CERITA RAKYAT BELU RAJA LAKU LEIK
YANG BENGIS
Laku Leik adalah
seorang raja yang bengis dan serakah dari sebuah kerajaan di daerah Belu, Nusa
Tenggara Timur. Karena keserakahannya, ia ingin menjadi raja seumur hidup.
Untuk itulah, ia tidak mau memiliki anak laki-laki. Namun, Tuhan berkehendak
lain, permaisurinya ternyata melahirkan seorang anak laki-laki. Bagaimana nasib
anak itu selanjutnya? Simak kisahnya dalam cerita Raja Laku Leik yang Bengis
berikut ini!
* * *
Dahulu, di daerah Belu,
Nusa Tenggara Timur, terdapat sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang raja
bernama Laku Leik. Ia adalah raja yang bengis dan kejam. Ia tidak segan-segan
menganiaya, bahkan menghabisi nyawa orang lain demi memenuhi semua kemauannya.
Ia juga gemar berjudi dan memiliki sifat serakah. Ia ingin menjadi raja untuk
selama-lamanya dan tidak mau mempunyai anak laki-laki.
Suatu hari, Raja Laku
Leik hendak mengadakan perjalanan jauh bersama para pengawalnya. Mereka akan
pergi berburu ke hutan yang berada di wilayah kerajaannya. Perjalanan itu tentu
saja akan memakan waktu yang cukup lama. Sebelum berangka, raja berpesan kepada
permaisurinya, bernama Naifeto, yang sedang hamil tua.
“Hai,
permaisuriku! Aku akan meninggalkan istana ini dalam beberapa hari. Jika kelak
kamu melahirkan seorang anak perempuan, rawatlah ia baik-baik. Tapi, jika bayi
itu laki-laki, maka habisilah nyawanya dan kuburkan mayatnya di bawah tangga
istana ini,” titah Raja Laku Leik.
“Baik,
Kanda,” jawab Naifeto.
Sebenarnya, Naifeto
tidak setuju dengan permintaan suaminya itu, tentu ia tidak akan sampai hati
menghabisi nyawa anak kandungnya sendiri. Namun karena takut kepada suaminya
yang kejam itu, ia terpaksa mengiyakan pesan tersebut.
Tidak lama setelah Raja
pergi, Naifeto melahirkan seorang anak laki-laki yang tampan dan sehat. Bayi
itu dinamainya Onu Muti. Betapa senang hatinya memiliki anak itu. Ia ingin
sekali merawat dan membesarkankannya. Namun, di sisi lain ia harus melaksanakan
pesan suaminya. Dalam keadaan bimbang, ia pun berdoa meminta petunjuk kepada
Tuhan.
“Ya
Tuhan, berikanlah hamba petunjuk-Mu atas permasalahan ini,” pinta Naifeto.
Naifeto
kemudian termenung sejenak. Setelah berpikir keras, akhirnya ia menemukan jalan
keluar.
“Hmmm...
aku tahu caranya. Sebaiknya, putraku kuganti dengan seekor anjing yang akan
kukubur di bawah tangga," pikirnya.
Naifeto pun segera
menangkap seekor anjing, lalu menguburnya di bawah tangga istana. Sementara Onu
Muti ia serahkan kepada adik Raja Laku Leik yang bernama Feto Ikun untuk
diasuh.
“Tolong
rawatlah Onu Muti, tapi jangan sampai Raja mengetahui rahasia ini! Jika Raja
tahu masalah ini, maka nyawa Onu Muti akan terancam,”
ujar Naifeto.
“Baiklah.
Aku berjanji akan menjaga rahasia ini,” ucap Feto Ikun.
Sejak itulah, Onu Muti
tinggal di rumah bibinya. Beberapa minggu kemudian, Raja Laku Leik telah
kembali dari berburu. Karena tahu bahwa sang permaisuri telah melahirkan, ia
pun langsung menanyakannya.
“Di
mana anak kita, Permaisuriku?” tanya sang Raja.
“Maaf,
Kanda. Anak kita laki-laki,” jawab Naifeto, “Sesuai
dengan pesan Kanda, anak itu sudah Dinda kuburkan di bawah tangga.”
Mendengar keterangan
itu, cepat-cepatlah sang Raja pergi memeriksa ke bawah tangga. Tampaklah
olehnya sebuah tumpukan tanah yang ditandai dengan sebuah nisan di atasnya.
Raja itu pun percaya jika nisan itu adalah makam putranya. Demikian rahasia itu
terus tersimpan hingga Onu Muti beranjak remaja.
Suatu hari, Onu Muti
bersama temannya, One Mea, sedang bermain gasing di dekat istana. Tanpa
disengaja, gasing Onu Muti terlempar jauh dan mengenai kepala seorang nenek
yang sedang menjemur kacang hijau. Nenek itu pun menjadi marah.
“Dasar
kau anak terbuang!” hardik nenek itu seraya pergi.
Nenek itu ternyata
pergi ke istana untuk mengadu kepada sang Raja. Setiba di istana, ia pun
membuka rahasia tentang kebohongan Naifeto selama ini.
“Ampun,
Baginda Raja,” hormat nenek itu.
“Ada
apa gerangan?” tanya Raja Laku Leik.
“Sebenarnya,
Baginda telah dibohongi oleh Permaisuri,” lapor nenek
itu.
“Apa
maksud, Nenek?” Raja Laku Leik kembali bertanya dengan
bingung.
Nenek itu pun
menceritakan keberadaan Onu Muti kepada sang Raja. Mendengar cerita itu, sang
Raja pun menjadi murka. Namun, ia tidak berani langsung bertindak karena segan
terhadap adiknya, Feto Ikun. Maka itu, ia mengadakan sidang tertutup dengan
beberapa pengawal setianya untuk membuat siasat. Dalam sidang itu disepakati
bahwa mereka merencanakan suatu perburuan dengan mengajak Onu Muti dan One Mea.
Pada hari yang telah
ditentukan, Onu Muti dan One Mea pun datang ke istana dengan membawa peralatan
berburu. Kedua anak itu juga masing-masing membawa seekor ayam jantan. Setiba
di istana, keduanya pun berbaur dengan rombongan sang Raja menuju ke hutan.
Setiba di hutan, mereka mulai berburu hingga sore hari. Hasil yang mereka
peroleh lumayan banyak.
Saat hari mulai gelap,
sang Raja menyuruh Onu Muti untuk beristirahat di dalam sebuah pondok kecil
yang telah disiapkan oleh pengawal raja. Sementara itu, One Mea serta raja dan
rombongannya tidur di luar. Ketika semua sudah terlelap, Raja Laku Leik
perlahan-lahan merangkak masuk ke dalam pondok, lalu memenggal kepala Onu Muti.
Kepala anak yang tidak berdosa itu pun terpisah dari tubuhnya.
Keesokan harinya, semua
orang panik, terutama One Mea. Ia berteriak histeris begitu melihat kepala
temannya terpenggal. Setelah mayat Onu Muti dimakamkan, rombongan sang Raja
kembali melanjutkan perburuan. Sementara itu, One Mea secara diam-diam mengikat
ayam jantan milik Onu Muti di misan makam itu lalu cepat-cepat pulang untuk
melapor kepada ibu angkat Onu Muti, Feto Ikun.
“Bibi...,
Bibi... Bibi Feto!” teriaknya dengan tergopoh-gopoh, “Onu Muti telah mati!”
Alangkah terkejutnya
Feto Ikun mendengan berita duka itu. Ia tahu bahwa pastilah Raja Laku Leik
pelakunya.
“Lalu,
di mana mayatnya sekarang?” tanya Feto Ikun.
“Mayatnya
sudah dimakamkan di dalam hutan,” ungkap One Mea, “Saya telah mengikatkan seekor ayam pada
nisan makam itu sebelum pulang ke sini, namun saya lupa di mana tepatnya.”
Mendengar keterangan
itu, Feto Ikun segera berdoa kepada Tuhan untuk memohon petunjuk mengenai
keberadaan makam itu. Berkat doanya yang khusyuk, petunjuk itu pun datang
melalui mimpi pada malam harinya. Maka, pada keesokan harinya, Feto Ikun
mengajak saudara-saudaranya untuk mencari makam Onu Muti di hutan. Setelah
menemukan makam itu, mereka kemudian berdoa kepada Tuhan agar mayat Onu Muti
dibangkitkan kembali.
Setelah mereka 4 kali
berdoa, Onu Muti hidup kembali. Semua itu bisa terjadi berkat kuasa Tuhan. Feto
Ikun pun merawat pangeran kecil itu dengan sangat hati-hati agar tidak ketahuan
sang Raja. Hingga beberapa tahun kemudian, Onu Muti pun tumbuh menjadi pemuda
yang tampan dan gagah.
Sementara itu, Raja
Laku Leik yang kian tua semakin lupa daratan. Kelakuannya semakin menjadi-jadi.
Kebiasaan berjudi dengan menyabung ayam tak pernah berhenti. Ia selalu
menantang lawan-lawannya dengan taruhan yang tinggi.
Suatu hari, datanglah
Onu Muti ke istana membawa ayam jagonya untuk menantang sang Raja. Ia menyamar
sebagai pangeran yang kaya-raya dari negeri seberang. Raja Laku Leik pun
menerima tantangan itu.
“Hai,
Pangeran Muda. Berapa banyak harta yang engkau miliki? Berani-beraninya kau
menantangku!” tanya Raja Laku Leik dengan nada
meremehkan.
“Ampun,
Baginda. Harta yang hamba miliki saat ini sebanyak harta yang akan Baginda
pertaruhkan,” jawab Onu Muti.
Betapa terkejutnya Raja
Laku Leik mendengar jawaban anak muda itu. Tidak mau dipermalukan di hadapan
rakyatnya, ia pun menerima tantangan itu. Sang Raja segera memerintahkan
prajuritnya untuk menyiapkan ayam jagonya untuk diadu dengan ayam jago milik
Onu Muti. Seluruh rakyat negeri itu pun berbondong-bondong memadati halaman
istana untuk menyaksikan pertandingan tersebut.
Setelah semuanya siap,
pertandingan sabung ayam pun dimulai. Kedua ayam jago segera dilepas di tengah
arena. Tak berapa lama kemudian, keduanya saling menyerang. Namun, baru saja
pertarungan itu berlangsung, ayam jagoan milik Raja Laku Leik sudah kalah. Tak
mau dipermalukan, Raja Laku Leik kembali menatang dengan taruhan yang lebih
besar lagi. Akan tetapi, selalu saja kalah. Demikian seterusnya, selama
pertarungan itu, kemenangan selalu ada di pihak Onu Muti.
Raja yang bengis itu
pun bangkrut, hidupnya melarat, dan akhinya mati. Seluruh wilayah kerajaan,
termasuk istananya sudah habis dipertaruhkan. Sebaliknya, Onu Muti menjadi
kaya-raya. Kerjaaan itu pun sudah menjadi miliknya. Seluruh rakyat negeri itu
menyambut gembira atas kemenangan itu. Mereka pun menobatkan Onu Muti menjadi
raja untuk menggantikan ayahnya yang bengis. Berbeda dengan ayahnya, Onu Muti
memimpin negeri itu dengan arif dan bijaksana. Rakyatnya pun hidup makmur dan
sejahtera.
* * *
Demikian cerita Raja
Laku Leik yang Bengis dari Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pesan moral yang
dapat dipetik dari cerita di atas adalah bahwa raja yang zalim seperti Laku
Leik pada akhirnya mendapat kesengsaraan. Pepatah mengatakan, raja alim raja
disembah, raja zalim raja disanggah.
Salam Hormat, cerita rakyat Laku Leik Nain alur sudah bagus hanya aspek naturalnya perlu diperhatikan dan harus diketahui bahwa taruhan terakhir yg diminta Onu Muti (dalam cerita) adalah ibu kandungnya yg mana sudah jadi babu dan dikurung...! Makasih...
BalasHapus