Kisah Inspiratif Petani Garam di Desa Silawan Belu NTT Raup Jutaan Rupiah Perbulan

Kisah Inspiratif Petani Garam di Desa Silawan Belu NTT Raup Jutaan Rupiah Perbulan

Petani garam sedang memberikan penjelasan kepada siswa-siswi SD St Angela Atambua terkait proses pembuatan garam, Sabtu 24 Agustus 2024. 



Suara Numbei News - Sabtu 24 Agustus 2024, di pesisir pantai Silawan, Desa SilawanKecamatan Tasifeto Timur, yang merupakan pintu masuk perbatasan Indonesia-Timor Leste, terlihat pemandangan yang tak biasa. 

Sejumlah ibu-ibu yang sedang sibuk dengan aktivitas pembuatan garam tradisional tiba-tiba dikejutkan oleh kedatangan rombongan mobil truk TNI dan mobil patwal polisi. Dengan hati berdebar, mereka berhenti sejenak dari pekerjaan mereka.

Namun, kekhawatiran mereka segera berubah menjadi kegembiraan ketika diketahui bahwa rombongan tersebut membawa siswa-siswi SD St. Angela Atambua yang sedang melakukan kegiatan outing class bertema Ekonomi Masyarakat (Pembuatan Garam).

Kunjungan ini bertujuan untuk memberikan pengalaman langsung kepada anak-anak mengenai proses pembuatan garam secara tradisional, yang selama ini menjadi mata pencaharian utama bagi petani garam. 

Kristin Hoar, salah satu petani garam tradisional yang sudah lama berkecimpung menjelaskan proses pembuatan garam kepada para siswa dan guru yang hadir. 

Dengan menggunakan alat-alat tradisional seperti tungku dan seng persegi panjang yang dipasang diatas tungku yang berfungsi sebagai panci besar, berisikan air kecoklatan yang sudah mengering, menyisakan kristal-kristal putih.

"Kami hanya menggunakan alat-alat tradisional seperti tungku dan panci yang sudah dimodifikasi. Meskipun sederhana, alat-alat ini cukup untuk menghasilkan garam yang dapat dijual," katanya.

Kristin menuturkan bahwa semakin banyak bahan yang mereka olah, semakin banyak pula garam yang bisa diproduksi, yang berarti semakin banyak uang yang bisa dibawa pulang untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 

“Ini adalah satu-satunya tempat bagi kami untuk mengais rezeki sehari-hari. Walaupun lelah, kami tidak pernah menyerah demi memenuhi kebutuhan keluarga,” ujarnya dengan penuh semangat.

Kristin mengungkapkan bahwa proses pembuatan garam ini sudah dijalankannya sejak tahun 1990. 

“Kami mulai memproduksi garam dengan cara tradisional ini sejak lama, dan hasilnya cukup memuaskan. Setiap hari, kami bisa menghasilkan sekitar 2-3 bakul. Dalam seminggu, itu bisa mencapai 12 hingga 16 karung,” jelas Kristin.

Setiap karung garam dijual dengan harga antara Rp 150.000 hingga Rp200.000, tergantung kualitas. Jika diakumulasikan, dalam sebulan mereka bisa menghasilkan pendapatan lebih dari satu juta rupiah. 

“Meskipun jumlah ini tidak banyak, namun cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan biaya sekolah anak-anak,” tatambahnya.

Kristin mengungkapkan bahwa perhatian dari pemerintah masih minim. Terutama terkait pemasaran. 

"Setiap kali mereka datang hanya untuk melihat kondisi kami. Baru tahun ini kami hanya mendapat bantuan beberapa drum, jerigen, karung, gayung dan ember untuk produksi garam. Bantuan ini tentu saja belum cukup untuk mendukung produksi garam secara optimal," ungkap Kristin. 

Kristin dan kelompoknya sebenarnya berharap lebih banyak bantuan dari pemerintah untuk mendukung kegiatan ekonomi mereka. 

"Kami membutuhkan alat yang lebih baik dan bantuan yang lebih signifikan agar bisa meningkatkan produksi. Terutama itu terkait pemasaran. Saat ini, dengan alat yang seadanya, kami harus bekerja lebih keras, terutama karena harga kayu bakar yang semakin mahal," ujarnya.

Meskipun demikian, semangat ibu-ibu ini tidak pernah surut. Ia dan rekan-rekannya lebih memilih untuk tetap menggunakan metode tradisional meskipun sudah beberapa kali mendapat tawaran untuk menggunakan peralatan modern. 

"Kami lebih suka menggunakan alat tradisional. Walaupun lebih berat, ini adalah cara yang kami ketahui dan sudah menjadi bagian dari hidup kami," kata Kristin.

Lebih lanjut, Ia menyampaikan harga garam di pasaran saat ini adalah Rp15.000 per plastik, meningkat dari Rp10.000 sebelumnya. 

Namun, meski harga naik, pembeli tidak selalu ada. "Kadang pembeli sedikit, tapi kami tetap bersyukur, walaupun pendapatan tidak selalu stabil," tuturnya. (Cr23) *** poskupang.com






 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama