MEMAHAMI MASALAH SOSIAL
MASYARAKAT
DALAM HUBUNGAN DENGAN
KELOMPOK SOSIAL
PENDAHULUAN
0.1.Latar
Belakang Penulisan
Peter L. Berger mengemukakan bahwa masyarakat adalah
keseluruhan kompleks hubungan manusia yang luas sifatnya. Masyarakat disebut
sebagai keseluruhan kompleks karena ia tersusun dari berbagai sistem dan
subsistem seperti ekonomi, politik, pendidikan, keluarga, kesehatan dan lain-lain.
Kehidupan sosial masyarakat ini dibentuk dalam sistem interaksi. Interaksi
merupakan syarat mutlak untuk terciptanya masyarakat yang terus membangun
relasi satu sama lain dan menghayati kebudayaanyang mereka miliki bersama.[1]
Interaksi itu dibangun dalam institusi sosial yang merupakan
bagian struktural dari masyarakat dan berfungsi memenuhi kebutuhan masyarakat
sehingga manusia itu bisa bertahan hidup. Agama, keluarga, dan kesehatan
merupakan contoh kehidupan sosial yang perlu dan harus ada supaya masyarakat
bisa hidup secara normal. Agama adalah fakta sosial yang dibatasi manusia pada
sistem kepercayaan yang mengandung unsur supranatural. Pada sistem kepercayaan
ini, semua orang dalam lingkup masyarakat dipersatukan dalam suatu komunitas
moral yang disebut Gereja atau rumah ibadat. Keluarga adalah kelompok sosial yang terdiri dari atau lebih
orang yang terikat oleh karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan yang
hidup bersama untuk periode waktu yang cukup lama. Sedangkan kesehatan merupakan
masalah yang sebenarnya secara sepintas berhubungan dengan masalah medis dari
pada masalah sosial. Namun sering kali kesehatan diartikan sebagai tidak adanya
penyakit. Karena itu, kesehatan memiliki artinya yang sangat luas, yang tidak
hanya soal penyakit tetapi soal keadaan manusia secara mental dan sosial.
Karena bersifat sosial, maka masyarakat mempunyai andil untuk menciptakan dan
membentuk cara hidup yang sehat atau tidak sehat.
Oleh karena itu, pada makalah ini penulis akan
menguraikan masalah-masalah sosial dalam hubungan dengan kepercayaan masyarakat
sebagai umat beragama, kehidupan keluarga-keluarga dalam masyarakat yang lebih
luas dan sosial budaya masyarakat dalam dalam hubungan dengan kesehatan. Dengan
ini, penulis mau menemukan arti dan makna kehidupan sosial masyarakat dalam
pelbagai perkembangan, metode, paradigma dan teori-teori sosiologi.
Perkembangan yang menuntut keterlibatan masyarakat sebagai satu kesatuan
manusia yang hidup bersama dalam kelompok sosial.
0.2.Maksud
dan Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui dan memahami kelompok-kelompok
sosial dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini, penulis berusaha melihat
korelasi antara kepercayaan dan agama dalam masyarakat
b. Untuk mengetahui dan memahami lembaga-lembaa sosial
kemasyarakatan. Dalam konteks ini keluarga dan masyarakat
c. Untuk mengetahui dan memahami hubungan
masalah-masalah sosial dan manfaat sosiologi untuk kesehatan. Pada bagian ini penulis berusaha untuk
memahami konsep masalah sosial dan konsep kesehatan dalam kebudayaan
masyarakat.
d.
BAB I
KELOMPOK-KELOMPOK SOSIAL DALAM
KEHIDUPAN MASYARAKAT: KEPERCAYAAN DAN AGAMA DALAM MASYARAKAT
Kehidupan sosial masyarakat merupakan keseluruhan
hubungan yang dibangun dalam kelompok-kelompok sosial untuk mengartikan
masyarakat sebagai suatu proses perubahan yang panjang. Perubahan itu terjadi
karena adanya konflik sosial yang memungkinkan masyarakat terus berelasi dan
menghasilkan sesuatu. Relasi mengandaikan ada ide-ide yang dapat membentuk masyarakat.
Karena itu, pada bagian ini akan dibahas soal kepercayaan dan agama yang ada
dalam masyarakat.
Bentuk kepercayaan dan agama dalam kehidupan
masyarakat merupakan bagian dari kelompok-kelompok sosial. Kelompok sosial
seperti ini mempunyai suatu keyakinan yang terus membentuk kehidupan mereka
dalam penghayatannya pada yang Maha Kuasa atau Wujud Tertinggi. Kelompok sosial
yang dimaksud merupakan sekumpulan individu yang saling bekerja sama,
berinteraksi dan berhubungan timbal balik. Tepat seperti yang dikatakan oleh
Hendropuspito bahwa kelompok sosial adalah satu kumpulan yang nyata, teratur
dan tetap dari orang-orang yang melaksanakan peran-perannya yang berkaitan guna
mencapai tujuan bersama.[2]
Artinya, agama atau kepercayan itu dijalankan dengan keyakinan yang terus
dihidupi oleh setiap orang atau kelompok. Agama atau kepercayaan yang dianut
oleh setiap orang atau kelompok selalu diakui dan ditaati dengan norma-norma
dan aturan dalam kelompok sosial tersebut.
Untuk sampai pada keyakinan bahwa masyarakat sungguh
menjalankan tugas dan pekerjaan sebagai umat beragama, pertama-tama perlu
dipahami terlebih dahulu beberapa hal yang berhubungan dengan kelompok sosial
masyarakat.
1.1.
Kriteria-Kriteria Kelompok Sosial
Ada beberapa kriteria untuk membangun kehidupan
beragamadalam kelompok sosial:
Pertama, setiap
anggota kelompok memiliki kriteria yang menunjukkan bahwa dia merupakan bagian
dari kelompok yang bersangkutan. Kesadaran ini membawanya pada keyakinan bahwa
ia diterima dan hidup layak dalam masyarakat. Seperti halnya dalam kehidupan
beragama, ia diterima sebagai umat yang taat dan patuh pada norma-norma agama.
Kedua, dalam
relasi antar sesama umat yang menganut keyakinan yang sama ada hubungan timbal
balik untuk saling melayani antar anggota yang satu dengan anggota yang
lainnya.
