Penyidik dari Unit
Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Sikka menghadapi sejumlah hambatan dalam
penyelidikan kasus ini. Salah satu kendala utama adalah adanya perbedaan
kesaksian antara keluarga korban dengan Ajun Inspektur Dua (Aipda) Ihwanudin
Ibrahim, anggota polisi yang diduga terlibat dalam peristiwa ini. Tadinya ia
menjabat sebagai Kepala Pos Polisi (Kapospol) Desa Permaan Kepolisian Sektor
Alok, Kabupaten Sikka, NTT.
Hal tersebut terungkap
dalam laporan polisi model A yang dibuat oleh Polres Sikka. "Dumas
pemberitaan media sosial Garda Flores Com, tanggal 23 Maret 2025 tentang Oknum
Polisi ancam AF 15 tahun Nekat bakar diri," tulis perkembangan
penyelidikan yang diterima Tempo dari Ketua Harian Komisi Kepolisian
Nasional Arief Wicaksono Sudiutomo pada Kamis, 3 April 2025.
Berdasarkan keterangan
saksi yang diperiksa Unit Propam Polres Sikka, peristiwa remaja bakar diri ini
bermula saat Aipda Ihwanudin Ibrahim, mendatangi rumah korban bersama istrinya,
Nurma. Menurut pengakuan Mulhima (67 tahun), kakek korban, Ihwanudin datang
untuk meminta agar korban dinasihati.
Mulhima bertanya kepada
polisi itu, seperti apa dia harus menasihati cucunya. Ia juga bertanya ada
permasalahan apa. Kakek korban, Mulhima, dan istrinya, Kartini Monte,
menegaskan bahwa Ihwanudin sempat mengakui tindakan asusila terhadap korban.
Pada saat itu, kata
kakek korban, Ihwanudin menyatakan telah memperlihatkan kemaluannya kepada
korban dan bahkan sempat mengajak korban untuk menyentuhnya. "Minta maaf
bapa, pada saat saya mandi, cucu bapa ada lewat, saya mengakui ada perlihatkan
kemaluan saya di cucu bapa, kemudian saya panggil F jika mau lihat, lihat
sudah, jika mau pegang, pegang saja," kata Ihwanudin dari kesaksian
Mulhima.
Pengakuan tersebut
direspons oleh nenek korban, Kartini Monte (61 tahun). "Terima kasih Pak
Iwan sendiri yang datang ke rumah kasih tahu daripada saya mendengar dari orang
lain belum tentu benar," kata dia.
Namun dalam
kesaksiannya, Ihwanudin membantah tuduhan tersebut dan mengklaim bahwa ia hanya
meminta korban untuk tidak bermain ke rumahnya tanpa izin. "Aipda Ihwan
bersama istrinya saudari Norma ke rumah (warung) milik Mulhima untuk
menyampaikan agar bapak Mulhima untuk menasehati cucunya saudari F agar cucunya
tidak lagi bermain ke rumah, yang mana cucu bapa sering ke rumah tanpa permisi
tanpa izin pemilik rumah masuk ke dalam rumah," tulis keterangan Aipda
Ihwanudin.
Selain itu, saksi kunci
dalam peristiwa ini—korban sendiri—telah meninggal akibat luka bakar serius.
Hal ini membuat penyidik kesulitan mengungkap fakta secara menyeluruh. Tidak
adanya rekaman atau bukti lain yang dapat menguatkan salah satu dari dua versi
kesaksian ini juga memperlambat proses penyelidikan. Unit Propam Polres Sikka
masih berusaha mengumpulkan bukti tambahan, termasuk mencari saksi lain yang
mengetahui peristiwa sebelum dan sesudah korban membakar diri.
Selain F, ada korban
lain yang sama-sama berusia 15 tahun, KZN atau U. Ia merupakan teman
sepermainan F. Saksi korban yang masih hidup itu mengalami pelecehan
seksual berupa ajakan panggilan video call melalui aplikasi
Mesengger dari Aipda Ihwanudin. Pada saat video call tersebut, Aipda Ihwanudin
sambil menunjukan kemaluannya dan mengirim pesan kepada K untuk berhubungan
badan dengan iming-iming memberikan uang sebesar Rp 1 juta.
Polisi itu telah
dicopot dari jabatannya karena pamer kelamin terhadap dua anak berusia 15 tahun
dan mengajaknya berhubungan seks. “Kalau untuk Sidang Kode Etik dalam waktu
dekat ini. Tanggal dan waktunya belum diinformasikan dari Profesi dan Pengamanan
(Propam),” ucap Kepala Seksi Humas Polres Sikka Inspektur Satu (Iptu) Yermi
Soludale kepada Tempo pada Kamis, 3 April 2025.
Pada saat ini, Aipda Ihwanudin mendapat sanksi penempatan khusus (patsus) di Polres Sikka sebelum sidang etik. Ihwanudin juga telah dicopot dari jabatannya sebagai Kapospol Desa Permaan di Kabupaten Sikka. *** tempo.co