JIKA UANG ADALAH
RAJA, MAKA KERTAS ADALAH DEWA
Hari ini ada kata-kata Tony Robbins menyadarkan saya, "Apa yang saya punya tidak akan membuat saya bahagia. Bagaimana saya menjadi pribadi yang kuat menentukan dinamika kebahagiaan hidup.
Ini membawa pemahaman baru bagi saya. Bahwa memang
betul, manusia tidak boleh menjadi budak dari uang. Lebih tepatnya, budak dari
apa-apa yang bisa dibeli oleh uang. Namun manusia juga tidak bisa memungkiri
bahwa hidup tanpa uang bakalan jauh dari menyenangkan.
Kalau manusia membiarkan dirinya terlena oleh apa
yang bisa dia beli, dia akan sangat tidak bahagia dengan hidup yang dia miliki.
Namun kalau manusia bisa tau bahwa uang itu hanya sarana dan pendukung, agar
dia bisa mencapai mimpinya, maka dia akan bahagia.
Mindset ini jadi penting sekali. Karena saat mindset
ini ada, maka emosi dan kemelekatan terhadap uang menjadi berkurang. Uang
hanyalah sarana. Barang hanyalah sarana. Kalau saya punya komputer baru, bukan
kepemilikan komputer yang membuat saya bahagia. Namun apa yang bisa dilakukan
komputer itu yang membuat saya bahagia. Bukan hanya apa yang bisa dilakukan
komputer itu, namun yang dilakukan oleh komputer itu yang sesuai dengan purpose
saya... itu yang membuat saya bahagia.
Mobil hanyalah sarana. Rumah hanyalah sarana.
Pesawat dan helikopter itu hanyalah motivasi. Hadiah agar saya bisa lebih relax
dan lebih tenang. Agar saya lebih bisa menghargai diri saya yang sudah bekerja
keras. Agar diri saya merasa bahwa apa yang dia perjuangkan sudah mulai kelihatan
hasilnya. Agar ada sense of accomplisment. Agar diri saya lebih termotivasi
untuk naik ke tangga berikutnya.
Begitu pula dengan keluarga. Seperti yang dulu
pernah saya tulis. Keluarga bukanlah tujuan akhirnya. Keluarga adalah tempat
kita belajar cinta, tempat kita menikmati cinta. Tempat kita menjadi lebih
dewasa.
Bila ada orang di luar sana yang melihat anaknya
sebagai beban, maka kehidupan keluarganya akan jadi beban. Bila orang di luar
sana melihat mobil dan rumah sebagai beban, maka sebenarnya dia hanya bekerja
untuk beban. Selamanya dia tidak akan pernah bahagia. Apalagi kalau dia membeli
sebuah barang baru. Pada akhirnya barang baru itu tidak akan membuat dia
bahagia. Namun hanya akan menambah bebannya. Lalu dia bingung, di mana letak
kebahagiaan itu.
Padahal mobil itu hanyalah tolak ukur, bahwa kita
sudah berjuang cukup banyak. Bahwa kita sudah memberi cukup banyak kepada orang
lain. Saat kita belum punya banyak, itu artinya kita belum cukup banyak memberi
nilai tambah untuk orang lain. Saat kita sudah memberi cukup banyak bagi orang
lain, maka kelihatanlah hasilnya. Dunia akan menghadiahi kita dengan mobil,
rumah, atau pesawat atau apapun yang kita anggap kita mau. Namun sekali lagi
itu hanyalah tolak ukur.
Karena semua benda itu tidak membuat kita bahagia.
Yang membuat kita bahagia pada akhrnya adalah saat kita bisa memberi banyak
bagi orang lain. Saat orang lain berterima kasih pada kita, dan kita sudah
memenuhi life calling itu.... itu yang membuat kita truly happy.
Ada sebuah gurindam yang salah satu barisnya
berbunyi "Uang adalah raja dunia".
Kerap terdengar pula kutipan sebuah pepatah populer yang menuturkan bahwa “Uang
bisa membeli segalanya”.
Barangkali ada berlimpah perumpamaan lain yang
mencitrakan betapa hebatnya sebuah objek kasat mata bernama uang ini. Kata
orang, uang lebih berharga daripada harga diri. Karena uang, nyawa orang bisa
melayang. Bahkan, ada juga yang sengaja menghambakan dirinya pada uang. Lalu,
apakah uang sudah menjadi benda paling berkuasa di muka bumi?
Sayangnya, perumpamaan "Di atas langit masih
ada langit" tetap berlaku di sini. Jika uang adalah “raja”, maka masih
tersedia tempat yang lebih tinggi derajatnya dibandingkan raja, yaitu “dewa”.
Tak ada benda duniawi lain yang layak menduduki posisi ini selain kertas.
Memang acapkali benda ini dipandang sebagai kasta
yang rendah, fisik yang rapuh, dan terkesan tak berharga. Namun, keberadaannya
sangat kita butuhkan dalam melangsungkan hidup. Tidak sekedar jadi sarana
baca-tulis saja. Di luar itu, kertas mengemban peranan yang krusial dalam
kehidupan yang kita jalani.
Pertama, kita tidak boleh lupa kalau uang diciptakan dalam dua bentuk, yaitu uang logam dan uang... kertas. Uang kertaslah yang memegang nilai tertinggi sebagai alat pembayaran. Benar bahwa uang logam juga sanggup membeli banyak hal, tetapi itu tidak akan efisien.
Ketika berbicara tentang uang, pasti yang terbesit
dalam benak adalah gambaran uang kertas. Merujuk pada mesin pencari gambar
daring dengan kata kunci uang, hampir semua gambar yang muncul pun berupa uang
kertas. Jadi, yang dianggap sebagai raja dunia itu adalah kertas. Yang bisa
membeli segalanya itu juga kertas.
Kemudian untuk mendapatkan uang, kita harus bekerja.
Dalam usaha mencari pekerjaan itu, kita memerlukan suatu benda yang disebut
ijazah, yang mana terbuat dari kertas. Supaya memperoleh ijazah, kita pun harus
berusaha dengan cara bersekolah. Dalam proses belajar di sekolah itu, kita
membutuhkan buku, yang mana terbuat dari kertas.
Kalaupun kita hanya berdiam diri di rumah, kita
tetap memerlukan sesuatu yang sanggup membuktikan kepemilikan kita atas tanah
yang kita tempati. Benda yang biasa disebut sertifikat tanah itu juga terbuat
dari kertas. Bahkan, kita sekedar terlahir di negara ini, supaya keberadaan
kita diakui oleh negara, dibutuhkan benda bernama Akta Kelahiran dan Kartu
Keluarga yang lagi-lagi terbuat dari kertas.
Entah disadari atau tidak, kertas telah larut dalam
kebutuhan hidup yang urgen untuk dipenuhi. Dalam skala yang lebih luas, kertas
bahkan menyebar pengaruh yang besar dalam kehidupan umat manusia. Impaknya
sangat hebat pula dalam kelasnya sebagai benda buatan manusia. Karena itulah,
cukup setimpal bagi kertas untuk mendapat posisi yang lebih tinggi ketimbang
uang.
Misalnya, kertas mampu mengendalikan tindakan
seseorang. Melalui surat perjanjian atau kontrak, kertas dapat memerintah
manusia untuk melaksanakan pekerjaan yang telah termaktub di dalamnya,
sepanjang itu mengikat.
Contohnya, apabila setiap hari Anda bekerja 8 jam
dalam sehari selama 5 hari dalam seminggu, maka Anda telah berhasil
dikendalikan oleh kertas berbentuk kontrak kerja yang sudah Anda tanda tangani
sebelumnya. Bila perintah itu tidak dilaksanakan, tentu ada konsekuensi yang
menanti. Dalam kasus ini bisa jadi berupa tindak pemecatan.
Kertas juga sanggup mengatur kehidupan penduduk
suatu negara. Dalam rangka mencapai tujuan bersama, diperlukan suatu peraturan
yang membatasi perilaku penduduknya. Peraturan itu ditulis dalam lembaran
kertas yang disusun menjadi sebuah kitab perundang-undangan. Di Indonesia
sendiri, kitab ini bisa berupa KUHP, KUHAP, KUHPdt, maupun kitab
perundang-undangan yang lain.
Kertas dapat pula menuntun manusia pada kebaikan.
Kertas terpilih sebagai media untuk memuat ayat-ayat perintah agama yang
terwujud sebagai sebuah kitab suci. Dengan begitu, manusia memiliki landasan
yang jelas tatkala mengamalkan kebaikan, baik dalam hubungannya dengan Tuhan,
maupun kebaikan pada sesama manusia. Bahkan, karena perannya ini, kertas yang
menyusun lembaran kitab suci pun turut dianggap suci dan wajib dijaga.
Kertas pun bisa mengubah wajah satu negara, bahkan
dunia. Seperti yang telah ditunaikan oleh selembar kertas ukuran 126 x 55 cm
berisi ketikan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia yang berhasil membebaskan
bangsa ini dari cengkeraman penjajahan selama lebih dari 3,5 abad lamanya.
Ataupun kertas yang membentuk sebuah buku yang berjudul Wealth of Nation karya
Adam Smith yang menjadi cikal bakal sistem kapitalisme di dunia.
Tak perlu diragukan lagi, kertas memang lebih unggul
dari uang dalam segi fungsionalitas. Di sisi kemanusiaan pun, uang tak bisa
lagi memperbaiki reputasi. Uang cenderung kejam terhadap kaum yang lemah.
Kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, semua didapat dengan uang.
Namun, kertas memiliki belas kasih yang sedikit
lebih besar. Dengan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM), kertas bisa membantu
keluarga miskin mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, dan keperluan hidup
lain dengan harga yang murah atau cuma-cuma.
Uang juga menyebabkan manusia jadi serakah.
Kekuatannya yang besar bisa membutakan manusia dalam menggapai keberadaannya.
Hingga tindakan tak terpuji pun mereka biasakan. Mulai dari mencuri, pencucian
uang, sampai korupsi sudah menjadi mata pencaharian utama.
Tidak seperti kertas. Justru mengumpulkan kertas
bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat. Manusia mengumpulkan buku, maka akan luas
wawasannya. Manusia mengumpulkan ijazah, maka akan bertambah pengetahuan dan
gelarnya. Manusia mengumpulkan sertifikat pelatihan, maka akan bertambah
keahliannya.
Uang pun cenderung congak atas kehebatannya dan
enggan turun dari tahtanya. Senantiasa bertengger dalam dompet dan saku manusia
yang hangat, atau dalam kotak kas dan brankas bank yang aman.
Di lain sisi, kertas lebih low profile dan tidak
sungkan melakukan pekerjaan yang rendah sekalipun. Dengan senang hati, ia
menjadi pembungkus makanan untuk jualan pedagang miskin bermodal kecil. Terkadang
ia jadi alas tidur para tuna wisma yang mencegah dinginnya sentuhan bumi. Tak
jarang pula ia membiarkan dirinya dipenuhi coretan para pencari
inspirasi.
Kita patut belajar pada kertas tentang kerendahan
hati. Walau sehebat apapun kekuatan yang dimiliki, tetap ada yang lebih hebat,
Yang Maha Kuasa. Tidak pantas kita mengagung-agungkan uang, atau bahkan
menuhankannya. Baik uang ataupun kertas hanyalah sebuah produk hasil rekayasa
manusia semata. Satu benda artifisial yang tak akan bernilai tanpa jasa manusia
juga.
Selain itu, tinggal menunggu waktu bagi uang untuk
turun tahta dan digantikan oleh bentuk non tunai yang mulai mengambil alih
dunia pembayaran. Disusul oleh kertas yang juga tengah digempur
kampanye-kampanye paperless society yang bernaung di bawah i’tikad cinta
lingkungan.
Mungkin akan tiba masanya nanti ketika kekuasaan
uang dan kertas diambil alih oleh kekuatan digital yang saat ini tengah
dielu-elukan. Jadi, mari kita gunakan waktu yang tersisa ini untuk memanfaatkan
uang maupun kertas dengan sebijak mungkin.
1)
Saya bukan ahli
sastera, tetapi tidaklah sulit untuk menjabarkan secara tepat, bagaimana
seharusnya pesan moral yang tersirat di balik gurindam warisan leluhur kita itu
dapat dilaksanakan secara benar dan bermartabat. Berikut ini adalah penjabarannya.
2)
Lakukan pekerjaan yang halal untuk mendapatkan
sang Raja Dunia (jadi karyawan yang jujur, jadi majikan yang jujur, jadi
pengurus yang jujur, jadi perantara yang jujur, jadi abdi Negara yang jujur,
jadi wakil rakyat yang jujur)
3)
Hormatilah apapun yang menjadi hak dan milik
orang lain (lebih-lebih terhadap uang dan asset milik rakyat. Kalau tidak
menghormati prinsip ini, maka silahkan jadi perampok, pencopet, penipu,
pencuri, pembunuh, pengkhianat demi mendapatkan sang Raja Dunia).
4)
Hidup sederhana, dengan menggunakan Sang Raja
Dunia seefektif mungkin (Rajin menabung, hemat, tidak boros, tidak menyogok,
tidak berjudi).
5)
Sering-seringlah
bersedekah secara tulus-ikhlas, agar orang tak berpunya pun bisa ikut menikmati
sang Raja Dunia.