Romo Benny Tetap Seorang Pastor Katolik Hingga Akhir Hayatnya

Romo Benny Tetap Seorang Pastor Katolik Hingga Akhir Hayatnya

Umat Katolik jangan sampai salah paham dalam memahami posisi atau status almarhum Romo Benny.

R.D. Antonius Benny Susetyo. (Foto: JPNN)


Suara Numbei News - Jelang pemakaman Romo Antonius Benny Susetyo, Senin (7/10/2024), beredar rumor bahwa mendiang, yang baru saja meninggal dunia pada Sabtu (5/10/2024) di Pontianak, semestinya tidak lagi dipanggil “Romo Benny”. 

Alasannya karena Romo Benny dianggap sudah melepas jubah atau sudah tidak menyandang status sebagai seorang pastor. 

“Sudah bukan imam. Sudah mengundurkan diri karena memilih berkarier di bidang politik,” demikian celetuk seseorang di salah satu grup WhatsApp.

Rumor semakin kencang karena mendiang dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sukun. Bukan di komplek pemakaman romo-romo diosesan.

 

Surat Pengunduran Diri

Desas-desus bahwa Romo Benny sudah bukan seorang pastor bermula dari kesalahpahaman saat membaca Surat Uskup Malang, Mgr. Henricus Pidyarto Gunawan OCarm No. 202/Uskup-KM/B/XII/2023 yang terbit pada tanggal 19 Desember 2023.

Surat tersebut berbunyi, “…Kami telah menerima penguduran diri RD Antonius Benny Susetyo dari Keuskupan Malang. Kami juga telah mencabut kembali yurisdiksi yang telah kami berikan kepada yang bersangkutan. Dengan demikian, sejak 27 November 2023, kami tidak lagi bertanggung jawab atas semua tindakan dan pernyataan yang dilakukan RD Antonius Benny Susetyo.”

Surat tersebut di atas betul adanya, tapi kadang disalahartikan oleh umat Katolik ataupun masyarakat awam.

Almarhum Romo Benny memang “mengundurkan diri”. Akan tetapi yang dimaksud adalah mengundurkan diri dari tugas-tugas imamatnya sesuai dengan wilayah pelayanannya di Keuskupan Malang.

Atas pengunduran diri tersebut, permohonan Romo Benny disetujui oleh uskup. Meski demikian status yang bersangkutan tetap sebagai seorang romo/imam/pastor.

Jadi, sekali lagi, Romo Benny hanya dicabut/dibebastugaskan dari tugas-tugas atau fungsi imamatnya. Misalnya: memimpin perayaan ekaristi, memberikan/melayani sakramen, dan lain-lain. Namun, beliau tetap berstatus sebagai seorang romo.

Perkecualian bisa diberlakukan jika umat membutuhkan peran seorang imam dalam kondisi-kondisi yang bersifat darurat. Seperti tertulis dalam Kanon 976 Kitab Hukum Kanonik (KHK), “Imam yang telah kehilangan yurisdiksi tetap dapat memberikan absolusi sah dalam kondisi darurat (bahaya maut).”

 

Surat Uskup Malang untuk merespon permohonan pengunduran diri Romo Benny. Surat ini sering menjadi sumber kesalahpahaman umat yang menganggap Romo Benny sudah “lepas jubah” atau mundur sebagai pastor Katolik. (Sumber: Keuskupan Malang)

 


Imam Non-Inkardinat

Kasus yang terjadi pada Romo Benny memang terbilang sangat jarang terjadi di dalam Gereja Katolik. Maka, agar umat Katolik tidak salah paham, umat perlu tahu persis posisi atau status almarhum Romo Benny.

Pertama-tama, perlu dipahami bahwa semasa hidupnya, Romo Benny adalah seorang imam diosesan atau imam projo.

Seorang imam diosesan wajib tunduk atau berada di bawah seorang uskup ketika menjalankan tugas imamatnya di sebuah wilayah diosis/keuskupan.

Semisal Romo Benny adalah seorang imam tarekat/ordo/kongregasi, maka beliau pun harus tunduk di bawah tarekatnya ketika menjalankan tugas imamatnya.

Hal ini sesuai dengan aturan yang tercantum dalam Kanon 265 KHK. “Setiap klerus harus diinkardinasikan pada suatu keuskupan atau tarekat religius.”

Nah, kalau kemudian ditanya, “Lalu tugasnya beliau sebagai romo setelah itu seperti apa?” Dengan sendirinya terjawab bahwa tugas imamatnya dicabut untuk sementara waktu.

Kenapa sementara waktu? Karena setelah itu Romo Benny bisa melakukan kembali tugas imamatnya misalnya beliau ingin berpindah keuskupan. Itulah kenapa dalam surat di atas ada istilah “inkardinasi”.

Keuskupan Malang mempersilakan Romo Benny jika ingin melakukan tugas imamat di keuskupan lain. Meskipun demikian, sampai Romo Benny wafat, beliau belum pernah melakukan proses inkardinasi tersebut.

 

Dimakamkan sebagai Imam

Vikaris Jenderal Keuskupan Malang, Pastor Alphonsus Tjatur Raharso, juga menegaskan hal yang serupa. Ia menyatakan Romo Benny meninggal sebagai imam Katolik.

“Pastor Antonius Benny Susetyo meninggal sebagai imam Katolik. Keuskupan akan memakamkan sebagai imam Katolik,” sebut Pastor Tjatur.

Ia juga menyatakan, “Pencabutan yurisdiksi dan pemutusan hubungan seorang imam diosesan dengan keuskupannya menyentuh dua aspek penting: status imamat dan inkardinasi.”

Kanon 290 KHK mengatur, “Tahbisan imamat bersifat tetap, dan tidak bisa dihapus kecuali oleh keputusan otoritas Gereja untuk kasus yang sangat serius.”

Dengan begitu, status imamat Romo Benny tidak pernah berubah sampai ia tutup usia. Namun demikian, selepas mundur dari Keuskupan Malang, mendiang memang tidak terinkardinasi dengan keuskupan manapun.

Beliau lebih memilih untuk fokus dengan tanggung jawabnya sebagai Staf Khusus Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) hingga akhir hayatnya. (*) katolikana.com



 

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama