Dalam pandangan
Kierkegaard, manusia bukan sekadar makhluk rasional yang hidup dengan
perhitungan sebab-akibat. Manusia adalah subjek yang mengada, yang
terus-menerus berada dalam proses menjadi. Masa lalu memberi makna, tetapi
tidak pernah memberi kepastian mutlak. Kita menoleh ke belakang untuk memahami
luka, kegagalan, pilihan yang salah, dan momen-momen yang membentuk siapa kita
hari ini. Namun pemahaman itu selalu datang setelah peristiwa berlalu—ketika
semuanya sudah tak bisa diulang.
Di sinilah paradoks
manusia modern bermula. Di zaman sekarang, kita cenderung terjebak dalam masa
lalu: trauma yang tak selesai, kesalahan yang terus diulang dalam ingatan, atau
nostalgia yang melumpuhkan daya hidup. Media sosial, arsip digital, dan jejak
daring membuat masa lalu seakan selalu hadir, bahkan menuntut kita
mempertanggungjawabkannya setiap saat. Kita memahami hidup lewat kilas balik
tanpa henti, tetapi lupa bahwa hidup tidak pernah benar-benar berlangsung di
sana.
Kierkegaard
mengingatkan: hidup harus dijalani ke depan. Artinya, keberanian untuk
melangkah selalu mengandung ketidakpastian. Tidak ada jaminan bahwa pilihan
hari ini akan benar sepenuhnya di masa depan. Justru di situlah iman
eksistensial bekerja—bukan iman dogmatis, melainkan keberanian mempercayai
hidup meski tanpa kepastian rasional. Dalam istilah Kierkegaard, ini adalah lompatan
iman (leap of faith): keputusan untuk bertindak, mencintai, berjuang, dan
berharap meski alasan belum lengkap.
Bagi manusia masa kini
yang hidup di tengah krisis—krisis makna, identitas, keadilan, dan masa
depan—pesan Kierkegaard terasa semakin relevan. Kita boleh belajar dari
sejarah, dari kegagalan institusi, dari luka kolektif bangsa dan pribadi. Namun
kita tidak boleh menjadikan masa lalu sebagai penjara. Pemahaman tanpa
keberanian hanya melahirkan sinisme; refleksi tanpa tindakan hanya melahirkan
kelelahan batin.
Catatan ini mengajak
kita untuk berdamai dengan masa lalu tanpa mengkultuskannya. Mengingat tanpa
terbelenggu. Menyesal tanpa lumpuh. Sebab hidup, menurut Kierkegaard, bukan
soal menemukan rumus yang sempurna, melainkan soal kesediaan bertanggung jawab
atas pilihan-pilihan kita hari ini—di tengah ketidakpastian esok.
Maka, di zaman
sekarang, filsafat Kierkegaard adalah seruan sunyi namun tegas: pahamilah hidupmu
dengan jujur, tetapi jalani hari ini dengan berani. Sebab makna tidak ditemukan
dengan menunggu masa depan tiba, melainkan dengan melangkah—meski gemetar—ke
arahnya.
