarakat mau tidak mau harus dewasa dalam berpolitik. Karena kita adalah subjek sekaligus objek yang berperan penting untuk kemajuan daerah kita.

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama