Foto: Istri Ipda Rudy
Soik, Welinda Wonlele, dicegat anggota provos saat hendak ke kantor di Kupang,
Selasa (22/10/2024). (Tangkapan layar) |
Robert
menjelaskan Welinda yang mengendarai mobil disetop anggota Provos bukan aksi
penjegalan. Akan tetapi, saat itu anggotanya melakukan pengumpulan bahan dan keterangan
(pulbaket). Ini setelah mendapati informasi Ipda Rudy Soik akan meninggalkan
wilayah hukum NTT.
Saat
hendak melakukan pulbaket, Sormin berujar, tiba-tiba mobil anggotanya dibuntuti
oleh istri Rudy. Merasa curiga, maka sejumlah anggotanya langsung
memberhentikan mobil yang dikemudikan istri Rudy untuk ditanya.
"Bukan
penjegalan ya, itu hanya kesalahpahaman saja karena diikutin terus dari
belakang, makanya anggota langsung berhentikan mobilnya untuk dicek,"
jelas Sormin kepada detikBali.
Sormin
membantah anggotanya saat itu berupaya mengambil foto dan video di rumah Rudy
di RT 17, RW 05, Kelurahan Bakunase II, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, NTT.
Namun hanya melakukan pulbaket.
"Itu
bukan mau foto, tapi pulbaket ya karena seuai informasinya si Rudy mau
meninggalkan NTT begitu untuk mengetahui kebenarannya. Sehingga anggota lakukan
pulbaket," kata Sormin.
Dalam
video berdurasi 2 menit 1 detik yang diterima detikBali, seorang Provos
berkemeja putih meminta Welinda agar menunjukan surat-surat mobil berupa STNK
dan SIM. Welinda kemudian menunjukan SIM beserta STNK-nya.
"STNK
ada. Tunggu saya lihat," kata pria itu.
Istri Rudy Berdebat dengan Provos
Polisi
itu kemudian, mengecek satu per satu kelengkapan mobil Welinda. Welinda
kemudian meminta para petugas agar tidak menahan dan menbawa surat-surat
mobilnya.
"Bapak tidak usah bawa. Sudah, saya ada (SIM dan STNK) ini pak. Sudah
bapak, saya tidak mau. Bapak bukan urusan di jalan," kata Welinda sembari
berdebat dengan para petugas.
Dia lantas menanyakan alasan pengadangan dan pemeriksaan surat-suratnya. Dia
juga menanyakan alasan SIM-nya ditahan."Kenapa SIM saya diambil? Kan bapak
sudah melihat," teriak Welinda sembari berupaya merampas SIM-nya dari pria
itu dari dalam mobil.
Polisi
itu lalu menjawab maksudnya merampas SIM Welinda, itu untuk didokumentasikan
agar jelas. Namun, Welinda bersikeras agar tidak boleh melakukan dokumentasi.
Sebab, SIM-nya masih aktif.
"Bapak
melaksanakan tugas apa? Saya tanya, kenapa kendaraan saya saja yang diperiksa.
Bapak tolong jawab," ujar Welinda dengan nada tegas.
Kemudian,
seorang petugas berseragam Provos lengkap menyampaikan maksud pemeriksaannya
adalah untuk mengecek karena mencurigai ada sesuatu. Sehingga terjadinya
perdebatan antara Welinda dan petugas itu tak terhindarkan.
"Mohon
maaf kami mencurigai ada sesuatu sesuai Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002, itu
sudah jelas bahwa kami pihak kepolisian berhak dan punya kewenangan untuk
memeriksa surat-surat," kata petugas itu.
Para
petugas itu kemudian mempersilakan Welinda bersama rekannya untuk melanjutkan
perjalanan. Welinda lantas menjawab aksi mereka sangat berlebihan.
"Saya
sudah tahu kamu juga. Ternyata kamu ya yang tadi pergi foto dan video rumah
saya," ungkap Welinda sembari tersenyum dan meninggalkan lokasi kejadian.
Upaya Paksa Patsus Rudy Soik
Sebelumnya,
Polda NTT menegaskan akan menggunakan upaya paksa menangkap Ipda Rudy Soik
untuk dipatsus selama 14 hari. Polda NTT mengeklaim hal itu sesuai perintah
atasan yang berhak menghukum (ankum).
"Seharusnya
begitu (langsung dipatsus selama 14 hari) sesuai perintah yang ada," ujar
Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy, saat konferensi pers di Mapolda NTT,
Senin (21/10/2024) malam.
Ariasandy
menjelaskan eks KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota itu dalam tahun ini
terjerat lima perkara, yaitu tiga kasus disiplin dan dua kasus kode etik. Kasus
kode etik itu berkaitan dengan putusan demosi selama tiga tahun ke luar wilayah
NTT dan berkaitan dengan PTDH. Sedangkan kasus disiplin, yaitu meninggalkan
tugas tanpa izin selama dua hari.
"Hukuman
disiplin dengan patsus selama 14 hari belum dilaksanakan hingga saat ini. Jadi
saya tegaskan lagi, anggota provos yang turun sudah dilengkapi dengan surat
perintah, aturan dan tata cara yang diperbolehkan oleh aturan berkaitan
kegiatan di lapangan," jelas Ariasandy.
Dia
menegaskan upaya yang dilakukan provos adalah untuk menertibkan anggota polri
yang terikat oleh aturan dalam institusi. Sebab, Ariasandy berujar, Rudy masih
berstatus sebagai polisi aktif.
"Yang
namanya polisi tugasnya masuk kantor, ya masuk kantor tanpa alasan karena belum
ada SKEP terhadap yang bersangkutan," tegas Ariasandy.
Kabid Propam Polda NTT, Kombes Robert Anthoni Sormin, mengatakan Polda NTT
tetap melaksanakan perintah atasan tanpa alasan. Sehingga penahanan tetap
dilaksanakan secara tegak dan tegas.
"Apa
pun alasannya, kami tetap melaksanakan perintahnya. Kalau juga yang
bersangkutan tidak datang, saya tegas mengatakan akan melaksanakan perintah
atasan ankum," tandas Sormin.
Jemput Paksa Diklaim Tak Ada Surat Perintah
Diberitakan
sebelumnya, kuasa hukum Ipda Rudy Soik, Ferdy Maktaen, menyebut anggota Provos
Polda NTT yang menjemput paksa kliennya tak dibekali surat perintah. Hal itu
dinilai sebagai tindakan yang tak manusiawi.
"Saya
minta agar Polda NTT lebih manusiawi. Kalau ada surat perintah terhadap klien
kami, pasti dia kooperatif. Ini tiba-tiba datang dengan banyak pasukan, kan
kami bingung," ujar Ferdy, Senin (21/10/2024) malam.
Ferdy
menjelaskan alasan penjemputan paksa itu karena Rudy tidak masuk kantor selama
dua hari. Menurutnya, upaya tersebut merupakan akumulasi ketidakpuasan Kapolda
NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, terhadap isu pemasangan garis polisi
dan penyelidikan bahan bakar minyak (BBM) ilegal yang dilakukan Rudy.
Ferdy
menilai, penjemputan paksa itu merupakan upaya kriminalisasi dan pembungkaman
terhadap Rudy ketika mau membongkar mafia BBM.
"Hari
ini kita dipertontonkan sebuah drama bahwa anggota yang tidak masuk dua hari
dijemput paksa oleh Polda NTT. Saya minta kapolri segera atensi kasus
ini," ucapnya.
Ferdy
menyayangkan tindakan Polda NTT yang makin arogan. Dia menyebut Polda NTT tak
mengikuti aturan kapolri terhadap putusan yang diberikan kepada Rudy. Padahal
keberatan yang telah diajukan tidak ada keputusan dan diberikan kepada Rudy.
"Tiba-tiba
langsung datang jemput. Mirisnya hanya dua hari tidak masuk kantor saja
langsung mau jemput paksa untuk ditahan. Kasihan sekali. Putusan sampai hari
ini tidak dikantongi oleh klien kami," ungkap Ferdy.
Ferdy
akan melaporkan Polda NTT ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Menurut dia, aksi para provos itu membuat keluarga, istri, dan anak-anak Rudy
trauma.
"Ini
anak-anak pada trauma. Bayangkan saja anak-anak Pak Rudy menangis di belakang
rumah. Ini membuat mental anak terganggu. Kami akan laporkan mereka ke Komnas
HAM," tegas Ferdy. *** detik.com