Ketiga, ada
suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan antara mereka bertambah
erat, misalnya : malayani orang miskin, berpartisipasi dalam kehidupan rohani
atau beragama, memiliki tujuan yang sama sebagai pelayan Allah dalam
peribadatan dan doa, dan iman yang sama dalam penghayatannya.
Keempat, setiap
agama memiliki kelompoknya yang berstruktur, berkaidah, dan mempunyai pola perilaku
yang baik untuk membangun kehidupan bersama yang rukun dan damai dengan
kelompok agama yang lain.
Kelima,
dalam
masyarakat yang plural setiap orang harus dapat hidup dalam sistem dan proses.
Karena itu, agama sebagai proses yang membantu setiap orang bertumbuh dalam
iman dan perilaku hidupnya di tengan masyarakat
1.2.Ciri-Ciri
Utama Kelompok Sosial[3]
Ada beberapa hal yang memberi ciri kepada kelompok
sosial, antara lain:
Pertama, kelompok
sosial memiliki dorongan atau motif yang sama pada individu-individu yang
menyebabkan terjadinya interaksi di dalam lingkungannya. Kelompok sosial
seperti ini merupakan satu kesatuan yang nyata yang bisa dikenal dan dibedakan
dari kelompok sosial lainnya. Misalnya, yang beragama Protestan dan Katolik
pada hari Minggu ke Gereja. Islam pada hari Jumat ke Mesjid.
Kedua, pembentukan
dan penegasan struktur atau organisasi kelompok yang jelas dan terdiri atas
peranan-peranan dan kedudukan hierarkis yang lambat laun berkembang dengan
sendirinya.Ada pemimpin agama dan ada umat. Di sini peran dan status membentuk
kelompok sosial tersebut untuk terus membangun relasi yang baik.
Ketiga, terjadinya
penegasan dan pengaruh norma-norma pedomanyang mengatur interaksi dan kegiatan
anggota kelompok dalam merealisasikan tujuan kelompok. Norma-norma itulah yang
mengatur bagaimana peran-peran itu harus dilakukannya. Karena itu, para
pemimpin agama dan umat yang dipimpin dituntut untuk saling membantu dan
melayani setiap orang yang membutuhkan pelayanan.
1.3 Klasifikasi
Kelompok Sosial Berdasarkan Erat Longgarnya Ikatan Antaranggota
Dalam konteks kehidupan beragama, paguyuban
merupakan kelompok sosial yang anggota-anggotanya memiliki ikatan batin yang
murni, bersifat alamiah dan kekal. Kelompok sosial paguyupan ini menjadi bentuk
yang tepat dalam kehidupan masyarakat yang menghayati keagamaaanya. Kelompok
paguyuban ini memeiliki ciri-ciri yang kuat, yang terdapat dalam ikatan batin
antaranggota dan hubungan antar anggota juga bersifat informal.
Kelompok ini memiliki tingkat solidaritas yang
tinggi karena adanya keyakinan tentang kesamaan iman. Contoh paguyupan ini dikarenakan
adanya ideologi yang didasarkan pula pada agama. Karena itu, paguyupan selalu
mengandaikan ikatan hati yang kuat membentuk setiap orang atas dasar keyakinan
yang sama.
1.4.Jenis-Jenis
Kelompok Sosial dan Peranannya
Masayarakat
dibagi dalam dua jenis kelompok sosial dan memiliki perannya:
Pertama, kelompok
primer (face to face group) yaitu
kelompok yang anggota-anggotanya sering berhadapan muka dan saling mengenal
dari dekat dan karena itu hubungannya lebih erat. Peranan kelompok primer dalam
kehidupan individu besar sekali karena di dalam kelompok primer, manusia
pertama-tama berkembang dan dididik sebagai makhluk sosial. Manusia memiliki
interaksi sosial antara satu dengan yang lain.
Kedua, interaksi
dalam kelompok sekunder terdiri atas saling hubungan yang tidak langsug, jauh
dari formal, dan kurang bersifat kekeluargaan dan hubungan-hubungan kelompok sekunder
biasanya lebih bersifat objektif. Peranan atau fungsi kelompok sekunder dalam
kehidupan manusia adalah untuk mencapai tujuan tertentu dalam masyarakat secara
objektif dan rasional.
Inti perbedaannya adalah bahwa kelompok informal
tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh peraturan-peraturan seperti dalam
kelompok formal. Ciri-ciri interaksi kelompok tidak resmi lebih mirip dengan
cirri-ciri kelompok primer dan bersifat kekeluagaan dengan corak simpati.
Sedangkan ciri-ciri kelompok resmi atau formal lebih mirip dengan ciri-ciri
interaksi kelompok sekunder, bercorak pertimbangan-pertimbangan rasional
objektif.
Oleh karena itu, dengan memahami arti penting
kehidupan dalam kelompok sosial masyarakat, maka ada peran agama dan
kepercayaan bagi masyarakat. Perannya adalah sebagai salah satu sumber hukum
atau dijadikan sebagai norma yang mengatur tatanan sosial yang ideal, sesuai
fitrah manusia. Memberi contoh yang konkrit mengenai kehidupan sosial-kultural
manusia pada masa silam yang dapat dijadikan contoh yang sangat baik bagi kehidupan
bermasyarakat sekarang dan memberi pelajaran kepada masyarakat zaman sekarang agar
tidak terulang lagi dimasa yang akan datang.
Bertolak dari realitas kegunaan dari kelompok sosial
ini, maka pengertian agama menurut sosiologi adalah definisi yang empiris.
Sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang evaluative (menilai).
Sosiologi angkat tangan mengenai hakikat agama, baiknyaatau buruknya agama atau
agama-agama yang tengah diamatinya. Dari pengamatan ini sosiologi hanya sanggup
memberikan definisi deskriptif (menggambarkan apa adanya) yang mengungkapkan
apa yang dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya.
Agama dan kepercayaan menurut Durkheim adalah suatu
“sistem kepercayaan dan praktek yang telah dipersatukan dan berkaitan dengan
hal-hal yang kudus dalam kepercayaan-kepercayaan dan praktek-praktek yang
bersatu menjadi suatu komunitas moral yang tunggal.”[4]
Dari definisi ini ada dua unsur yang penting, yang menjadi syarat sesuatu dapat
disebut agama, yaitu “sifat kudus” dan “praktek-praktek ritual” dari agama.
Agama tidak harus melibatkan adanya konsep mengenai suatu mahkluk supranatural,
tetapi agama tidak dapat melepaskan kedua unsur di atas, karena ia akan menjadi
bukan agama lagi, ketika salah satu unsur tersebut terlepas. Di sini terlihat
bahwa sesuatu dapat disebut agama bukan dilihat dari substansi isinya tetapi
dari bentuknya, yang melibatkan dua ciri tersebut.
Sedangkan menurut pendapat Hendropuspito, agama
adalah suatu jenis sosial yang dibuat oleh penganut-penganutnya yang berproses
pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya
untuk mencapai keselamatan bagi mereka dan masyarakat luas umumnya. Dalam kamus
sosiologi, pengertian agama ada 3 macam yaitu: kepercayaan pada hal-hal yang spiritual,
perangkat kepercayaan dan praktek-praktek spiritual yang dianggap sebagai
tujuan tersendiri dan ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural. Secara
garis besar ruang lingkup agama mencakup:pertama,
hubungan manusia dengan Tuhannya. Hubungan dengan Tuhan disebut ibadah.
Ibadah bertujuan untuk mendekatkan diri manusia kepada Tuhannya.Kedua, hubungan manusia dengan manusia. Agama
memiliki konsep-konsep dasar mengenai kekeluargaan dan kemasyarakatan. Konsep
dasar tersebut memberikan gambaran tentang ajaran-ajaran agama mengenai
hubungan manusia dengan manusia atau disebut pula sebagai ajaran
kemasyarakatan. Sebagai contoh setiap ajaran agama mengajarkan tolong-menolong
terhadap sesama manusia.Ketiga, hubungan
manusia dengan makhluk lainnya atau lingkungannya.Di setiap ajaran agama
diajarkan bahwa manusia selalu menjaga keharmonisan antara makluk hidup dengan
lingkungan sekitar supaya manusia dapat melanjutkan kehidupannya.[5]
1.5.
Fungsi Agama dan Kepercayaan bagi Masyarakat
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan
dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak
dapat dipecahkan secara
empiris karena adanya
keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan
agama menjalankan fungsinya sehingga
masyarakat merasa sejahtera, aman, stabil, dan sebagainya.
Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut:[6]
a. Fungsi
Edukatif.
Agama memberikan bimbingan dan pengajaran dengan
perantara petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai,
pendeta, imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan,
khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani dan lain-lain.
b. Fungsi
Penyelamatan.
Setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam
hidup sekarang ini maupun sesudah kematian. Jaminan keselamatan ini hanya bisa
mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang
sakral” dan “makhluk tertinggi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Dalam hubungan
dengan ini manusia percaya bahwa ia dapat memperoleh apa yang diinginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali
manusia berdosa dengan Tuhan, dengan jalan pengampunan dan penyucian batin.
c. Fungsi
Pengawasan Sosial (social control)
Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang
dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat. Agama mengamankan dan
melestarikan kaidah-kaidah moral (yang dianggap baik)dari serbuan destruktif dari
agama baru dan dari sistem hukum Negara modern.
d. Fungsi
Memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis
ialah kesatuan orang-orang yang didirikan atas unsur kesamaan.Kesatuan
persaudaraan berdasarkan keyakinan yang
sama. Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi
karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya
saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam
dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama.
e. Fungsi
Transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan
mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan
menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.Sedangkan menurut Thomas
F. O’Dea ada enam
fungsi agama dan masyarakat yaitu; sebagai pendukung, pelipur lara, dan
perekonsiliasi, sebagai sarana hubungan transendental melalui
pemujaan dan upacaraibadat, penguat norma-norma dan nilai-nilai yang
sudah ada, pengoreksi fungsi yang sudah ada, pemberi identitas diri dan pendewasaan
agama.
Pembahasan tentang fungsi agama disini akan dibatasi
pada dua hal yaitu agama sebagai faktor integratif dan sekaligus disintegratif bagi
masyarakat. Peranan sosial agama sebagai faktor integratif bagi masyarakat
berarti peran agama dalam menciptakan suatu ikatan bersama, baik diantara
anggota-anggota beberapa masyarakat maupun dalam kewajiban-kewajiban sosial
yang membantu mempersatukan mereka. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang
mendasari sistem-sistem kewajiban sosial didukung bersama oleh
kelompok-kelompok keagamaan sehingga agama menjamin adanya konsensus dalam
masyarakat. Fungsi disintegratif agama adalah meskipun agama memiliki peranan
sebagai kekuatan yang mempersatukan, mengikat, dan memelihara eksistensi suatu
masyarakat, pada saat yang sama agama juga dapat memainkan peranan sebagai
kekuatan yang mencerai-beraikan, memecah-belah bahkan menghancurkan eksistensi
suatu masyarakat. Hal ini merupakan konsekuensi dari begitu kuatnya agama dalam
mengikat kelompok pemeluknya sendiri sehingga seringkali mengabaikan bahkan
menyalahkan eksistensi pemeluk agama lain.[7]
Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia danmasyarakat, karena agama memberikan sebuah sistem nilai
yang memiliki derivasipada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan
dan pembenaran dalammengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan
masyarakat. Agamamenjadi sebuah pedoman hidup. Dalam memandang nilai kehidupan
manusia, dapat kita lihat dari dua sudut pandang: pertama, nilai agama dilihat
dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang
menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
1.6.
Kelestarian Agama Dalam Masyarakat
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, kemudian
lahir pemikiran-pemikiran yang berlandaskan pada pemikiran sekuler seperti
pemikiran Max Weber yang mengatakan bahwa pada masyarakat modern agama akan
lenyap karena pada masyarakat modern dikuasai oleh teknologi dan birokrasi.[8]
Tetapi pemikiran tersebut itu belum terbukti dalam kurun waktu terkhir ini.
Sebagai contoh yang terjadi di negara-negara komunis seperti Rusia, RRC,
Vietnam yang menerapkan penghapusan agama karena tidak sesuai dengan ideologi
negara tersebut, tetapi beberapa orang berhasil mempertahankan agama tersebut,
bahkan umat beragama semakin meningkat. Dengan mengirasionalkan agama bahwa
agama adalah sesuatu yang salah dalam pemikiran, tetapi dengan sendirinya umat
beragama dapat berpikir dan mengetahui apa yang dipikirkan mengenai agama.
Sehingga umat beragama dapat memahami apa arti sebuah agama dan manfaatnya.
Karena semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang
demikian dinamis, teori-teori lama kemudian mengalami penyempurnaan dan revisi.
Bukan pada tempatnya membandingkan kebenaran ilmu pengetahuan dengan kebenaran
yang diperoleh dari informasi agama. Pemeluk agama meyakini kebenaran agama
sebagai kebenaran yang bersifat kekal, sementara kebenaran ilmu pengetahuan
bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan kemampuan pola pikir manusia. Ilmu
pengetahuan sendiri sebenarnya bisa menjadi bagian dari penafsiran nilai-nilai
agama. Seperti yang dikatakan David Tracy bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung
dimensi religious, karena untuk dapat dipahami, dan diterima diperlukan
keterlibatan diri dengan soal Ketuhanan dan agama.[9]
BAB II
LEMBAGA-LEMBAGA SOSIAL KEMASYARAKATAN
2.1.
Keluarga Sebagai Lembaga Sosial.
Konsep sosiologis mengenai lembaga ini berbeda
dengan konsep yang umum digunakan. Sebuah lembaga bukanlah sebuah bangunan
sekelompok orang dan bukan juga sebuah organisasi. Lembaga (institution) adalah
suatu sistem norma untuk mencapai suatu tujuan atau kegiatan yang oleh
masyarakat dianggap penting.Dalam masyarakat yang paling sederhana, keluarga
adalah lembaga sosial satu-satunya. Pekerjaan diatur oleh unit-unit keluarga,
sedangkan anak-anak dididik oleh anggota keluarga. Dalam masyarakat seperti
ini, tidak dibutuhkan struktur lain diluar keluarga.Suatu lembaga tidak lagi
memiliki anggota, melainkan pengikut.
Proses terjadinya suatu lembaga sangatlah panjang.
Mula-mula orang mencari cara praktis dalam memenuhi kebutuhannya. Dalam
pemenuhan kebutuhan itu, dibuatlah norma dan aturan. Dalam terbentuknya aturan
bisa tertulis atau tidak tertulis. Aturan itu ada yang mengikat para anggota
masyarakat dan ada yang tidak. Kekuatan sebuah aturan dapat diketahui dari caranya
(usage) masyarakat memperlakukannya,
kebiasaan (folkways) dan adat
istiadat (custom). Bila sudah
dilakukan oleh masyarakat, norma tersebut telah melembaga.
Norma yang telah melembaga itu pada akhirnya tumbuh
dan berkembang dimasyarakat dan kemudian membentuk intitusi atau pranata.
Terbentuknya pranata dalam sebuah masyarakat, pada dasarnya mempunyai tiga
fungsi, yaitu untuk memberikan pedoman pada anggota masyarakat dalam bertindak,
menjaga keutuhan masyarakat, dan mengadakan sistem pengendalian social (social
control).
2.2.
Pengertian Keluarga
Terdapat beragam istilah yang biasa dipergunakan
untuk menyebut keluarga.Keluarga bisa berarti ibu,bapak,anak-anaknya atau seisi
rumah. Keluarga bisa juga disebut batih yaitu seisi rumah yang menjadi
tanggungan dan dapat pula berarti kaum yaitu sanak saudara serta kaum
kerabat.Definisi lainnya keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua
orang atau lebih yang direkat oleh ikatan darah, perkawinan atau adopsi serta
tinggal bersama.[10]
Para sosiologi berpendapat bahwa asal usul
pengelompokkkan keluarga bermula dari peristiwa perkawinan.Dari sinilah
pengertian keluarga dapat dipahami dari berbagai segi.[11]Pertama,dari segi orang melangsungkan
perkawinan yang sah serta di karuniai anak.Kedua,lelaki
dan perempuan yang hidup bersama serta memiliki seorang anak namun tidak pernah
menikah.Ketiga,dari segi hubungan
jauh antaranggota keluarganamun masih memilki ikatan darah.Keempat,keluarga yang mengadopsi anak dari orang lain.
Beberapa pengertian keluarga di atas secara
sosiologis menunjukkan bahwa dalam keluarga itu terjalin suatu hubungan yang
sangat mendalam dan kuat,bahkan hubungan tersebut bisa disebut dengan hubungan
lahir batin.Adanya hubungan ikatan darah menunjukkan kuatnya hubungan yang
dimaksud. Hubungan antara keluarga tidak saja berlangsung selama mereka masih
hidup tetapi setelah mereka meninggal dunia pun masing-masing individu masih
memiliki keterkaitan satu dengan lainnya
2.3.
Fungsi Keluarga
Keluarga mempunyai panggilan untuk
hidup sesuai dengan hakekatnya dalam persekutuna hidup dan kasih. Karena itu
keluarga memiliki tugas dan fungsinya dalam membangun persekutuan keluarga yang
sejahtera. Adapun fungsi-fungsinya sebagai berikut:[12]
a.
Secara Biologis
Fungsi ini berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan
seksual suami istri.Keluarga ialah lembaga pokok yang secara absah memberikan ruang
bagi pengaturan dan pengorganisasian kepuasan seksual.Kelangsungan sebuah
keluarga,banyak ditentukan oleh keberhasilan dalam menjalani fungsi biologis
ini.Apabila salah satu pasangan kemudian tidak berhasil menjalankan fungsi
biologisnya,dimungkinkan akan terjadinya gangguan dalam keluarga yang biasanya
berujung pada perceraian dan poligami.
b.Mensosialisasi
kepribadaian Anak
Fungsi sosialisasi menunjuk pada peranan keluarga
dalam membentuk kepribadian anak.Melalui fungsi ini keluarga berusaha
mempersiapkan bekal selengkap-lengkapnya kepada anak dengan memperkenalkan pola
tingkah laku,sikap,keyakinan,cita-cita dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
serta mempelajari peranan yang diharapkan akan dijalankan oleh mereka.Sosialisasi
berarti melakukan proses pembelajaran terhadap seorang anak.
c.Kehidupan
Afeksi
Salah satu kebutuhan dasar manusia ialah kebutuhan
kasih sayang atau rasa dicinta.Kebutuhan kasih sayang merupakan kebutuhan yang
sangat penting bagi seseorang yang diharapkan bisa di perankan oleh
keluarga.Kecenderungan dewasa ini menunjukkan fungsi afeksi telah bergeser
kepada orang lain,terutama bagi mereka yang orang tuanya bekerja diluar rumah.
Konskuensinya anak tidak lagi dekat secar psikologis karena anak akan
menganggap orang tuanya tidak memiliki perhatian.
d.Model
Edukatif
Keluarga merupakan guru pertama dalam mendidik
manusia.Dalam hal itu dapat dilihat dari pertumbuhan seorang anak dimulai dari
bayibelajar jalan-jalan hingga mampu berjalan dan semuanya diajari oleh
keluarga.Tanggungjawab keluarga untuk mendidik anak-anaknya sebagian besar atau
bahkan mungkin seluruhnya telah diambil oleh lembaga pendidikan formal maupun
non formal.Oleh karena itu,muncul fungsi laten pendidikan terhadap anak,yaitu
melemahnya pengawasan dari orang tua.
e. Kehidupan
Religius
Dalam masyarakat Indonesia dewasa ini fungsi
keluarga semakin berkembang,diantaranya fungsi keagamaan yang mendorong
dikembangkannya keluarga dan seluruh aggotanya menjadi insan-insan agama yang
penuh keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Fungsi religius dalam
keluarga merupakan salah satu indikator keluarga sejahtera.Model pendidikan
agama dalam keluarga dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu:pertama,cara hidup yang sungguh-sungguh
dengan menampilan penghayatan dan perilaku keagamaan dalam keluarga.Kedua, menampilkan aspek fisik berupa
sarana ibadah dalam keluargaberupa hubungan sosial antara anggota keluarga dan
lembaga-lembaga keagamaan.Pendidikan agama dalam keluarga,tidak saja bisa
dijalankan dalam keluarga,menawarkan pendidikan agama,seperti pesantren,sekolah
minggu, tempat pengajian dan sebagainya.
f. Upaya
Protektif
Keluarga merupakan tempat yang nyaman bagi para
anggotanya.Fungsi ini bertujuan agar para anggota keluarga dapat terhindar dari
hal-hal yang negatif.Dalam setiap masyarakat,keluarga memberikan perlindungan
fisik,ekonomis dan psikologis bagi seluruh anggotanya.Sebagian masyarakat
memandang bahwa serangan terhadap salah seorang keluarga berarti serangan bagi
seluruh keluarga dan semua anggota keluarga wajib membela atau membalaskan
penghinaan itu.Namun demikian, fungsi perlindungan dalam keluarga itu lambat
laun bergeser dan sebagian telah diambil alih oleh lembaga lainnya seperti
tempat perawatan anak,anak cacat tubuh dan mental,anak nakal, anak yatim piatu
dan orang-orang lanjut usia.
g.Kebebasan
dalam suasan Rekreatif
Fungsi ini bertujuan untuk memberikan suasana yang
segar dan gembira dalam lingkungan. Fungsi rekreatif dijalankan untuk mencari
hiburan.Dewasa ini tempat-tempat hiburan banyak berkembang di luar rumah karena
berbagai fasilitas dan aktivitas rekreasi berkembang dengan pesatnya.Media TV
termasuk dalam keluarga sebagai sarana hiburan bagi anggota keluarga.
h.Membangaun
Keluarga yang Ekonomis
Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan pokok
seperti:kebutuhan akan makanan dan minuman, pakaian untuk menutupi tubuhnya dan
kebutuhan akan tempat tinggal.Keperluan rumah tangga itu seperti seni membuat
kursi, makanan dan pakaian dikerjakan sendiri ayah,ibu,anakdan sanak saudara
yang lain untuk menjalankan fungsi ekonominya sehingga mereka mampu
mempertahankan hidupnya.Keluarga merupakan suatu kesatuan konsumsi ekonomis
yang di persatukan oleh persahabatan.
i. Sebagai
Penentuan Status
Dalam sebuah keluarga,seseorang menerima serangkaian
status berdasarkan umur,urutan kelahiran dan sebagainya.Status/kedudukan ialah
suatu peringkat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok atau posisi kelompok
dalam hubungannya dengan kelompok lainnya. Status tidak dapat dipisahkan dari
peran.Peran adalah perilaku yang diharapkan dari seorang yang mempunyai
status.Status dan peran terdiri atas dua macam yaitu status dan peran yang
ditentukan oleh masyarakat dan status dan peran yang diperjuangkan oleh
usaha-usaha manusia.Misalnya wanita adalah status yang ditentukan (ascribed),seseorang mencapai status melalui
tahapan tersendiri yang diusahakan (achieved).
2.4.
Bentuk-Bentuk Keluarga
Dalam kehidupan bermasyarakat pada umumnya dikenal
dua bentuk keluarga. Adapun kedua bentuk keluarga tersebut antara lain: Keluarga
Batih(Nuclear family) dan Keluarga
Besar ( Extended family).[13]Keluarga
batih adalah kelompok orang yang terdiri dari ayah,ibu,dan anak-anaknya yang
belum memisahkan diri dan membentuk keluarga tersendiri.Keluarga ini bisa juga
disebut keluarga conjugal (conjugal
family),yaitu keluarga yang terdiri dari pasangan suami istri bersama
anak-anaknya.Pola keluarga inti ialah tempat tinggal yang sama dengan jumlah
anggota terbatas.Keluarga Luas atau Besar (Extended
family).Keluarga luas yaitu keluarga yang terdiri dari semua orang yang
berketurunan dari kakek dan nenek yangsama termasuk keturunan masing-masing
istri dan suami.Dengan kata lain keluarga luas ialah keluarga batih ditambah
kerabat lain yang memilki hubungan erat dan senantiasa di pertahankan.Sebutan
keluarga yang diperluas ini digunakan bagi suatu sistem yang masyarakatnya
menginginkan beberapa generasi yang hidup dalam suatu atap rumah tangga.
2.5.
Keluarga sebagai Inti Masyarakat
Keluarga sebagai inti masyarakat dapat dilihat dari
dua segi yaitu:pertama, dari urgensi
keluarga itu sendiri di tengah-tengah masyarakat.Pada bagian ini keluarga di
temapatkan sebagai lembaga sosial yang sangat penting dibandingkan dengan
lembaga lainnya.Penjelasannya mengarah pada argumen-argumen yang menempatkan
keluarga sebagai lembaga yang tiada bandingannya.Kedua, dapat juga dijelaskan melalui sejarah keluarga.Pada bagian
ini peran keluarga di tengah-tengah masyarakat memiliki kontribusi penting bagi
terbentuknya lembaga-lembaga sosial pada umumnya.
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam
kehidupan sosial.Didalam kelompok primer,
keluarga inti sebagai masyarakat sehingga terbentuklah norma-norma sosial
berupa sumber hidup dan tanggungjawab (frame
of reference dan sense of belonging).Didalam keluarga
manusia pertama kali memperhatikan keinginan orang lain,belajar bersama dan
belajar membantu orang lain.
Para sosiolog keluarga meyakini,meskipun perubahan
besar terjadi pada setiap lapisan masyarakat,keluarga mendapat tugas penting
untuk ikut ambil bagian didalamnya.Bahkan,keluarga menjadi sumber kepuasan
emosional yang terbesar.Secara historis,peran keluarga di tengah-tengah
masyarakat jauh lebih penting daripada lembaga sosial lainnya. Keluarga
merupakan kelompok primer dalam masyarakat.Kelompok primer adalah suatu
kelompok yang menyebabkan dapat mengenal orang lain sebagai suatu pribadi
secara akrab.Hal tersebut dilakukan melalui suatu hubungan social yang bersifat
informal,akrab, personal dan total yang mencakup banyak aspek dari pengalaman
hidup seseorang.Kelompok primer dipandang penting karena perasaan dan perilaku
yang dijalankannya memiliki arti tersendiri. Dalam kelompok primer, seseorang
mengemukakan keakraban, simpati dan rasa kebersamaan yang menyenangkan.
BAB
III
HUBUNGAN
MASALAH-MASALAH SOSIAL DAN MANFAAT SOSIOLOGI UNTUK KESEHATAN
3.1.
Konsep Masalah Sosial
Angka kemiskinan dan rendahnya indeks pembangunan
manusia menegaskan bahwa jaminan sosial di bidang kesehatan masih jauh dari
harapan. Jaminan sosial di bidang kesehatan kurang memihak kepada rakyat,
terutama kelompok miskin dan mereka yang bekerja di sektor informal.Rendahnya
belanja kesehatan menunjukkan lemahnya kebijakan sosial di bidang kesehatan.
Perawatan kesehatan yang mahal dan ekslusif mencerminkan masih adanya
diskriminasi dalam sistem pelayanan kesehatan nasional di tanah air.
Lahirnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
sebagai perangkat institusional Negara dalam memberikan perlindungan sosial di
bidang kesehatan sangat disambut baik. Diharapkan dengan BPJS, kelompok miskin
yang selama ini tidak memiliki akses yang cukup terhadap pelayanan kesehatan
yang berkualitas, dengan adanya jaminan sosial kesehatan universitas, dapat
memenuhi hak-hak mereka sebagai warga Negara.Intervensi Negara dalam bentuk
kebijakan perlindungan sosial dalam bidang kesehatan merupakan langkah
strategis yang dapat melahirkan efek ganda (multiflier
effects) yakni kualitas kesehatan masyarakat yang semakin baik dan
tercapainya kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa,
dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penanggulangan dan pencegahan
gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan. Pendidikan
kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara
sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan
pengetahuan mengenai hal-hal yang mempengaruhi kesehatan pribadinya dan orang
lain.
Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa
pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk
mempermudah adaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan.
Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia
tidak mampu mendapat jaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang
pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek. Golongan
masyarakat yang dianggap 'teranaktirikan' dalam hal jaminan kesehatan adalah
mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan,
masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak
saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari
pelayanan kesehatan itu sendiri.UU No.23,1992 tentang Kesehatan menyatakan
bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi.[14]
Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang
utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya
kesehatan jiwa merupakanbagian integral kesehatan.
3.2.
Konsep Sehat dan Sakit Menurut Budaya Masyarakat
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu
mutlak dan universal karena ada faktor–faktor lain diluar kenyataan klinis yang
mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks
pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi,
sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba
memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing
disiplin ilmu. Masalah sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan
kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara
biologis, psikologis maupun sosio budaya.
Seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita
penyakit menahun (kronis) atau gangguan kesehatan lain yang menyebabkan
aktivitas kerja atau kegiatannya terganggu. Walaupun seseorang sakit (istilah
sehari -hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia tidak terganggu untuk
melaksanakan kegiatannya, maka ia di anggap tidak sakit.
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang
merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun
masalah buatan manusia, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika,
dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well being,
merupakan resultante dari 4 faktor yaitu:Environment
atau lingkungan, behaviour atau
perilaku, antara yang pertama dan kedua ini dihubungkan dengan ecological balance,heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi
penduduk, dan health care service berupa program kesehatan yang bersifat
preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif.[15]
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan
perilaku merupakan faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap
tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat, tingkah laku sakit, peranan
sakit dan peranan pasien sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kelas
social, perbedaan suku bangsa dan budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama
(yang ditentukan secara klinis), dan bergantung dari variable-variabel tersebut
dapat menimbulkan reaksi yang berbeda di kalangan pasien.
Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural,
social dan pengertian profesional yang beragam. Dulu dari sudut pandangan
kedokteran, sehat sangat erat kaitannya dengan kesakitan dan penyakit. Dalam
kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat harus dilihat dari berbagai aspek.
WHO melihat sehat dari berbagai aspek. WHO mendefinisikan pengertian sehat
sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani, maupun kesejahteraan sosial
seseorang.[16]
Oleh karena itu, menurut para ahli kesehatan,
antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi
perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku
manusia, terutama tentang cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah
kehidupan manusia yang mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri
ditentukan oleh budaya karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa
seseorang tidak dapat menjalankan peran normalnya secara wajar.
3.3. Manfaat Sosiologi untuk
Kesehatan[17]
Sosiologi
kesehatan merupakan cabang sosiologi yang relatif baru. Di masa lalu dalam
sosiologi telah lama dikenal cabang sosiologi, sosiologi medis, yang merupakan
pendahulu sosiologi kesehatan dan terkait erat dengannya. Menurut Kendall dan
Reader, sosiologi mengenai bidang medis mengulas masalah yang menjadi perhatian
sosiologi profesi dan sosiologi organisasi. Sedangkan menurut Straus sosiologi
dalam bidang medis merupakan penelitian dan pengajaran bersama yang sering
melibatkan pengintegrasian konsep, teknik dan personalia dari berbagai
disiplin, dalam mana sosiologi digunakan sebagai pelengkap bidang
medis. Dalam perkembangan selanjutnya perhatian sosiologi medis meluas ke
berbagai masalah kesehatan di luar bidang medis. Dengan demikian, berkembanglah
bidang sosiologi kesehatan. Para ahli pun membedakan antara sosiologi mengenai
kesehatan dan sosiologi dalam kesehatan. Menurut Wilson sosiologi mengenai
kesehatan adalah pengamatan dan analisis dengan mengambil jarak, yang terutama
dimotivasi oleh suatu masalah sosiologi, sedangkan sosiologi dalam kesehatan
adalah penelitian dan pengajaran yang lebih bercirikan keintiman, terapan dan
kebersamaan yang terutama didorong oleh adanya masalah kesehatan. Menurut
Wolinsky orientasi para ahli sosiologi kesehatan lebih tertuju pada masalah
kesehatan, bukan pada masalah sosiologi sehingga sosiologi kesehatan cenderung
miskin teori. Namun, sosiologi kesehatan merupakan bidang yang muda dan hingga
kini bidang sosiologi medis masih tetap dominan.
Konsep
kesehatan dengan cakupan luas kita jumpai pula dalam pandangan Blum, dimana ia
mengemukakan bahwa kesehatan manusia terdiri atas tiga unsur, yaitu kesehatan
somatik, kesehatan psikis, dan kesehatan sosial. Sedangka menurut definisi
Parson seseorang dianggap sehat manakala ia mempunyai kapasitas optimum untuk
melaksanakan peran dan tugas yang telah dipelajarinya melalui proses
sosialisasi, lepas dari soal apakah secara ilmu kesehatan ia sehat atau tidak.
Jadi, kesehatan sosiologis seseorang bersifat relatif karena tergantung pada
peran yang dijalankannya dalam masyarakat. Namun ternyata definisi kesehatan
yang mirip dengan ketiga macam definisi tersebut diatas serupa kita jumpai pula
di kalangan masyarakat. Menurut hasil penelitian di Inggris di kalangan
masyarakat awam pun dijumpai definisi negatif, definisi fungsional, dan
definisi positif. Parson memandang masalah kesehatan dari sudut pandang
kesinambungan sistem sosial. Dari sudut pandang ini tingkat kesehatan terlalu
rendah atau tingkat penyakit terlalu tinggi mengganggu berfungsinya sistem
sosial karena gangguan kesehatan menghalangi kemampuan anggota masyarakat untuk
dapat melaksanakan peran sosialnya. Selain mengganggu berfungsinya manusia
sebagai suatu sistem biologis, penyakit pun mengganggu penyesuaian pribadi dan
sosial seseorang karena masyarakat berkepentingan terhadap pengendalian
mortalitas dan morbiditas.
Dalam
sosiologi kesehatan dikenal beberapa istilah yang menunjukkan sumbangan atau
peran sosiologi pada bidang kesehatan, yaitu :
1.
Sosiology in Medicine
Adalah
sosiolog yang bekerjasama secara langsung dengan dokter dan staf kesehatan
lainnya di dalam mempelajari faktor sosial yang relevan dengan terjadinya
gangguan kesehatan ataupun sosiolog berusaha berhubungan langsung dengan
perawatan pasien atau untuk memecahkan problem kesehatan masyarakat. Hal ini
menunjukkan bahwa fenomena sosial dapat menjadi faktor penentu atau mempengaruhi
orang-orang untuk menangani penyakit atau mempengaruhi kesehatan mereka ataupun
tingkah laku lain saaat sedang sait maupun setelah sakit.
2.
Sosiology of Medicine
Berhubungan
dengan organisasi, nilai, kepercayaan terhadap praktek kedokteran sebagai bentuk
dari perilaku manusia yang berada dalam lingkup pelayanan kesehatan, misalnya
bentuk pelayanan kesehatan, sumberdaya manusia untuk membangun kesehatan dan
pelatihan bagi petugas kesehatan.
3.
Sosiology for Kesehatan
Berhubungan
dengan strategi metodologi yang yang dikembangkan sosiologi untuk kepentingan
bidang pelayanan kesehatan. Misalnya teknik skala pengukuran Thurstone, Likert,
Guttman yang membantu mengenali atau mengukur skala sikap. Peran ini juga
meliputi peosedur matematis multivariate serta analisis faktor dan analisis
jaringan yang biasa digunakan para sosiolog dalam mengumpulkan data atau
menjelaskan hasil penelitian.
4.
Sociology From Medicine
Menganalisa
lingkungan kedokteran dari perspektif social. Misalnya bagaimana pola
pendidikan, perilaku, gaya hidup, para dokter, atau sosialisasi mahasiswa
kedokteran selama mengikuti pendidikan kedokteran.
5.
Sociology at Medicine
Merupakan
bagian yang lebih banyak mengamati orientasi politik dan ideology yang
berhubungan dengan kesehatan. Misalnya bagaimana suatu struktur pengobatan cara
barat akan mempengaruhi perubahan pola pengobatan sekaligus merubah pola
interaksi masyarakat.
6.
Sociology Around Medicine
Menunjukkan
bagaimana sosiologi menjadi bagian atau berinteraksi dengan ilmu lain sepeerti antropologi,
ekonomi, etnologi, filosofi hukum maupun bahasa.
Pernyataan
yang mengemuka bahwa perspektif sosiologi utama yang dirasakan bermanfaat untuk
diterapkan dalam bidang kesehatan adalah konsep struktur. Suatu konsep yang
menunjukkan adanya unsur-unsur umum yang senantiasa terdapat pada setiap
situasi dan interaksi. Dengan membayangkan sikap umum yang biasa terjadi dalam
interaksi antara dokter-pasien maka akan didapat suatu model atau gambaran
mengenai segala sesuatu yang terjadi dan dapat dimengerti mengenai apa yang
keliru dan apa penyebabnya. Dari segi sosiologi setiap individu memainkan peran
dalam semua situasi sosial. Hal ini mengingatkan kita pada hukum-hukum yang
terlibat dalam menjalankan peran dan juga mengingatkan kita pada hukum-hukum yang
terlibat dalam menjalankan peran dan juga mengingatkan kita kepada sifat-sifat
umum dari seorang dokter, pasien, istri, anak dan seterusnya. Artinya bahwa
situasi yang dibentuk secara formil sebenarnya bisa dianalisis secara nyata di
masyarakat.
Dalam
menganalisis situasi kesehatan, sosiologi bermanfaat untuk mempelajari cara
orang mencari pertolongan medis (help-seeking). Selain itu, perhatian sosiologi
terhadap perilaku sakit umumnya dipusatkan pada pemahaman penduduk mengenai
gejala penyakit serta tindakan yang dianggap tepat menurut tata nilai dan norma
yang berlaku dalam masyarakat. Manfaat sosiologi yang lain adalah menganalisis
faktor-faktor social dalam hubungannya dengan etiolog penyakit. Aspek lain yang
menjadikan sosiologi bermanfaat bagi praktek medis bahwa sakit dan cacat fisik
selain sebagai kenyataan sosial sekaligus juga sebagai kenyataan medis. Manfaat
sosiologi berikutnya juga memberikan analisis tentang hubungan dokter-pasien.
Dikemukakan bahwa hubungan tersebut meliputi konflik potensial, seperti konflik
kepentingan pasien dengan kepentingan keluarga dan dokter. Penelitian
menunjukkan bahwa beberapa sikap yang kebanyakan ditunjukkan dokter
memperlihatkan bahwa mereka kurang memahami konflik tersebut. Mereka hanya
berpegang pada moto tertentu yang ditanamkan pada diri dan diproses dalam
situasi latar belakang pendidikan formal dan informalnya guna menghadapi
konflik tersebut.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Agama adalah
fakta sosial yang lahir dari keyakinanseluruh umat manusia yang percaya pada
wujud tertingggi. Kepercayaan ini mememperoleh pemahaman yang lebih luas ketika
agama diartikan oleh sejumlah ahli yang bersifat sunstansia, fungsional dan
deskriptif. Agama mendapat tempat dalam lingkungan sosial masyarakat dengan
pelbagai bentuk aktivitas dan perannya. Agama yang kuat pertama-tama lahir dari
keluarga. Keluarga merupakan kelompok
sosial yang sejatinya terdiri dari atau lebih orang yang terikat oleh karena
hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan yang hidup bersama. Keluarga menjadi
pusat kehidupan suatu kelompok sosial untuk membangun dan membentuk kehidupan
masyarakat yang sejahtera. Keluarga yang sehat akan melahirkan manusia-manusia
yang sehat dalam masayarakat. Karena itu, keluarga berdampak sosial dalam
masyarakat. Dalam hubungan dengan kesehatan sebenarnya secara sepintas
berhubungan dengan masalah sosial. Kesehatan seringkali diartikan dengan tidak
adanya penyakit. Artinya, kesehatan itu ditempatkan pada soal keadaan manusia
secara sosial. Bahwa penyakit tergantung
bukan kepada bakteria melainkan pada lingkungan sosial di mana bakteria itu
bekerja. Karena itu, dalam lingkup masyarakatseluruh kehidupan kelompok sosial
mempunyai andil untuk menciptakan dan membentuk cara hidup yang sehat dalam
kehidupannya setiap hari.
4.2. Usul saran
Masyarakat adalah manusia yang hidup bersama di
suatu wilayah tertentu dalam waktu yang cukup lama yang saling berhubungan dan
berinteraksi dan mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap, dan perasaan persatuan
yang sama. Sedangkan interaksi sosial adalah interaksi sosial adalah suatu
hubungan antar sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu
dalam hubungan antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan
kelompok. Perubahan sosial adalah interaksi sosial adalah suatu hubungan antar
sesama manusia yang saling mempengaruhi satu sama lain baik itu dalam hubungan
antar individu, antar kelompok maupun atar individu dan kelompok. Kita
sebagai manusia biasa tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain, dan
jangan mempunyai anggapan bahwa kita tidak akan pernah membutuhkan bantuan
orang lain. Oleh karena itu marilah kita sama – sama, bahu – membahu dengan
saling membantu antar sesama dalam menghadapi kehidupan ini. Jadi,
didalam sebuah masyarakat terdapat interaksi sosial yang membuat mereka
terhubung antara satu dengan yang lainya dan masyarakat dapat berubah sesuai
dengan faktor-faktor lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Hendropuspito.Sosiologi Sistematik,Yogyakarta:Kanisius,1989.
Pringgodigdo,A.G. Cs., (Red).Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Kanisius,
1990.
Raho, Bernard. Sosiologi, Sebuah Pengantar. Maumere: Ledalero,2004
Soedjono.
Pokok-pokok Sosiologi sebagai Penunjang
Hukum, Bandung: Alumni Offset, 1977.
Surampaet, R.J.Sorga Perkawinan. Bandung: Indonesia Publishing House, 2003.
http://sitirohmie.blogspot.com/2013/04/makalah-pengaruh-sosial-budaya.html,
Diakses pada tanggal 12 April
2014.
http://www.anneahira.com/artikel-kesehatan/sosiologi-kesehatan.htm., Diakses pada tanggal 12 April 2014
[1]Bernard Raho, Sosiologi, Sebuah Pengantar (Maumere:
Ledalero, 2004), p.69.
[5]Hendropuspito,Sosiologi Sistematik, (Yogyakara:
Kanisius, 1989), p. 37.
[7]Ibid.,
[8]Bernard Raho, Op. Cit., p. 131.
[9]Soedjono. Pokok-pokok Sosiologi sebagai Penunjang
Hukum, (Bandung: Alumni Offset, 1977), p. 33.
[10]Bernard Raho, Op. Cit., p. 139.
[11]R.J. Surampaet, Sorga Perkawinan,(Bandung: Indonesia
Publishing House, 2003), pp.12-19.
[12]Ibid.,
[13]A.G. Pringgodigdo, Cs.,
(Red),Ensiklopedi Umum,(Yogyakarta:
Kanisius, 1990), p. 544.
[14]http://sitirohmie.blogspot.com/2013/04/makalah-pengaruh-sosial-budaya.html,
Diakses tanggal 12 April 2014.
[16]Bernard Raho, Op. Cit., p. 159.
[17] http://www.anneahira.com/artikel-kesehatan/sosiologi-kesehatan.htm.,
diakses pada tanggal 12 April 2014