Dalam konteks
Indonesia, pendidikan juga mendapat tempat yang luhur dalam konstitusi. Pasal
31 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan, "Setiap warga negara
berhak mendapatkan pendidikan." Amanat ini diperkuat dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), Pasal 5
Ayat (1), yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh
pendidikan bermutu secara setara. Tidak berhenti pada hak akses, Pasal 3 UU
Sisdiknas menegaskan bahwa pendidikan harus diselenggarakan secara demokratis,
berkeadilan, tanpa diskriminasi, serta menghormati hak asasi manusia.
Namun, pertanyaan yang
perlu kita ajukan: apakah sistem pendidikan formal yang sudah ada, baik di
sekolah negeri maupun swasta, telah sepenuhnya mewujudkan cita keadilan
tersebut? Memang benar, lembaga pendidikan tersebar hampir di seluruh penjuru
negeri, namun jurang akses dan mutu masih lebar menganga, terutama di
daerah-daerah tertinggal dan bagi keluarga prasejahtera.
Dalam semangat
memperluas kesempatan, lahirlah gagasan pendirian Sekolah Rakyat. Sekolah ini
diharapkan menjadi jawaban bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu dengan
menyediakan pendidikan berkualitas yang dilengkapi fasilitas asrama dan
pembiayaan penuh. Sebuah inisiatif mulia untuk membuka jalan menuju pendidikan
yang lebih adil.
Namun, niat baik
tersebut tetap membutuhkan pertimbangan matang. Bayangkan dua orang tua bertemu
di pasar, sembari memilih sayuran, lalu salah satunya bertanya, "Anakmu
sekolah di mana?" Atau anak-anak yang tengah bermain bola di lapangan,
saling bertanya di mana mereka belajar. Jika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
sederhana itu mengindikasikan strata sosial, maka kita berisiko menciptakan
sekat-sekat baru yang justru bertentangan dengan tujuan pendidikan itu sendiri.
Pendidikan seharusnya
menjadi kekuatan pemersatu, bukan alat pembeda. Bukannya membuka jalur-jalur
yang membedakan, seharusnya kita memperkuat sistem pendidikan formal yang ada
dengan meningkatkan akses dan kualitasnya. Beasiswa, penyediaan asrama, serta
program pendampingan yang kuat bisa menjadi solusi agar anak-anak dari keluarga
tidak mampu tetap dapat menikmati pendidikan berkualitas bersama-sama dengan
anak-anak lainnya.
Sebagaimana diamanatkan
dalam kerangka yuridis dan norma teoritis, pendidikan yang demokratis, berkeadilan,
dan tidak diskriminatif adalah fondasi utama bagi terciptanya masyarakat adil
dan beradab. Pendidikan sejatinya bukan hanya soal menyediakan ruang di kelas,
tetapi juga soal merajut rasa, memperkuat solidaritas, serta menanamkan
keyakinan bahwa setiap anak Indonesia, dari manapun asalnya, memiliki hak dan
kesempatan yang sama untuk bermimpi dan mewujudkan masa depan.
Dengan prinsip ini,
kita berharap akan lahir sebuah ekosistem pendidikan yang menyatukan perbedaan,
memperkaya kebersamaan, dan menjunjung tinggi martabat manusia, demi Indonesia
yang lebih inklusif dan berkeadilan. ***