IDEOLOGI DALAM SAJAK AKU MASIH UTUH DAN KATA-KATA BELUM BINASA KARYA WIJI THUKUL

IDEOLOGI DALAM SAJAK AKU MASIH UTUH DAN KATA-KATA BELUM BINASA KARYA WIJI THUKUL


IDEOLOGI DALAM SAJAK AKU MASIH UTUH DAN KATA-KATA BELUM BINASA KARYA WIJI THUKUL

 

“aku bukan artis pembuat berita

tapi aku memang selalu kabar buruk buat penguasa..”

 

Baris kalimat di atas adalah bagian pembuka dari sajak berjudul “Aku Masih Utuh dan Kata-Kata Belum Binasa” karya Wiji Thukul yang dibuat pada tahun 1997. Suasana perlawanan di setiap puisi yang diciptakan oleh Wiji Thukul menjadikan dirinya dikejar-kejar oleh pemerintah karena dianggap subversif. Tidak banyak yang bisa dilakukan Wiji Thukul untuk melakukan perlawanan, selain berasaskan kehidupan  solidaritas dengan kaum buruh, tani dan mahasiswa serta menulis puisi.

Dari kejadian yang telah diuraikan, Thukul mendapat pukulan yang mengarah pada matanya sehingga matanya nyaris buta, tetapi dengan keadaan seperti itupun Thukul bersikukuh untuk tetap melakukan perlawanan, bahkan karya-karyanya lebih matang dan lebih menantang. Berikut terdapat beberapa bagian dalam puisinya yang berjudul “Aku Masih utuh dan Kata-Kata Belum Binasa” yang menggambarkan kejadian tersebut, serta secara kasat mata puisi ini bernada ancaman bagi para penguasa :

 

“puisiku bukan puisi

tapi kata-kata gelap

yang berkeringat dan berdesakan

mencari jalan

ia tak mati-mati

meski bola mataku diganti”

 

Sekilas terlihat apa yang Thukul sampaikan melalui karyanya ini yaitu adanya beberapa peristiwa yang ia alami sendiri, dan ditutup dengan pernyataan bahwa ia masih utuh dan kata-katanya belum binasa. Karakter sajak milik Wiji Thukul yaitu jujur dan apa adanya. Tanpa kata-kata kiasan pun puisi Wiji Thukul bisa sangat bermakna bagi para pembacanya. Bahkan walaupun Wiji Thukul mati, tetapi kata-katanya akan tetap hidup.

Sebenarnya dalam kasus penghilangan paksa pasca lengsernya Soeharto dari kedudukannya menjadi presiden ke 2 Indonesia di tahun 1998, terdapat beberapa korban lainnya selain Wiji Thukul. Tetapi sampai saat ini para aktivis yang semisal mengadakan suatu rutinitas yang dinamakan Kamisan, di mana kegiatan tersebut untuk mengenang para korban yang dianggap telah menjunjung perlawanan. Selama melihat kegiatan tersebut sering memunculkan nama-nama pejuang seperti Marsinah, Munir, dan termasuk juga Wiji Thukul. Dari ketiga nama tersebut, yang menjadi korban penghilangan paksa pada era reformasi di tahun 1998 yaitu Wiji Thukul. Korban-korban penghilangan paksa lainnya pun mungkin juga dikenang oleh mereka tetapi tidak se-eksis Wiji Thukul. Sampai di awal tahun 2017 kemarin, film yang menceritakan Wiji Thukul pun resmi ditayangkan di bioskop-bioskop tanah air dengan judul “Istirahatlah Kata-Kata”. Secara ringkas film tersebut mengisahkan Wiji Thukul saat sedang dalam masa pelarian ketika dia di Borneo, Kalimantan. Kenapa hanya Wiji Thukul yang selalu diangkat oleh media? Apa hanya Wiji Thukul yang diburu? Kalau iya, apa yang diperbuat oleh Thukul? Kalau tidak, mana cerita aktivis lain yang diburu juga?

Tidak hanya itu, terdapat beberapa buku-buku yang isinya kumpulan karya puisi Wiji Thukul, dalam buku Aku Ingin Jadi Peluru dan Nyanyian Akar Rumput. Selain itu beberapa puisi Wiji Thukul masuk dalam buku Puisi Untuk Reformasi – Grafiti Di Tembok Istana, yang merupakan kumpulan karya-karya puisi dari beberapa seniman seperti Taufiq Ismail, W.S Rendra, dan lain lain. Tidak hanya kumpulan puisi, terdapat juga buku-buku yang menceritakan biografi Wiji Thukul, diantaranya yang berjudul Kebenaran Akan Terus Hidup, yang berisikan tentang biografi, wawancara dari beberapa media dengan Wiji Thukul, dan beberapa karyanya yang dibahas singkat.

 

 

Kumpulan puisi yang pernah dipopulerkan oleh Wiji Thukul

Di antara puluhan puisi yang ditulis Wiji Thukul, berikut puisi yang paling populer. Bait-baitnya masih terus menghiasi perlawanan. Selain puisi "Peringatan" yang penggalan kalimatnya: hanya ada satu kata: lawan, ada juga satu puisi yang ditulisnya saat dalam pelarian dari buruan penguasa orde baru, berjudul: "aku masih utuh dan kata-kata belum binasa"

PERINGATAN

Jika rakyat pergi

Ketika penguasa pidato

Kita harus hati-hati

Barangkali mereka putus asa

Kalau rakyat bersembunyi

Dan berbisik-bisik

Ketika membicarakan masalahnya sendiri

Penguasa harus waspada dan belajar mendengar

Bila rakyat berani mengeluh

Itu artinya sudah gawat

Dan bila omongan penguasa

Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam

Apabila usul ditolak tanpa ditimbang

Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan

Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!.

(Wiji Thukul, 1986)

SAJAK SUARA

sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku

suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
aku siapkan untukmu : pemberontakan!

sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang merayakan hartamu
ia ingin bicara
mengapa kaukokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?

sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
ia yang mengajari aku untuk bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti kutukan

BUNGA DAN TEMBOK

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

Kau hendaki tumbuh

Engkau lebih suka membangun
Rumah dan merampas tanah

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang tak

Kau kehendaki adanya

Engkau lebih suka membangun
Jalan raya dan pagar besi

Seumpama bunga

Kami adalah bunga yang
Dirontokkan di bumi kami sendiri

Jika kami bunga

Engkau adalah tembok itu

Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersamaDengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami

Di manapun–tirani harus tumbang!

P E N Y A I R

jika tak ada mesin ketik
aku akan menulis dengan tangan
jika tak ada tinta hitam
aku akan menulis dengan arang
jika tak ada kertas
aku akan menulis pada dinding
jika aku menulis dilarang
aku akan menulis dengan
tetes darah!

sarang jagat teater
19 januari 1988

KEMERDEKAAN

kemerdekaan
mengajarkan aku berbahasa
membangun kata-kata
dan mengucapkan kepentingan

kemerdekaan
mengajar aku menuntut
dan menulis surat selebaran
kemerdekaanlah
yang membongkar kuburan ketakutan
dan menunjukkan jalan

kemerdekaan
adalah gerakan
yang tak terpatahkan
kemerdekaan
selalu di garis depan*

Solo, 27-12-1988

DERITA SUDAH NAIK SELEHER

kaulempar aku dalam gelap
hingga hidupku menjadi gelap
kausiksa aku sangat keras
hingga aku makin mengeras
kau paksa aku terus menunduk
tapi keputusan tambah tegak
darah sudah kau teteskan
dari bibirku
luka sudah kau bilurkan
ke sekujur tubuhku
cahaya sudah kau rampas
dari biji mataku
derita sudah naik seleher
kau
menindas
sampai
di luar batas

17 November 96

TUJUAN KITA SATU IBU

kutundukkan kepalaku,
bersama rakyatmu yang berkabung
bagimu yang bertahan di hutan
dan terbunuh di gunung
di timur sana
di hati rakyatmu,
tersebut namamu selalu
di hatiku
aku penyair mendirikan tugu
meneruskan pekik salammu
"a luta continua."

kutundukkan kepalaku
kepadamu kawan yang dijebloskan
ke penjara negara
hormatku untuk kalian
sangat dalam
karena kalian lolos dan lulus ujian
ujian pertama yang mengguncangkan

kutundukkan kepalaku
kepadamu ibu-bu
hukum yang bisu
telah merampas hak anakmu

tapi bukan hanya anakmu ibu
yang diburu dianiaya difitnah
dan diadili di pengadilan yang tidak adil ini
karena itu aku pun anakmu
karena aku ditindas
sama seperti anakmu

kita tidak sendirian
kita satu jalan
tujuan kita satu ibu:pembebasan!

kutundukkan kepalaku
kepada semua kalian para korban
sebab hanya kepadamu kepalaku tunduk

kepada penindas
tak pernah aku membungkuk
aku selalu tegak

4 Juli 1997

UCAPKAN KATA-KATAMU

jika kau tak sanggup lagi bertanya
kau akan ditenggelamkan keputusan-keputusan

jika kau tahan kata-katamu
mulutmu tak bisa mengucapkan apa maumu
terampas

kau akan diperlakukan seperti batu
dibuang dipungut
atau dicabut seperti rumput

atau menganga
diisi apa saja menerima
tak bisa ambil bagian

jika kau tak berani lagi bertanya
kita akan jadi korban keputusan-keputusan
jangan kau penjarakan ucapanmu

jika kau menghamba kepada ketakutan
kita memperpanjang barisan perbudakan

kemasan-kentingan-sorogenen

AKU MASIH UTUH DAN KATA-KATA BELUM BINASA

ku bukan artis pembuat berita
Tapi aku memang selalu kabar buruk buat penguasa

Puisiku bukan puisi
Tapi kata-kata gelap
Yang berkeringat dan berdesakan mencari jalan
Ia tak mati-mati, meski bola mataku diganti
Ia tak mati-mati, meski bercerai dengan rumah
Ditusuk-tusuk sepi, ia tak mati-mati
telah kubayar yang dia minta
umur-tenaga-luka

Kata-kata itu selalu menagih
Padaku ia selalu berkata, kau masih hidup

Aku memang masih utuh
dan kata-kata belum binasa

(Wiji Thukul.18 juni 1997)

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama