Sekatpun Menghilang Dari Aroma Secangkir Kopi

Sekatpun Menghilang Dari Aroma Secangkir Kopi

LEWAT SECANGKIR KOPI SEKATPUN MENGHILANG



Cukup sering seseorang menghayal tentang kehidupan yg ideal menurutnya, di saat muncul perasaan ketidakpuasan terhadap hidup yang dijalani. Tetapi pernakah kamu berfikir tentang kemungkinan terburuk dari hidupmu? yang rasanya lebih pahit  dari kenyataan, lebih sesak dari putus cinta, lalu tersadar bahwa kemungkinan itu bisa terjadi kapan saja, lantas apakah akan berteriak pada semesta untuk menolaknya? nyatanya itu akan sia-sia, memang  pahit itu sangat menyesakkan, tapi bukankah kehidupan sendiri sudah pahit? bukankah dunia memang tempatnya masalah dan cobaan yang bertubi-tubi? bukankah dunia hanya tempat persinggahan? jawabanya "iya" mau sekeras apapun usaha untuk senantiasa aman, dan bahagia, tetap saja terkadang seseorang akan menelan rasa pahit juga.

Ssebagaimana seni meminun secangkir kopi pahit, seseorang akan diberi peran untuk menilai rasanya, ada yg punya seni untuk menikmati pahitnya kopi dengan cara menyukai aromanya, atau bahkan hanya melihat kopi sebagai minuman hitam sebagai lambang pahitnya kehidupan.

Banyak yang bilang, kopi bisa membuat mencairkan suasana, menenangkan pikiran, sumber inspirasi bagi orang-orang. Ternyata tak hanya itu yang dirasakan tapi juga bisa meleburkan sekat yang selama ini begitu kuat mengakar dalam imaji. Lewat secangkir kopi batas antara penghuni alam raya ini seketika pudar.

Bayangkan di awal jarak itu begitu nyata, ketika kopi dingin bercampur aroma persaudaraan dan kekeluargaan, kami bersua berada dalam meja yang sama, maka obrolan kami mengalir diselingi regukan kopi sambil sesekali diselingi kisah pengalaman hidup yang dituturkan dari mulut-mulut penikmat kopi.

Di zaman modern ini ketika kita begitu apatis dengan fasilitas yang melenakan, ponsel yang canggih sampai-sampai ada idiom mengatakan jika ponsel menjauhkan yang dekat, mendekatkan yang jauh. Tanpa kita sadari jika kita berkumpul atau nongkrong istilah gaulnya, tangan kita tetap memegang ponsel, mata kita seringnya fokus pada layar bukan pada orang yang ada di sekitar kita.

Pun mengabaikan potongan-potongan cerita yang mengalir dari teman atau pasangan. Belum lagi ditambah model hunian seperti rumah-rumah kota yang berjarak hidup sosial yang makin menjadikan kita sebagai manusia yang cuek, mesti tidak menimpa semua, namun gejalanya bisa kita rasakan.

Pernahkah kamu merasa ketika harapan sekadar melabuhkan rasa rindu lantaran lama tak bersua dengan kawan lama, tapi ia malah asyik dengan relasinya sendiri lewat kotak kecil bernama smartphone? Pernahkah kamu juga merasa bahwa alih-alih kamu ingin bercerita banyak wajah menatap wajah, lalu berujung lagi-lagi di layanan instant Messenger dan whatsapp?

Mungkin jika dipikirkan tak aka nada ada habisnya. Jika semua itu tak lagi mampu kita bendung, maka secangkir kopi dengan rasa apa pun yang kamu suka, mau pakai susu atau original, mau ditambah gula atau suka dengan pahit khasnya.

Menyatulah dengan situasi itu, sebab bukan untuk dihindari melainkan belajar mengakrabi dengan secangkir kopi yang mampu membuat segalanya lebih dekat pun tak bersekat lagi. Pandanglah hangat mata lawan bicaramu, tertawalah dengan alami dan sesekali simpanlah ponsel-mu, untuk sebuah waktu yang bisa jadi tak mungkin terulang lagi. Because, we never know.

Banyak yang terabadikan dari segelas kopi, dari dirinya yang kini telah berpaling dan mencari yang lain, nyaman kadang tak harus soal kebahagiaan tapi juga kecukupan dan ketenangan, kopi pun terkadang menyibak duka tentang dia yang baru saja pergi dan menikahi yang lain atau dirimu yang meninggalkan, hingga air mata tak mampu mewakili apapun, kopi serta merta penuh definisi, yang kata ayah "mati hari ini atau esok hari, cukup ngopi mati seperti mimpi", bingung? Iya! Saya juga tidak tau makna sebenarnya, mungkin ayah bermaksud silahkan memaknai sendiri.

Kita berjalan dibalik latar belakang sendiri, tumbuh dengan cara yang berbeda, selera kopi kita sering berbeda, meskipun satu meja, tak selalu soal kopi melulu, namun ngopi hadir setiap waktu, merayap dan melalap dalam lelap yang kadang telat datang.

Siapapun kamu, apapun profesimu, kopimu berbeda denganku, tak masalah asalkan ngopimu bukan poin-poin beradu melulu tentang melupakan rakyat yang menggantung batu diperut menunda diri masuk liang lahat, pastikan ditiap ngopimu tentang kemaslahatan bukan kerusakan yang direncanakan. Jika seperti itu, kau harus siap berhadap-hadapan denganku.....

 

Mari menikmati secangkir kopi!

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama