Yang
Biasa: Yang Namanya Belajar
Manakah
yang biasa? Mengembangakan diri! Membangun kepribadian! Ataukah belajar? Kita banyak
mendengar seruan “belajar”. Kebanyakan orang mengenal dan mengerti kata “belajar”.
Namun lebih banyak orang hanya biasa melaksanakan tindakan belajar tanpa
mengerti hakikat belajar yang sebenarnya.
Seorang
cendikiawan Albert Enstein pernah mengatakan: “Aku menciptakan kebahagiaan dari
hal yang biasa yakni belajar”. Yang biasa adalah belajar. Einstein adalah orang
yang suka belajar. Ia terus belajar tanpa bosan. Ia mulai belajar dari dalam
keluarga.
Hanya
dengan belajar manusia dapat sukses dalam hidup personal dan hidup komunalnya. Einstein
adalah manusia yang dibesarkan dalam keluarga. Yang paling pertama dalam
keluarga adalah belajar. Secara sadar atau tidak, manusia mulai kegiatan
belajarnya melalui keluarga. Manusia membutuhkan proses belajar.
Yang Namanya Belajar
Yah
belajar! Tetapi apakah sebenarnya yang dinamakan belajar itu? Kita mulai dengan
hal yang biasa yakni daya penglihatan. Ada beberapa orang berpendapat bahwa
anak mulai belajar sesuatu lewat daya penglihatan. Tetapi tidak banyak orang
yang menyetujui pendapat ini. Dengan melihat otak menangkap dan menanggapi
berita yang disampaikan alat indera lewat rangsangan mata. Jadi proses belajar ini adalah
cara/usaha yang kita pakai untuk menjawab rangsangan-rangsangan yang masuk
melalui mata dan menyentuh otak kita. Kelihatannya aneh bahwa pengertian
belajar dihubungkan dengan ide rangsangan tetapi memang itulah yang sebenarnya.
Kadang-kadang
kita melihat anak melakukan sesuatu tindakanan yang tidak praktis misalnya
menggores-gores lingkaran atau garis yang tak teratur pada lanta. Mungkin kita
ingin melarang tindakan anak itu, tetapi sebaiknya jangan. Dan bila kita
berpikir sedikit baru kita dapat mengerti bahwa tindakan itu merupakan tindakan
belajar, yang meskipun tidak praktis namun menunjukkan tujuan praktis secara
samar-samar. Tindakan anak yang nampaknya tidak berguna dapat menjamin dan
mengembangkan kemampuan anak untuk mengerti dan mengingat.
Kebanyakan
tindakan belajar akan menjadi lebih jelas dihubungkan dengan situasi yang
mengancam. Ancaman ini bisa bersifat fisik. Misalnya pada hari mulai malam anak
kecil yang baru belajar berlari-lari lagi asyik bermain-main di serambi sama ibu.
Ketika tiba-tiba lampu padam maka anak itu akan segera mencari jalan untuk
berlari kembali kepada ibu.
Selain
itu ancaman bisa bersifat emosional. Misalnya seorang remaja sudah melukai hati
pacarnya dan ia harus minta dengan sungguh-sungguh. Kalau tidak ia tentu tidak
dihargai lagi dan kehilangan pacarnya. Dalam situasi demikian si remaja harus
segera mencari jalan dan melakukan suatu tindakan pemulihan. Kalau remaja itu
gagal memperbaiki tindakannya secepat mungkin maka ia akan merasa kehilangan
kekasih hatinya. Malah rasa kehilangan itu akan menyebabkan batinnya akan
tertekan.
Begitupun
dalam keluarga yang punya banyak problem hidup. Kalau anggota-anggotanya gagal
memecahkan problem itu maka hal itu akan menimbulkan efek yang lebih parah dari
pada hanya tidak menyenangkan.
Pada
beberapa situasi terpaksa menghadapi rasa ketergantungan yang paling vital
terhadap kemampuannya memecahkan problem. Jika ia tidak mampu mengambil
tindakan menyelesaikan problem ia akan mati. Contoh, kalau orang tidak belajar
bagaimana harus mengambil air dan mencari makanan untuk kebutuhan tubuhnya maka
ia tidak akan bertahan dalam hidup ini. Orang mesti menghubungkan daya hidup
dengan kemampuan belajar menyesuaikan diri dengan situasi sulit. Bahasa psikologi
mengungkapakan: “manusia hidup karena ia dapat memberi jawaban terhadap
rangsangan-rangsangan yang mengganggu”.
Lalu
bagaimana menjawabi rangsangan? Dalam memberi jawaban terhadap rangsangan
hendaknya kita sadar bahwa rangsangan-rangsangan biasanya berubah-berubah dalam
lingkungan dan situasi. Mata, telinga, hidung dan alat-alat indera lainnya
terus menerus membawa berita tentang perubahan rangsangan. Sehingga reaksi dan
perasan orangpun terus berubah. Misalnya orang yang tidur akibat mabuk lauk dan
merasa mual akan mempunyai perasaan dan reaksi yang berbeda dengan perasaan
orang yang lapar ketika mencium bau daging ayam goreng.
Ada
beberapa perasaan berasal dari rangsangan dalam tubuh kita sendiri misalnya:
pernyataan bahwa fisik kita membutuhkan udara, air, makanan, panas, tidur dsb. Dan
juga kebutuhan emosi seperti membutuhkan rasa aman, persahabatan dan kemesraan.
Selain itu ada perasaan yang berasal dari rangsangan yang datang dari luar
tubuh yakni dari barang-barang dan manusia. Perasaan ini menangkap perubahan
personal, sosial, bisnis dan situasi politik. Jadi nampaknya cukup jelas bahwa
rangsangan dapat menyebabkan perubahan dalam kebiasaan dan tingkah laku
manusia.
Kemudian
berdasarkan perasaan yang berubah-ubah itu kita coba memberi jawaban yang tepat
dan menyesuaikan diri dengan rangsangan-rangsangan yang mengganggu itu. Hendaknya
kita sadar bahwa banyak rangsangan entah dari dalam diri ataupun dari luar bisa
merupakan ancaman yang merusakkan harga diri, kepribadiam, kebahagiaan dan
keamanan kita. Maka rangsangan ini hendaknya dintegrir dan diarahkan demi
kematangan pribadi dan kebahagiaan aktual.
Proses
yang kita pakai untuk menjawabi rangsangan yang menggangu dan mengancam inilah
yang dinamakan belajar. Proses belajar ini akan dilalui oleh setiap manusia
dari setiap generasi. Bahkan proses belajar ini merupakan kebiasaan dan warisan
berharga buat generasi.
Yang Biasa adalah Belajar
Satu
hal yang biasa dalam keluarga ia belajar. Belajar adalah pengalaman universal. Pada
setiap waktu dan dimana saja anggota keluarga belajar. Banyak keluarga hanya
melaksanakan tindakan belajar tanpa mengerti hakikat belajar yang sebenarnya. Namun
belajar itu perlu sekali dimaklumi dan dihayati demi perkembangan manusia dan
hidup keluarga. Karena itu sebaiknya setiap orang berusaha mengerti dan
melaksanakan tindakan belajar itu secara tepat. Tiap orang mesti terus dan
senantiasa belajar pada setiap tahap perkembangan hidupnya.
Pada
masa kanak-kanak ia harus belajar berbicara, berpakaian, dan makan sendiri. Anak-anak
harus belajar tentang adat, kebiasaan sosial yang berlaku dalam lingkungan
pergaulan dan masyarakat.
Remaja
hendaknya belajar melaksanakan tugas-tugasnya yakni belajar menemukan tanggung
jawab dalam kehidupan keluarga dan bangsa sebagai generasi penerus yang
diandalkan.
Singkatnya
kehidupan sehari-hari merupakan rangkaian pergantian problem besar dan kecil
yang harus dipecahkan lewat belajar. Jadi belajar adalah hal yang biasa dalam
hidup manusia.
Lalu
bila kita merefleksikan model-model belajar yang diberikan di atas, kita
melihat bahwa seruan belajar mempunyai tiga arti berbeda. Pertama belajar dapat diartikan sebagai “mencari
atau menemukan”. Hal ini jelas dari kalimat yang kita pakai untuk menanyakan:
sudahkah anda belajar bagaimana memecahkan teka-teki?
Kedua,
belajar berarti “mengingat atau
menghafal”. Ini jelas bila kita bertanya: apakah saudara pernah belajar dari
kata-kata dari lagu “Gugur Bunga” Karangan Ismail Marzuki?
Ketiga,
belajar itu pararel dengan “menjadikan
efesien”. Hal ini jelas bila kita menggunakan kalimat: sudahkah anda belajar
menggunakan komputer? (cfr. Psychology Made Simple, Abraham Sperling Ph.D., pp.
50-52)
Kadang-kadang
dalam percakapan sehari-hari kita menggunakan ketiga arti itu secara serempak
misalnya bila kita melontarkan kalimat: sudahkan saudara/I belajar mengikat
dasi tanpa melihat pada cermi? Dalam contoh ini sesungguhnya dimaksudkan tiga
pertanyaan, pertama apakah saudara sudah menemukan hasil dalam memecahkan problem.
Kedua apakah saudara sudah memiliki ingatan. Dan ketiga apakah saudara sudah
mengembangkan keterampilan mengikat dasi dengan hasil yang baik. Demikianlah beberapa
tindakan biasa yang menjelaskan arti belajar yang sebenarnya dalam hidup
manusia.
Penutup
Manusia
yang berkembang senantiasa ingin mencari suatu nilai yang lebih baik dan
sempurna. Begitupun dalam usahanya memajukan diri sendiri manusia coba belajar
segala sesuatu yang membuat dirinya berarti. Dan belajar pun mempunyai makna,
proses dan cara-cara yang khas. Makna, proses dan cara belajar itu hendaknya
dipahami dan dilaksanakan dalam pembinaan diri sendiri dan pembinaan generasi
muda yang akan meneruskan nilai-nilai yang baik. Khususnya nilai yang realistis
humanistis.
Kiranya
apa yang disajikan dalam tulisan ini dapat memberi sedikit manfaat buat
perkembangan kepribadian dan kemajuan hidup personal dan komunal dalam negara
yang sedang belajar untuk terus memperbaharui diri di tengah wabah covid 19.
Untuk anak-anak sekolah teruslah giat belajar dimanapun dan kapanpun. Ingatlah bukan
semata-mata untuk mendapatkan ijazah tetapi bekal hidup di kemudian hari.
Akal pikiran yang sendiri
mengemudi, laksana tenaga yang menjebak diri, sedangkan perasaan yang tak
terkendali, bagaikan api membawa yang menghanguskan diri (Kahlil Gibran)