Kita lahir dengan satu hati jauh dalam diri kita.mengingatkan kita pada penghargaan dan pemberian cinta diharapkan bersal dari diri kita yang paling dalam.belajar untuk mencintai dan untuk menikmati betapa kita di cintai tetapi jangan pernah mengharapkan orang lain untuk mencintai kita seperti kita mencintai dia.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kampung berarti kelompok rumah yang
merupakan bagian kota, biasanya dihuni orang berpenghasilan rendah; desa;
dusun; kesatuan administrasi terkecil yang menempati wilayah tertentu, terletak
di bawah kecamatan; terkebelakang, belum modern; berkaitan dengan kebiasaan di
kampung; kolot, Namun, makna kampung yang lebih positif ada pada frasa kampung
halaman yang berarti daerah atau desa tempat kelahiran.
Namun,
makna kampung sebagaimana dijelaskan di awal itu tidaklah salah, dan bukan
bermaksud merendahkan, karena memang begitulah faktanya.
Saya
lahir di sebuah kampung yang begitu indah, pemandangan alam yang setiap saat
menenangkan dan menjadi inspirasi dalam setiap langkah dan semangat dalam
menyongsong hari esok, saya tinggal di kampung Numbei desa Kateri, kecamatan Malaka
Tengah, Kabupaten Malaka. Saya selalu bersyukur kepada Allah telah memberikan
karunia dan nikmat yang sangat banyak, dari mulai aku di lahirkan hingga saat
ini Tuhan melengkapi kehidupanku dengan berbagai keindahan dan kesempurnaan.
Air
sungai Benenain yang mengalir gunung yang mengelilingi seolah menjaga kami dari
gangauan yang tidak pernah kami duga, dan udara yang sejuk yang membuat aku
cinta akan keindahan kampungku, pribadi masyarakat yang ramah dan mudah
bergaul, membuat kenyamanan tersendiri pada kampungku.
Keadaan
alam yang indah ini dengan sepanjang mata melihat hamparan tanaman jagung,
singkong yang menghijau di perkebunan warga dan terus memanjakan mata,
seolah-olah membawa pikiran dalam ketenangan dunia di era globalisasi yang
semakin menggila ini, dengan segala bentuk perusakan terhadap alam. Dari mulai
penebangan hutan yang tanpa perhitungan yang menyebabkan penggundulan hutan,
pencemaran udara dari zat kimia dan asap kendaran.
Permukaan
bumi yang kini semakin memanas akibat dari ulah manusia yang tanpa perhitungan
menyebabkan pemanasan global yang semakin parah, meningkatkan suhu udara di
permukaan bumi. Hal itupun tidak terjadi di kampungku, keadaan alam kampung
kini tetap hijau dan sejuk, lahan-lahan perkebunan yang menjadi tempat
penanaman berbagai jenis tanaman.
Sering
kali aku membayangkan bagaimana saat aku kecil dengan tanaman yang hijau,
buah-buahan yang segar dapat tumbuh dengan subur, bahkan tanpa pupuk yang
berasal dari bahan kimia, rumput yang tumbuh di lapangan, suara kicau burung
yang menengkan, tetap lestari hingga saat ini walaupun zaman yang sudah serba canggih yang tidak
melihat efek dari semua yang mereka anggap itu canggih.
Dengan
kemajuan teknologi manusia tidak lagi mementingkan keseimbangan dunia ini,
mereka hanya menginginkan kepuasan dari nafsu mereka, akibatnya banyak tumbuhan-tumbuhan
yang hidup di hutan sebagai penyeimbang pemanasan suhu banyak berkurang,
binatang-binatangpun di diburu dan dibunuh sedemikian banyak dan terus menerus
hingga hampir mengalami kepunahan.
Di
kampungku Numbei masih sering terdengar suara nyanyian jankrik saat malam, nyanyian
kodok pada musim hujan dan burung ketika pagi mulai datang, semuanya tetap
terjaga bersama majunya peradaban
Di
kampungku kehidupan masyarakatnya bisa dikatakan sangat akrab dan selalu
melakukan segala seauatu dengan musyawarah dan bergotong royong (hamutuk ho malu, mon metan), hal ini
sudah di terapkan dari dulu dalam menjalin silaturahmi antar masyarkat yang
satu dengan yang lainnya, agar tidak terjadinya kesenjangan social.
Membudayakan
kegiatan ini ternyata memberi efek yang cukup positif, banyak masyarkat yang
shalat berjama’ah dan kemudian mengeluh kesahkan permasalahan yang di dapatnya
agar bias di selesaikan seca bersama, hal ini terus berlanjut dan memupuk
semangat kebersamaan kami antara warga yang satu dengan yang lainnya.
Kampung
kami mungkin hanya sebuah wilayah yang kecil dan mempunyai penduduk tidka lebih
dair 250 orang, tapi pemimpin kami selalu berusaha memfokuskan pemikiran dan
kebijakan kampung demi kepentingan bersama. “Dengan wilayah yang
kecil kita harus mampu menonjolkan kerja keras dan kerja sama yang tidak kalah
dengan kampung-kampung yang lain”.kata kepala kampung kami.
Kita harus bangga lahir
di kampung. Kammpung mengajarkan kita lebih giat bekerja, lebih mengutamakan
kekeluargaan, toleransi, kerja sama dan itulah salah satu yang membedakan kampung
dengan kota-kota yang ada di Nusantara tercinta. Kampung adalah seorang guru, kampung
adalah panutan, dan kampung adalah pengajaran yang masih murni.
Itulah cerita kampung
halamanku dulu, cerita ini akan terus diceritakan dari generasi ke generasi
berikutnya, walaupun cepat atau lambat akan hilang ditelan zaman.
Suasana
sejuk begitu terasa menjelang terbitnya sang fajar di ufuk timur menuju ke
barat untuk menyinari kampung kami. Kondisi alam yang masih lestari nan hijau
mendukung produktivitas pertanian sebagai aktivitas utama penduduk desa di
kampung Numbei ini. Kami berharap semoga kampung ini tetap lestari walaupun
kami tau bahwa kampung ini populasi penduduknya berkurang, produksi pertania
akan menurun, suasana sejuk akan berubah menjadi gerah setiap saat, kearifan
lokal akan tergeser oleh multikulturalisme dan kemungkinan terparah yang kami
khawatirkan adalah hilangnya identitas kampung ini. Yaitu kampung kecil di
daerah Kabupaten Malaka, NUMBEI, itulah nama kampung kami.
Kami
berharap semoga kampung ini tetap mendapat anugrah berupa kampung yang subur,
suasana alamnya sejuk dan tetap lestari. Suatu harapan yang didambakan bersama
semoga sektor pertanian jagung, kacang dan sejenisnya di kampung tidak pernah
tergeser tapi justru mengalami peningkatan hasil produksi... Amiin