Cerita Anak Yatim Piatu di Manggarai NTT Iris Pohon Aren untuk Produksi Moke untuk Biaya Sekolah

Cerita Anak Yatim Piatu di Manggarai NTT Iris Pohon Aren untuk Produksi Moke untuk Biaya Sekolah

Ignasius Torres Nance (12), di Kampung Paundoa, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Kab. Manggarai Timur, Provinsi NTT, mengiris pohon aren atau enau di areal perkebunan Wolosambi. Anak kelas IV SD ini harus bekerja karena ia yatim piatu.(KOMPAS.com/MARKUS MAKUR)



Suara Numbei News - Ignasius Torres Nance sudah hidup sebatang kara pada usia 12 tahun.

Ini membuat anak asal Kampung Paundoa, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ini harus bekerja untuk hidup.

Kala teman-teman seusianya masih bebas bermain, Torres sudah melakoni kehidupan layaknya orang dewasa.

Ia setiap hari sudah rutin bekerka. Torres mengiris pohon aren untuk memproduksi air moke atau tuak yang akan dijual demi biaya pendidikannya di Sekolah Dasar Katolik Paundoa, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba.

 “Saya belajar mengiris pohon aren atau enau untuk memproduksi air moke atau tuak dari paman saya, Gregorius Soi saat saya masih kelas IV," ujarnya.

"Awalnya, saya mengikuti paman ke kebun dan melihat cara paman mengiris pohon aren atau enau untuk memproduksi tuak. Kemudian saya berani memanjat pohon aren atau enau dengan tinggi berkisar 15-20 meter."

"Memang, paman yang membuat tangga dari bambu yang mengapit pohon aren atau enau tersebut,“ ceritanya usai sekolah kepada Kompas.com, Rabu (14/8/2024), di kediaman sang paman.

Torres lahir di Malaysia pada 2012 saat kedua orang tuanya merantau ke negeri jiran tersebut.

Lalu, ia dan mamanya pulang ke Manggarai Timur pada 2018. Faktor kesehatan ibunya, Edeltrudis Ndese, membuat mereka kembali ke Manggarai Timur.

Sementara itu ayahnya, Fandrodianus Nance, tetap merantau di Malaysia. Lalu, pada 2021, sang ibu meninggal dunia.

Ignasius Torres Nance (12), di Kampung Paundoa, Desa Komba, Kecamatan Kota Komba, Kab. Manggarai Timur, Provinsi NTT, mengiris pohon aren atau enau di areal perkebunan Wolosambi. Anak kelas IV SD ini harus bekerja karena ia yatim piatu.(KOMPAS.com/MARKUS MAKUR)

“Sejak saya dan mama kembali ke Manggarai Timur pada 2018, ayah tidak lagi memberi kabar, bahkan saat mama meninggal dunia, ayah tidak tahu,” ceritanya.

Kini Torres duduk di kelas VI Sekolah Dasar. Ia terlambat masuk sekolah pada 2019.

“Sejak kelas II SD, saya dan mama tinggal bersama paman di rumah mereka di Paundoa. Mama meninggal dunia di rumah paman karena sakit."

"Sejak saat itu saya menjadi anak yatim piatu. Selain itu, saya juga ada kakak yang tinggal dengan tanta di Kampung Tilir dan kakak sudah kelas II SMA,” ceritanya.

Selama ini, lanjut Torres, paman Gregorius yang membayar uang komite di sekolah dari kelas I-VI.

Tak ingin terus membebani sang paman, Torres belajar mengiris pohon enau atau aren. Kini ia sudah bisa melakoni pekerjaan tersebut.

“Saya mengiris pohon aren atau enau setelah pulang sekolah. Saya mengiris pohon aren pada sore hari kecuali hari minggu saya mengiris pada pagi dan sore hari."

"Selanjutnya, saya masak air moke atau tuak putih (tuak bakok) untuk memproduksi tuak bening atau menjadi minuman beralkohol untuk dijual. Biasa orang Manggarai menyebut minuman beralkohol bakar menyala (BM),” jelasnya.

Ketika akan mengiris pohon aren, Torres harus berjalan kaki dengan jarak tempuh 9-10 kilometer.

Jarak itu ia tempuh dari rumah paman di daerah lembah dari Kampung Paundoa menuju ke areal perkebunan Wolosambi.

“Seusai pulang sekolah, saya makan siang terlebih dahulu, kemudian saya jalan kaki. Kadang-kadang berjalan kaki tanpa sandal. Kadang-kadang memakai sandal jepit."

"Sudah hampir dua tahun ini saya lakukan aktivitas mengiris pohon enau,” ceritanya.

Sebagai anak yang masih membutuhkan kasih sayang orang tua, Torres mengakui kadang menangis ketika mengingat mamanya.

 “Saya selalu ingat mama. Kadang-kadang saya menangis mengenang mama. Sementara ayah saya tidak lagi memberi kabar saat kami sudah berada di Manggarai Timur sejak 2018 lalu,” jelasnya.

Meski demikian, hidup harus terus berjalan. Torrres tak ingin terpuruk dalam situasi tersebut sehingga dia rela melakoni pekerjaan layaknya orang dewasa.

Pada Rabu (14/8/2024), Kompas.com mengikuti langkah Torres menuju tempatnya bekerja guna melihat secara langsung lokasi pohon aren dan cara Torres memanjat pohon aren menggunakan tangga bambu.

Perjalanan melintasi pematang sawah lalu menyeberang dua kali kecil. Lokasi pohon aren berada di kaki sebuah tebing di areal persawahan Wolosambi.

Torres tampak mahir melakoni pekerjaan tersebut mulai dari memanjat hingga mengiris pohon aren, kemudian mengambil air moke putih yang tergantung di batang pohon aren.

Sekitar pukul 14.30 Wita, Kompas.com dan Torres kembali ke Kampung Paundoa.

“Beginilah kegiatan saya seusai pulang sekolah. Saya juga bisa masak atau menyuling air moke putih menjadi minuman beralkohol bening." 

"Paman yang membantu jual kepada warga di sekitar kampung dan uangnya ditampung untuk biaya uang sekolah,” ceritanya. *** kompas.com



 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama