Asal Usul Nenek Moyang Orang Belu dan Malaka

Asal Usul Nenek Moyang Orang Belu dan Malaka



Belu merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pulau Timor/Nusa Tenggara Timur yang berbatasan langsung dengan negara Timor Leste. Luas Kabupaten Belu 2445,6 km2.

Ibu kota kabupaten Belu, Atambua sebuah kota kecil yang terletak 500 meter diatas permuksaan laut. Jarak Kupang dan Atambua lebih kurang 290 km.

Konon nama Atambua berasal dari kata Ata (Hamba), Buan (Suanggi/tukang sihir). Dari legenda diceriterakan adanya hamba yang berani berontak dan melepaskan ikatan tangan (borgol) sehingga tidak terjual lewat pelabuhan Atapupu, dan malahan akhirnya menyingkir saudagarnya. Nama kota ini kembar dengan Atapupu (pelabuhan terletak 24 km arah utara Atambua) dari kata Ata (hamba) Futu (ikat) yang berarti hamba yang diikat siap dijual.

Masyarakat Belu yang terdiri dari beberapa suku bangsa memiliki pelapisan sosialnya sendiri. Sebagai contoh masyarakat Waiwiku dalam wilayah kesatuan suku Marae. Pemegang kekuasaan berfungsi mengatur pemerintah secara tradisional, pelapisan tertinggi yaitu Ema Nain yang tinggal di Uma Lor atau Uma Manaran, mereka adalah raja. Lapisan berikutnya masih tergolong lapisan bangsawan (di bawah raja) yaitu Ema Dato, kemudian lapisan menengah Ema Fukun sebagai kepala marga. Lapisan terbawah dan hanya membayar upeti dan menjalankan perintah raja, bangsawan maupun lapisan menengah disebut Ema Ata (hamba). Pada masyarakat MaraE lapisan social tertinggi disebut Loro.

Mata pencaharian orang Belu tidak beda dengan masyarakat TTU, dan TTS, yaitu menanam jagung, umbi-umbian, kacang - kacangan dan sedikit pertanian padi, serta bertenak sapi, babi.
Salah satu dari sekian kebudayaan daratan Belu adalah Tarian Likurai, yang pernah memukau warga ibukota Jakarta di tahun 60-an.

Tarian Likurai dahulunya merupakan tarian perang, yaitu tarian yang didendangkan ketika menyambut atau menyongsong para pahlawan yang pulang dalam perang. Konon, ketika para pahlawan yang pulang perang dengan membawa kepala musuh yang telah dipenggal (sebagai bukti keperkasaan) para feto (wanita) cantik atau gadis cantik terutama mereka yang berdarah bangsawan menjemput para pahlawan dengan membawakan tarian Likurai. Likurai itu sendiri dalam bahasa Tetun (suku yang ada di Belu) mempunyai arti menguasai bumi. Liku artinya menguasai, Rai artinya tanah atau bumi. Lambang tarian ini adalah wujud penghormatan kepada para pahlawan yang telah menguasai atau menaklukkan bumi, tanah air tercinta.

Tarian adat ini ditarikan oleh feto-feto dengan mempergunakan gendang-gendang kecil yang berbentuk lonjong dan terbuka salah satu sisinya dan dijepit di bawah ketiak sambil dipukul dengan irama gembira serta sambil menari dengan berlenggak-lenggok dan diikuti derap kaki yang cepat sebagai ekspresi kegembiraan dan kebanggaan menyambut kedatangan kembali para pahlawan dari medan perang. Mereka mengacung-acungkan pedang atau parang yang berhias perak. Sementara itu beberapa mane (laki-laki) menyanyikan pantun bersyair keberanian, memuja pahlawan.

Konon kepala musuh yang dipenggal itu dihina oleh para penari dengan menjatuhkan ke tanah. Proses ini merupakan penghinaan resmi kepada musuh. Selain itu para pahlawan tadi diarak ke altar persembahan yang sering disebut Ksadan. Para tua adat telah menunggu di sini dan menjemput para pahlawan sambil mencatat kepala musuh yang dipenggal itu serta menuturkan secara panjang lebar tentang jumlah musuh yang telah ditaklukkan sampai terpenggal kepalanya diperdengarkan kepada khalayak ramai untuk membuktikan keperkasaan suku Tetun.

Pada masa kini, tarian tersebut hanya dipentaskan saat menerima tamu-tamu agung atau pada upacara besar atau acara-acara tertentu. Sebelum tarian ini dipentaskan, maka terlebih dahulu diadakan suatu upacara adat untuk menurunkan Likurai atau tambur-tambur itu dari tempat penyimpanannya.


Dalam Tulisan ini , kita hendak menyelidiki sekedarnya soal asal-usul suku Belu, yang menghuni hampir seluruh Kabupaten Dati II Belu. Suku Belu ini berbahasa Tetun, suatu bahasa yang sederhana dan mudah untuk di mengerti. Bahasa Tetun ini mempunyai persamaannya dengan bahasa-bahasa daerah lainnya di Indonesia ini. Tetapi mengenai bahasa Tetun ini kita akan bicarakan sendiri. Disini kita akan bataskan diri pada pokok: Asal-usul Suku Belu.


Bagian pertama kita akan uraikan sebagai berikut:

Asal-usul orang Belu menurut cerita-cerita yang diwariskan sampai sekarang di daerah Belu,”

 kemudian kedua:

Asal-usul orang Belu menurut penyelidikan sarjana-sarjana Imu Bangsa-bangsa dan penyelidikan lainnya


I. Asal-usul orang Belu, menurut cerita-cerita yang diwariskan sampai sekarang di Daerah.

MALAKA adalah : tanah asal-usul Belu. Sedari masih kecil bila kita mendengar makoan-makoan dan orang tua-tua atau pemuka adat membawa syair Tetun  HOLA LIA NAIN, maka kita sering mendengar SINA MUTI MALAKA LARANTUKA BABOE. Bila mereka menyebut nama ini, tiap orang terus tahu, yang dimaksutkan ialah : Tanah Asal Nenek Moyang Belu yang dulu berlayar dari Malaka, meninggalkan tanah airnya dan mencari tempat baru untuk dihuninya. Nenek oyang suku Belu dari Malaka dalam pelayarannya ke Timor, melalui Larantuka.

Berikut ini adalah kumpulan bermacam-macam cerita dari makoan-makoan dan pemuka-pemuka adat di wilayah Belu, baik berasal dari Belu utara maupun dari Belu Selatan. Ini di kumpulkan oleh R.B.A.G. VROK LAGE SVD (±1952) dalam kerjasama dengan para makoan dan beberapa guru, antara lain Bupati Daswati II Belu sekarang (hingga tahun 1968) A.A BERWE TALLO, yang mahir berbahasa Belanda dan bertugas sebagai penterjemah untuk P. VROK LAGE.




1.MenurutMakoan-makoan dari FATUARUIN:

Mula-mula datang nenek moyang tiga bersaudara dari Malaka Likansala melalaui Larantuka (Flores) terus ke Kupang, dari dari Kupang ke Fatumea melalui Hali knain Kalilin dan terus ke Marlilu. Nama ketiga nenek bersaudara itu : NEKIN MATAUS ke Likusaen, SAKU MATAUS ke kerajaan Sonbai, dan BARA MATAUS tinggal di FATUARUIN (Kampung Builaran, Desa Bilaran, Kecamatan Sasitamean, Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

2. Cerita kedua berasal dari DIRMA:

Menurut makoan di situ: Bei Taeko yang bertempat tingal di Malaka mengirim tiga orang anaknya lelaki yang berlayar dengan kapal ke Timor, bersama dengan pengikut-pengikutnya. Dari Sinamuti Malaka mereka berlayar melalui Betawi dan Batavia, Kalaban atau Kalabahi, Larantuka-Flores, Babo-Dilly parasa terus ke Bobonaro. Mereka lalu ke Fatumea Rai oan atau daerah Portugis. Ketiga putra itu bernama : LORO SANGKOE, LORO BANLEO, dan LORO SONBAI. Yang pertama tinggal di Debululik atau Welaka, yang ke dua di sanleo atau Dirma, dan yang ketiga ialah LORO SONBAI, terus kebagian barat timur ialah kebagian Dawan. Kemudian membawa lima orang yang dianugerahkan Tuhan: HARE LOROK, BATAR LOROK, MELI (AIKAMELIN), LOROK dan BUI LOROK serta TORA LOROK.

