Cerita Rakyat (Dongeng Kabupaten
Belu Dan Malaka) Bete Dou Dan Mane Loro
Bete Dou adalah seorang
putri raja yang cantik jelita dari Kerajaan Wefulan, di daerah Nusa Tenggara
Timur, Indonesia. Ia sangat disayangi oleh kedua orang tua dan kakak
laki-lakinya yang bernama Manek Bot. Namun, nasib malang menimpanya, karena ia
dihukum mati oleh kakaknya. Sebagai suami Bete Dou, Mane Loro berusaha untuk
menghidupkan kembali istrinya. Berhasilkah Mane Loro menghidupkan kembali
istrinya? Mengapa Bete Dou dihukum mati oleh kakaknya? Ikuti kisahnya dalam
cerita Bete Dou No Mane Loro berikut ini!
* * *
Alkisah, di daerah Nusa
Tenggara Timur, hiduplah seorang raja yang bertahta di Kerajaan Wefulan. Sang
Raja mempunyai seorang putri yang cantik jelita bernama Bete Dou. Sejak dalam kandungan
hingga dewasa, ia sangat disayangi oleh kedua orangtua dan kakak laki-lakinya
yang bernama Manek Bot. Sang Raja dan permaisuri berharap sang Putri akan
membawa berkah untuk kesejahteraan kerajaan dan seluruh rakyatnya. Untuk itu,
mereka berniat untuk memingit sang Putri agar kesuciannya tetap terjaga.
Suatu hari, sang Raja
memanggil putranya, Manek Bot, untuk menghadap kepadanya.
“Ada apa gerangan Ayahanda memanggil Nanda?” tanya Manek Bot.
“Begini, Putraku! Ayah ingin memingit adikmu. Di belakang istana ini,
ada sebuah pohon beringin yang besar dan rimbun. Buatkanlah dia sebuah rumah
kecil di atas pohon itu! Setelah itu, Ayah mengamanatkan kepadamu untuk
mengawasinya!” perintah sang Raja.
Manek Bot pun segera
melaksanakan perintah ayahandanya. Dengan dibantu oleh beberapa pengawal
istana, ia pun berhasil membangun sebuah rumah kecil di atas pohon beringin itu
dalam waktu sehari. Untuk sampai ke rumah itu, Manek Bot membuat sebuah tangga
yang terdiri dari tujuh buah anak tangga besar, tujuh buah anak tangga sedang,
dan tujuh buah anak tangga kecil. Rumah dan tangga tersebut kesemuanya terbuat
dari kayu cendana yang harum semerbak.
Setelah pembangunan
rumah itu selesai, sang Raja pun menyuruh putrinya untuk tinggal di atas pohon
itu. Mulanya, sang Putri menolaknya, karena ia tidak ingin hidup kesepian.
Namun, setelah dibujuk oleh ibundanya, akhirnya ia pun bersedia pindah ke
tempat tinggal barunya itu.
Sejak itu, Putri Bete
Dou menjalani hidupnya seorang diri di rumah kecil itu. Untuk mengisi
kesepiannya, setiap hari ia menyibukkan diri dengan menyulam dan mengayam
tikar. Pada malam harinya, ia selalu melantunkan lagu-lagu sedih, seakan
melukiskan kesepiannya hidup sendirian. Senandungnya yang terbawa angin malam
menggetarkan telinga orang yang mendengarnya.
Pada suatu malam
purnama, seorang putra mahkota dari Kerajaan Loro yang bernama Mane Loro
mendengar alunan suara merdu sang Putri. Suara merdu yang terdengar sayup-sayup
dari kejauhan itu membuat hati sang Pangeran bergetar dan penasaran ingin
mengetahui suara siapakah itu. Dengan kesaktiannya, ia segera terbang mencari
sumber suara itu. Tak berapa lama, ia pun tiba dan menjejakkan kakinya di atas
pohon beringin. Ia terkejut melihat sebuah rumah kecil yang indah berada di
atas pohon. Keterkejutannya pun semakin menjadi setelah mengetahui bahwa sumber
suara itu berasal dari dalam rumah itu.
“Aneh! Kenapa ada rumah di atas pohon ini?” tanyanya dalam hati
dengan heran.
Perlahan-lahan, Mane
Loro pun berjalan mendekati pintu rumah itu dan mencoba melihat ke dalam
melalui sebuah lubang kecil. Ia pun tersentak kaget ketika melihat ada seorang
putri cantik jelita sedang menganyam tikar sambil bernyanyi.
“Aduhai... bukan hanya suaranya yang merdu, tapi wajah gadis ini pun
cantik nan rupawan,” ucap Mane Loro dengan kagum.
Saat itu pula, Mane
Loro langsung jatuh hati melihat kecantikan gadis itu dan tidak sabar lagi
ingin menemuinya. Ia pun mengetuk pintu dengan perlahan-lahan seraya memanggil
gadis yang berada di dalam rumah itu.
“Selamat malam, Gadis cantik! Bolehkan saya meminta bantuan?”
Mendengar ada suara
orang meminta bantuan, sang Putri pun menghentikan senandungnya dan segera
beranjak menuju pintu. Dari balik pintu rumahnya, ia mencoba melihat ke luar
melalui sebuah lubang kecil. Namun karena cahaya remang-remang, ia tidak bisa
mengenali wajah laki-laki yang sedang berdiri di depan pintunya.
“Maaf, Tuan! Anda siapa dan berasal dari mana?” tanya sang Putri
dari balik pintu.
“Nama saya Mane Loro dari Kerajaan Loro,” jawab Mane Loro.
“Ada yang bisa saya bantu, Tuan?” tanya sang Putri.
“Saya sangat kagum pada suara merdumu. Bolehkah saya masuk?” pinta
Mane Loro.
Putri Bete Dou merasa
terpuji dengan ucapan Mane Loro. Tanpa disadarinya, ia pun membuka pintu
rumahnya lebar-lebar. Saat melihat ketampanan dan kegagahan laki-laki itu, sang
Putri pun langsung terperangah. Matanya menatap wajah laki-laki itu tanpa
berkedip sedikit pun. Mane Loro pun membalasnya dengan tatapan yang tajam dan
penuh arti.
Sesaat kemudian, sang
Putri mempersilahkan pemuda itu masuk ke dalam rumah dan segera menutup
pintunya kembali. Ia takut ada orang yang mengetahui keberadaan laki-laki itu
di rumahnya dan melaporkan kepada ayahandanya. Setelah itu, mereka saling
berkenalan lebih jauh. Dalam waktu singkat, keduanya sudah tampak akrab dan saling
bersendau gurau. Beberapa hari kemudian, mereka pun menjalin hubungan kasih dan
siap untuk melanjutkan hubungan mereka sampai ke jenjang pernikahan.
Pada bulan purnama
berikutnya, Mane Loro melamar Bete Dou, dan Bete Dou pun siap untuk sehidup
semati bersama Mane Loro. Akhirnya, keduanya pun menikah tanpa sepengetahuan
orang tua mereka masing-masing. Sejak itu, setiap malam Mane Loro tidur bersama
Bete Dou di rumah itu. Saat subuh menjelang, Mane Loro sudah harus kembali ke
istananya agar tidak ketahuan oleh keluarga Bete Dou.
Sebulan kemudian, ayah
Mane Loro jatuh sakit. Oleh karena itu, malam-malam selanjutnya Mane Loro tidak
bisa mengunjungi istrinya, karena harus menunggu ayahnya. Hal itu membuat hati
Bete Dou menjadi sedih.
Pada suatu malam, Manek
Bot datang mengunjungi adiknya untuk melihat keadaannya. Ternyata,
kedatangannya yang secara tiba-tiba tersebut membuat sang Putri menjadi panik,
karena belum sempat menyembunyikan sepasang pakaian Mane Loro yang masih
tergantung di dinding rumahnya. Manek Bot pun tersentak kaget saat melihat ada
pakaian laki-laki di rumah adiknya.
“Hai, kenapa ada pakaian laki-laki di rumahmu? Pakaian siapakah itu?”
tanya Manek Bot.
Mendengar pertanyaan
itu, Putri Bete Dou hanya diam dan menunduk. Tubuhnya pun gemetar karena ketakutan.
“Hai, Bete Dou! Kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku?” bentak
Manek Bot.
“Ma... ma... maafkan Adik, Kak! Pakaian itu milik suami Adik,” jawab
Bete Dou dengan gugup.
Mendengar jawaban
adiknya itu, telinga Manek Bot bagai disambar petir. Wajahnya tiba-tiba memerah
bagai terbakar api.
“Apa katamu? Pakaian suamimu? Sejak kapan kamu menikah? Lalu, siapa
suamimu itu?” tanya Manek Bot dengan penuh amarah.
“Sebulan yang lalu, Adik menikah secara diam-diam dengan Mane Loro,
putra mahkota Kerajaan Loro,” jawab Bete Dou.
“Dasar anak gadis tidak tahu malu!” bentak Manek Bot.
Amarah Manek Bot pun
semakin memuncak. Ia benar-benar merasa malu karena perbuatan adik satu-satunya
itu. Ia merasa sia-sia membuat rumah cendana di atas pohon beringin itu. Ia
tidak mau melihat adiknya lagi. Ia pun segera turun dari rumah meniti anak
tangga satu per satu dengan tangan terkepal. Saat kakinya berpijak di tanah,
Manek Bot berhenti dan berteriak memanggil adiknya.
“Hai, Bete Dou! Turunlah ke bumi! Engkau telah membuat malu keluarga dan
kerajaan!” seru Manek Bot.
Sang Putri pun semakin
gemetar ketakutan, karena ia merasa bersalah dan wajar jika kakaknya sangat
marah kepadanya. Ia pun sangat menyesal telah menikah dengan Loro Manek tanpa
sepengetahuan ayahanda, ibunda, dan kakaknya. Namun, apa hendak dikata,
rahasianya terbongkar. Ia hanya bisa pasrah untuk menerima hukuman dari
kakaknya.
Dengan langkah
perlahan-lahan, Bete Dou turun dari rumahnya dengan meniti anak tangga satu per
satu sambil mendendangkan lagu derita. Ketika tiba di anak tangga pertama, ia
pun langsung mendapat hukuman dari kakaknya.
Tak ayal lagi, tubuhnya
tersungkur ke tanah dan meninggal seketika.
Bersamaan dengan itu,
seluruh alam semesta berduka cita. Suasana tiba-tiba menjadi hening dan sepi.
Binatang malam serentak berhenti berbunyi. Hembusan angin sepoi-sepoi tiba-tiba
berhenti, sehingga dedaunan pun ikut berhenti bergoyang. Sementara itu di
Kerajaan Loro, Mane Loro yang sedang tertidur di samping ayahnya, tiba-tiba
tersentak dari tidurnya. Firasatnya langsung tertuju kepada istrinya.
“Sepertinya aku mempunyai firasat buruk tentang istriku. Jangan-jangan
terjadi sesuatu dengannya,” pikirnya.
Tanpa berpikir panjang,
Mane Loro segera terbang meleset menuju ke rumah istrinya. Dalam waktu sekejap,
ia pun tiba di rumah istrinya. Namun, kedatangannya sudah terlambat. Ia
mendapati istrinya sudah tidak bernyawa lagi. Dengan kesaktiannya, ia melesat
bagai burung Rajawali, lalu menyambar tubuh istrinya yang tergelatak di tanah,
kemudian menerbangkannya menuju ke istananya. Manek Bot hanya terperangah
menyaksikan peristiwa tersebut.
Sesampainya di istana,
Mane Loro segera mengobati istrinya. Dengan kesaktiannya dan atas kehendak
Tuhan yang Mahakuasa, Putri Bete Dou pun hidup kembali. Sang Putri sangat heran
saat melihat suaminya berada di sampingnya dan dikelilingi oleh dayang-dayang
yang tidak dikenalnya.
“Kanda! Dinda ada di mana dan mereka siapa?” tanya sang Putri sambil
menunjuk ke arah dayang-dayang tersebut.
“Tenanglah, Dinda! Saat ini Dinda sedang berada di istana Kanda. Mereka
itu adalah dayang-dayang istana ini,” jawab Mane Loro seraya menceritakan
semua peristiwa yang telah dialami istrinya hingga bisa berada di istana itu.
“Kini Kanda menyadari bahwa tindakan kita selama ini memang keliru,
karena menikah secara diam-diam tanpa meminta restu dari orang tua kita
masing-masing. Inilah saatnya kita meminta restu kepada orang tua Kanda,”
bujuk Mane Loro.
“Baiklah, Kanda! Dinda juga merasa sangat bersalah kepada keluarga
Dinda. Dinda sangat menyesal, karena tidak menghiraukan nasehat mereka,”
kata Bete Dou.
Akhirnya, Mane Loro dan
Putri Bete Dou meminta restu kepada orang tua Mane Loro. Bete Dou pun terima
dengan baik sebagai menantu Raja Loro. Setelah beberapa lama tinggal di istana
Kerajaan Loro, Putri Bete Dou mengajak suaminya untuk menghadap orang tuanya
yang berada di Kerajaan Wefulan.
“Kanda! Kini saatnya kita meminta restu kepada orang tua Dinda. Kapan
kita akan menemui mereka?” tanya Putri Bete Dou.
“Kanda kira, lebih cepat lebih baik, Dinda!” jawab Mane Loro.
Keesokan harinya, Mare
Loro dan istrinya berangkat ke istana Wefulan untuk menemui orang tua Bete Dou.
Mereka berangkat dengan arak-arakan pengawal istana yang membawa barang-barang
bawaan untuk diserahkan kepada orang tua Bete Dou.
Setibanya di istana
Wefulan, mereka disambut oleh raja dan permaisuri Kerajaan Wefulan. Saat berada
di hadapan Raja Wefulan, Putri Bete Dou bersama Mane Loro segera bersujud
memohon ampun atas kesalahan yang telah mereka perbuat selama ini. Setelah itu,
mereka memohon agar sang Raja dan permaisuri merestui pernikahan mereka.
Melihat kesungguhan dan ketulusan cinta Bete Dou dan Mane Loro, akhirnya sang
Raja, permaisuri, dan Mane Bot memaafkan dan merestui pernikahan mereka. Sejak
itu, Mane Loro dan Bete Dou hidup berbahagia bersama keluarga istana Kerajaan
Wefulan.
* * *
Demikian cerita Bete
Dou No Mane Loro dari daerah Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Cerita di atas
termasuk kategori dongeng yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat
dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Pesan moral yang tergambar dalam
cerita di atas adalah bahwa penyesalan selalu datang kemudian, di mana biasanya
seseorang baru akan menyesali perbuatannya setelah ditimpa suatu musibah.
Walaupun demikian, menyesali dan mengakui kesalahan serta meminta maaf dengan
sungguh-sungguh atas kesalahan yang telah diperbuat merupakan sifat yang
terpuji dan dapat menyambung tali silaturrahmi antara sesama. Hal ini
ditunjukkan oleh perilaku Putri Bete Dou dan Mane Loro yang telah meminta maaf
kepada kedua orang tua mereka masing-masing dan akhirnya pernikahan mereka pun
direstui. Dikatakan dalam tunjuk ajar Melayu:
wahai ananda kekasih
ibu,
mengaku
salah janganlah malu
memaafkan
orang jangan menunggu
hati
pemurah menjauhkan seteru
Pesan moral lainnya
yang tercermin dalam cerita di atas dapat dilihat melalui tokoh yang menjadi
ayahanda Bete Dou yang memiliki sifat pemaaf. Dalam kehidupan orang Melayu,
sifat pemaaf mencerminkan kesetiakawanan sosial yang tinggi, rendah hati,
ikhlas, tidak pendendam, tertenggang rasa, dan berbudi luhur. Dikatakan dalam
tunjuk ajar Melayu:
apa
tanda Melayu pilihan,
hidup
mau bermaaf-maafan
hati
pemurah dalam berkawan
dendam
dan loba ia jauhkan
petang
hari bintang pun terang,
bulan
mengambang di langit tinggi
orang
berbudi hidupnya tenang,
memaafkan
orang bermurah hati
Sumber:
Isi cerita diadaptasi
dari Ahmad Baihaqi. 2008. “Bete Dou No Mare Loro”, dalam buku 366 Cerita Rakyat
Nusantara. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa bekerja sama dengan Balai Kajian dan
Pengembangan Budaya Melayu.
Tenas Effendy. 2006.
Tunjuk Ajar Melayu. Yogyakarta: Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu
bekerja sama dengan Penerbit AdiCita Karya Nusa.
Sumber foto: Buku 366
Cerita Rakyat Nusantara, Yogyakarta: Adicita Karya Nusa bekerja sama dengan
Balai Kajian dan Pengembangan Budaya Melayu, 2008.