Stigma ini yang
kemudian menempatkan Desa, selalu berada dibawah kota dalam strata sosial.
Masyarakat desa tidak memiliki kepercayaan diri ketika dihadapkan dalam
persaingan. Itu lah sebabnya, selama ini desa hanya di jadikan sebagai objek
atas proyek-proyek pembangunan di mana dalam prosesnya di sesuaikan dengan
selerea dan standar kehidupan perkotaan. Akibatnya apa ?
Tidak sedikit dengan
dalih pembangunan sumber-sumber kekayaan di desa tereksploitasi kemudian melahirkan
kemiskinan baru di pedesaan. Hal ini yang kemudian menurut saya, perlu ada
kesadaran kolektif dari masyarakat Desa itu sendiri.
Lahirnya UU No. 6 Tahun
2004 adalah terciptanya otonomi desa. Ini merupakan harapan bagi masyarakat
Desa untuk mampu membalik paradigma pembangunan desa dari obyek menjadi subyek.
Selain eksploitasi alam, satu hal yang juga menjadi perhatian saya adalah mindset
kebudayaan masyarakat Desa.
Selama ini masyarakat
Desa merasa bahwa kebudayaan mereka tertinggal kemudian beranggapan bahwa
budaya masyarakat kota itu lebih tinggi. Sehingga terjadilah pembelian
kebudayaan mode pakaian, makanan, hiburan termasuk bahasa.
Sehingga Desa kembali
menjadi yang kedua, selain alam nya hilang masyarakat desa juga kehilangan
kekayaan budaya nya sendiri. Orang desa menjadi pribadi yang konsumtif.
Mereka belum merasa
percaya diri, ketika belum punya apa yang sedang rame di kota. Pribadi ini yang
menyebabkan kepercayaan diri sebagai orang desa semakin luntur bahkan sangat
potensi melahirkan kemiskinan.
Bagi saya ini lah
degradasi kebudayaan masyarakat desa sekarang. Semakin kesini, budaya pertanian
di desa semakin tidak menarik, budaya peternakan semakin menghilang, bahkan
mereka rela menjual asset mereka di desa hanya untuk membeli produk yang di
pake masyarakat kota. Biasanya mereka ber-urban ke kota, mencari kerja. Yang
tidak memiliki kompentensi yang cukup, mereka kalah. Lambat laun mereka
terusir dari kota, dan pulang ke desa mereka ngga punya apa-apa.
Ini masalah sosial yang
perlu kita selesaikan sama-sama. Dalam hal ini, negara perlu hadir untuk
memupuk kepercayaan diri masyarakat Desa bahwa kebudayaan yang mereka miliki
bernilai tinggi.
Salah satu nya adalah
perlu ada kebijakan revitalisasi budaya dengan melibatkan masyarakat dalam
setiap proses pengelolaan sumber daya alam yang desa miliki.
Jika desa berpotensi
untuk hidup dari pertanian, bangun mereka dari sisi pertanian. Ciptakan narasi
positif pertanian kepada orang Desa. Bangun mindset bahwa turun ke sawah,
mencangkul, menanam, menyatu dengan tanah itu kebudayaan yang bernilai
tinggi.
Jangan sampai
terdahului oleh kecepatan orang industry yang sangat gencar membentuk persepsi
masyarakat desa agar membeli produk kebudayaan yang mereka tawarkan.
Di awal tadi saya
menyinggung lahirnya UU desa yang kemudian menjadi harapan baru bagi masyarakat
Desa. Masalahnya, ini subyektif ya. Ketika bicara undang2 Desa, pemerintah Desa
terlalu di sibukkan bagaimana mengelola anggaran, proses auditnya, dan pertanggung
jawaban anggaran yang semuanya bersifat administrative.
Bukan menyalahkan, itu cukup regulasi yang menangani, tapi menurut saya ada hal yang lebih penting di prioritaskan yaitu bangun kepercayaan diri masyarakat Desa. Katakan bahwa makanan Desa adalah makanan Indonesia yang sebenarnya, katakana bahwa kesenian, hiburan, dan estetika orang desa adalah kekayaan kebudayaan Indonesia yang sebenarnya. Karena Indonesia yang sebenarnya adalah Desa.
Negara punya power yang kuat dengan regulasi yang mereka miliki untuk mampu mengakomodir semua itu. Setelah itu akan muncul kepercayaan diri masyarakat Desa akan identitas yang mereka miliki. Kemudian baru, distribusi ekonomi mulai di atur. Bangun infrastruktur yang mendukung perputaran ekonomi sesuai dengan potensi yang desa miliki.
Sedikit saya menyinggung aktivitas pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, kebetulan daerah saya terlintasi oleh jalur nya. Mungkin saya terlalu sempit menyimpulkan, tapi sementara ini saya menyimpulkan bahwa pembangunan ini hanya akan kembali membunuh kepervayaan diri masyarakat Desa.
Berapa hektar alihfungsi pertanian yang membunuh kehidupan para petani ? berapa hektar alam desa yang rusak ? berapa banyak petani yang harus urban ke Kota dari hasil pembebasan lahan tapi dalam kondisi bingung harus kerja apa ? Mungkin iya, ini akan menghidupkan ekonomi ? tapi tanpa diikuti peningkatan kapasitas masyarakat desa, ekonomi siapa yang akan hidup ? Lagi -- lagi, sejauh ini, arah pembangunan Negara masih satu arah dengan mengacu pada standar hidup perkotaan.
Point nya adalah, saya
pengen mengajak khusunya untuk orang desa ayolah, restorasi kembali mindset
kita sebagai manusia Desa. Perkuat kembali identitas kebudayaan manusia desa.
Jangan terlalu sempit memaknai budaya hanya sebatas kesenian, tari-tarian atau
satra. Bagi saya, kebudayaan adalah tata nilai. Ucapan kita, prilaku, pakaian,
cara berpikir, bahkan orientasi hidup adalah bagian dari kebudayaan. Jangan
malu menjadi manusia Desa, Kita adalah setara. !!