Kelima orang tersebut di tanam hidup-hidup daalm tanah ke sampai Timor. Dalam tempo beberapa hari saja tumbuhlah jagung, padi dua macam, jewawut atau tora, kayu cendana atau aikamelin, di kebun-kebunnya. Kesimpulannya dan cerita ini ialah jagung, padi, kayu cendana, jewawut, dibawah oleh nenek moyang itu dari tanah asal Sinamuti Malaka, dan kebun tempat lahan pertanian bagi kelima orang itu namanya TOOS KUKUN.


3.Dari NAETIMO:
Menurut makoan-makoan dari Naetimo nenek moyang pertama asalnya dari Sinamuti Malaka, melalui Larantuka atau Larantuke, Bauwoe, Parasa atau Timor Dili terus ke Lakaan dari situ terus ke Nainait. Di Nainait mereka menetap. Nenek moyang itu bernama AGON dengan isterinya LURUK. Mereka mempunyai anak, dan anak-anak itu membentuk Fukun Hat atau Uma Hat yakni: Empat suku yang terkenal dengan nama RIN BESI HAT, UMA KAKALUK KMESAK, UMA FUTUHUR, UMA SUKUR SOU, dan UMA DIN DULUR. Nenek moyang pertama menemui suku asli Belu yakni : MELUS di Nainait.

4. Dari DAFALA:

Menurut Dato Katuas Tafala atau nenek moyang TITUS MORUK, nenek moyang pertama itu datang dari Sinamuti Malaka melalui Ninobe Raihenek atau Makasar, terus ke larantuka dan Bauwoe sebuah tempat di Larantuka. Tapi sebelum ke Larantuka mereka dari Makasar melalui Palu Kusu atau dekat dengan kepulauan Kei, pulau Loi, pulau Abe, dan pulau Kae atau Kei. Mereka mendarat di Hale, LeonSumamar di dekat Timor Dili mereka lantas menyusur  Mot Aloes atau sungai Loes, terus Ke Siata Mauhalek di Lasiolat. Berjalan terus ke Ren Lakmau, dari situ terus Tua Lasi-Lasi Olat baru kemudian terpencar keseluruh Belu. Nenek moyang pertama umumnya mendarat dibagian pantai utara Belu. Dikatakan pertama nenek moyang itu keluar dari batu, ini dimaksudkan mereka bertempat tinggal dalam gua-gua batu ketika belum mendirikan rumah-rumah yang baik pada saat pertama kali orang di Belu, yang sama seperti cerita makoan-makoan di Dirma.

Kedua nenek moyang pertama yang terkenal sebagai Bot Leten dan Bot kraik ialah Bei Lelar dan Bei Seran Taek, yang punya anak-anak para Lelar dan Abu Lelar serta Asa Taek dan Mau Taek.


5. Dari LASIOLAT:

Menurut makoan-makoan yang mula-mula menghuni daerah Fialaran-Lasiolat sebelum kedatangan nenek moyang suku Leowes dan Asutalin dari Malaka ialah suku Melus, nenek moyang yang pertama orang Melus bernama LERA BAUK dengan istrinya bernama LENA BAUK. Mereka dianggap penduduk sli Belu sebelum datangnya suku Belu dari Malaka. Suku-suku yang datangnya dari Malaka ialah suku Leoklaran, suku Leowes, dan suku Asutalin. Dari Sinamuti Malaka mereka berlayar terus ke Larantuka –Bauboe, terus ke Hasan Maubesi mendarat di Weto ke Lakaan dan dari situ ke Mota Weluli Mauhalek. Mereka menemukan seorang Melus pertama yang mendirikan rumahnya di Nawan Ruas, Aufatuk. Disebut Aufatuk karena rumahnya terbuat dari bambu dan batu. Pemuda-pemuda suku Leowes mengawini gadis-gadis dari suku Loro Bauho, bernama Balok Lorok dan Ello lorok. Mereka lalu pindah dengan anak-anaknya ke Dualasi dimana orang-orang Melus dan Asutalin sudah lebih dahulu membuat kampungnya. Dualasi kemudian mendapat nama Dualasi Sosebauk. Orang-orang pertama yang mendarat di Timor ialah Luli Luan dan Lete Luan. Asutalin juga kemudian mendarat di pantai selatan Belu. Tempatnya yang lain ialah Aidikur dari situ juga mereka ke Lakaan dan terus ke Dualasi. Dari malak Asutalin bawa serta anjing. Suku Asutalin haram makan daging anjing dan tidak membunuhnya (budaya totem).

Nenek moyang suku Leoklaran datang lebih dahulu dari suku Leowes, dan Asutalin dan mengalahkan suku Melus ke Tasi Mane lainnya dibunuh dan hanyut terbawa arus. Yang sisanya masih ada di Haliren, Aikamelin,  Motaain. Dalam mengalahkan suku Melus itu ada kerja sama dengan suku Leowes yang datang kemudian itu. Setelah suku Melus itu diusir dan dikalahkan oleh suku Leoklaran dan Leowes mulai saling berebut kekuasaan ini, suku Leowes yang kemudian yang akhirnya menduduki tahta dan berkuasa sebagai raja di Fialaran sampai kini. Caranya ialah bukan saling memerangi, melainkan dengan menguji ketangkasan dan kecerdasan saja. Siapa yang cepat makan ialah yang berkuasa dan waktu nenek moyang Leowes pergi mencari musang di hutan, nenek moyang Leoklaran disuruh memanjat pohon, di bawah pohon tertancap tombak emas, oleh nenek moyang Leowes. Entah bagaimana jadinya nenek moyang Leoklaran jatuh dari pohon dan persis perutnya tertikam pada tombak emas tadi, dengan itu nenek moyang Leowes yang berkuasa . Namun selanjutnya hubungan antara suku Leowesa dan suku Leoklaran, sampai kini tetap erat lebih dipererat oleh perkawinan antara dua suku.


6. Dari ASUMANU:

Menurut Makoan dari Asumanu nenek moyang pertamanya datang dari Malaka dengan sebuah kapal namanya Batarian, mendarat di puncak Lakaan yang merupakan daratan yang muncul waktu itu dari air (agaknya yang lain masih merupakan tempat yang masih digenangi air laut). Kapten kapal itu namanya Mangelains, apakah itu yang dinamakan dengan Magelhaens??


7. Dari AITON:

Menurut makoan-makoan dari Aitoun nenek moyang pertama datang dari Sina Mutin Malaka dengan tiga buah kapal:

a.       Kapal yang dijuluki dengan Ro Manu Lain, Biduk Manu Lain.

b.      Rokfautahan, Biduk Kfautahan

c.       Ro Mara Does, Biduk Mara Does. Tempat lainnya disebut HeranBa weluli, Aitoun rua mane, Foho sabu Lakan kaisahe.


8.Dari MAUMUTIN:

Makoan-makoan Maumutin menceritakan tentang asal-usulnya bahwa nenek moyang pertama datangnya dari Sina (Siam/birma) dan dari Sina Mutin Malaka Melalui Larantuka Baboe, lamahala (Adonara) Lamahera (lomblen) terus ke Kamera (dekat Timor Dili). Kemudian kembali ke Lamalera untuk mengambil istri dari sana. Kemudian mereka kembali lagi ke Sina Mutin Malaka karena tidak dapat istri di Lamalera. Di Malaka mereka dapat memperoleh istri dengan kayu cendana yang dibawanya. Di Maumutin sendiri kayu cendana tidak ada karena itu kemudian nenek moyang pindah ke Maukatar didaerah bagian portugis . Untuk memperingati nenek moyang yang datang dengan tiga kapal itu, didirikan tiga foho (tugu kecil): Foho Liurai, Foho Tahan Leki Bauk Leowalu.

 

9. Dari LIDAK:

Nenek moyang datang dari Sina Mutin Malaka melalui Larantuka Baboe We bau, Asufuik, Maubesi, Wehali lalu terus ke Lidak. Sumber lainnya menggatakan mereka mendarat dipantai utara Timor di Timor Dili Parasa. Dari Parasa mereka juga membawaair dan ketika mereka mendarat direceki tempat itu denga air. Mereka hanya mengetahui bahwa orang melus bertempat tinggal diSilawan. Kemudian menyusul lagi beberapa suku yang kelak akan berkuasa di Belu. Mereka datang dari Malaka nenek moyang ada tujuh pasang, empatnya tinggal di Malaka tiganya berlayar ke Timor melalui Larantuka-Bauboe, satunya tinggal di Fatumea, kedua tinggal di Leowalu (dimarae0 dan yang ketiga tinggalnya di Motaain, namanya Dasi Bada Rai.

10.Sabu Mau-Belu Mau dan Timau:


Adalah suatu yang sangat populer dikalangan penduduk Belu dan Sabu Rote ialah mengenai asal-usul mengenai nenek moyang suku Belu dan Sabu Rote. Demikian sudah dari kecil kami sudah mendengar cerita tentang Belu Mau, sabu Mau, dan Ti Mau dari orang tua dan kakek kami. Ketiga nenek ini adalah beradik kakak. Sabu Mau dan Ti Mau bersama dengan seluruh keluarganya berlayar dengan kapal ke Timor dan mendarat di bagian utara Belu yakni di teluk Gurita (di Atapupu) yang turun kedarat untuk mencari tempat tinggal baru di daerah Belu sekarang ialah Belu Mau dengan keluarganya. Sedang kedua nenek Sabu dan Ti Mau berlayar terus kearah barat Timor, menyususr pantai untuk mencari tempat tinggalyang baru dan tempat dan untuk di milikinya. Tapi sebelum ketiganya berpisah, diadakan perjanjian berikut : “Bila kelak mereka bertemu kembali atau anak-anak maupun turunan mereka, tidak boleh saling mengawini, tidak boleh saling berperang, saling mnerima dan menganggap sebagai kakak-beradik atau saudara-saudari sekeluarga saja”. Perjanjian ini masih di ingat samapai dengan saat ini, meskipun masih ada praktek kawin mwin sudah sering terjadi antara suku Belu dan suku rote. Untuk saling memerangi atau berkelahi sampai sekarang ini, masih tetap dihindarkan mengingat perjanjian ketiga nenek bersaudara tadi.




II.Asal-usul suku Belu (Sabu – Rote) menurut penyelidikan




Ahli-ahli Ilmu Bangsa-bangsa dan Ahli-ahli lainnya.


Sudah banyak ahli-ahli yang menyeliki suku Belu (dan Rote), disamping penyelidikan – penyelidikan utama, seperti: Grijzen, H.J. (mededeelingen Omret Beloe of midden Timor. V.B.G., Batavia, vol.54, Bag.III) dan vrok lege. B.A. (1953) : Ethnogogihie der Belu in zentral Timor, Leiden, dalam 3 jilid. Dalam menyelidiki Suku Belu mereka dari pandangan yang hampir serupa. Demikian seperti :




1. Heijmering G. (Geschiedenis van Timor, 1847, vol. 9, bagian III, pg. 1 – 62 dan 121 -232), dan veth, P.j. (Het eiland Timor, De Gids, Amsterdam, Vol.19. Bgn. I, pg. 545 – 611 dan 695 – 737 : bgn. 55 – 100), dalam tahun 1985”, dan juga Bastian A. (1885 – Timor Und Umliegende Inseln. in Indonesian oder die inseln des Malayischen Archipels, Berlin, Lieferung 2, pg. 1 -31). ketiga penyelidik itu berpendapat bahwa, bahwa ada perbedaan yang nyata antara suku Belu dan suku asli Timor : susku Atoni. menurut mereka suku Atoni lebih mirip dengan orang Papua, sedang suku Belu punya kesamaan yang besar dengan penduduk di bagian barat indonesia.



2. Menurut pandangan-pandangan antopolog modern : Timor serta pulau-pulaunya adalah suatu daerah peralihan di mana bertemu dan saling pengaruh antara komponen ras Melayu Indonesia denganras Melanesia (in sensu lago). Agaknya suku marae dan kemak menunjukkan elmen Melanesia yang lebih tua, dari pada suku Belu dan Sabu Rote yang baru masuk kemudian di Timor. Suku Belu dan Rote nyatanya memiliki tempat tinggi yang paling tampan, ditanah rata sepanjang pantai dan terus ke pedalaman, namun di sepanjang lembah sungai lalu sepanjang jalan. Antropolog-antropolog sependapat bahwa unsur Melanesia nampak sangat kuat pada penduduk asli Timor : suku Atoni di Dawan (orang pegunungan yang jumlahnya kira-kira 300.000 penduduk mendiami daerah-daerah pegunungan Timor Indonesia. Tokoh badan mereka agak berlainan dengan tetangga-tetangganya: suku Belu-Sabu-Rote dan Kemak Marae. Mereka agak pendek dengan bentuk tengkorak Brachichepel (tengkorak pendek) dengan warna kulitnya coklat kehitam-hitaman, rambutnya keriting, sangat mirip orang-orang papua. (cf. ormeling, F.J. Dr. The Timor problem, 1957 hal. 66-67).



3. Menurut penyelidikan Biljmer, H.J.T. (outlines of Antropology of the Timor Archipelago, Weltevreden-Batavia, 1929, pg. 92-92-95—97-99), bahwa pada individu-individu suku bangsa Belu nampak ciri-ciri ras Negroit secara berdampingan atau campur baur. Sedangkan pda suku Atoni (dawan) nampak ciri-ciri Melanesoit dan Australoid. Dia berkesan bahwa pada suku Atoni ia tidak rasa lagi bahwa ia di antara orang Melayu. Mereka merupakan kesatuan. Dia menyelidiki juga suku Manggarai dan mendapatkan adanya ciri khas tipe semitis pada mereka. Pada suku Ngada terdapat tipe Melanesoid. Pada suku Adonara (dan Flotim) ada tipe semitis, Negroid dan Papua. Demikian Biljmer.


4.Menurut nona Keers W. (an Antropological Survey of the estern litllesunda island Mededeelingen no. 74 diterbitkan oleh Koninklijke verehining indisch institut, Amsterdamtahn 1948) bahwa ciri-ciri Melanesia agaknya tersebar dibanyak tempat di Timor. Tetapi yang dianggapnya utama ialah apa yang dinamakan proto Melayu yang besar pengaruh di Timor. Tapi yang dianggapnya utama ialah apa yang dinamakan Elemen proto Melayu, yang bear di Timor, dan rasini yang membentuk penduduk sekarang juga. Inilah juga pendapat Biljmer (1929) dan Lamres (1948) yang memastikan bahwa unsur Melayu yang lebih muda benar-benar terdapat di daerah Belu selain unsur Melanesia.


5. Mengenai suku Marae dan Kemak, yang ada di Belu Menurut Grijzen (1904) kira-kira mereka sudah tinggal lama di Belu.


6. Menurut Nona Keers (1948) suku Marae Kemak, yang ada di Belu berbeda dengan suku Melayu Indonesia karena frekwensi yang tinggi dan tengkorak kepala yang berbentuk Delichecephalik (tengkorak lonjong) dan tokoh badan yang jauh lebih tinggi.


7. Menurut Capel (1944) bahwa Buna(bahasa Marae) mirip sekali dengan bahas-bahasa papua. Sedang menurut Nona Keers 91948) susku Kemak punya pertalian erat dengan suku Marae. Bahasanya mirip sekali dengan bahasa Buna (caell 1944).


8. Mengenai suku Rote-Sabu seperti telah di katakan tadi seasal dengan suku Belu. Mereka datang berkelompok-kelompok, lain turut Flores lainya lagi via Timor. Tanah asalnya pulau Seram (?) menurut ten Kate (1849) bahasa dan kebudayaan Rote sama dengan Belu. Hanya Rote mempunyai unsur Melayu lebih kuat.


9. Terra (1953) punya anggapan bahwa yang mula-mula punya usaha sawah dan ladang ialah suku Belu.



10. Dalam ENCHIKLOPEDIA VAN NEDERLANDS OOST INDIE IV LEIDEN, 1921 pda halaman 323, dibahas juga tentang penduduk dari Malaka melalui Sulawesi-Flores (larantuka) terus ke Timor. Juga tentang adat-istiadat Belu dan keadaandaerahnya.


11. H.K.J. Cowan (1963) menyelidiki, bahwa bahasa Buna termasuk salah satu bahasa Irian Barat. Diantara lain menyebut beberapa kata seperti (n) iri, su, batohul, bi, pana, per, nei, ei, yang mirip betul dengan kata-kata dalam bahasa Irian Barat. (cf. Eydarg. T.,1. en volk, jgr. 1963, pg 387 - 400) sedang Louis Berthe (1959) dalam penyelidikannya di Lamaknen mendapat kepastian juga bahwa dalam bahasa Buna terdapat kata-kata yang mirip dengan kata-kata Melayu purba (Deutero Melayu). (cf. Eydarg. T.,1. en volk, 1959, pg 336 dan seterusnya).


12. Abdul Hakim (1961), juga memuat karangannya tentang Timor, di dalamnya dituliskan tentang apa yang di dengarnya sendiri mengenai asal-usul orang Belu yang datang dari Malaka dan adat istiadatnya di Timor, di Belu khususnya.


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama