Kontestasi Pilkada Malaka 2020 dan
Balada Kekerasan
(Mencegah Kekerasan Dalam Pilkada Malaka 2020)
Ilustrasi |
Pilkada Damai Itu Indah
Biarpun berbeda pahaman politik tetap sama ingin membela nasib rakyat dan memajukan negara. terutama daerah yang dipimpinya kelak
Berpolitik jangan sesekali merendahkan pemimpin ,
berpolitiklah dengan rasa damai di hati .
Karena damai dalam "pilkada " itu indah.
Bila indah tidak terjadinya permusuhan antara satu sama lain sehingga
memutuskan semangat persaudaraan dan
membuatkan negara jadi tidak aman
Makanya politik cara yang patut dan beretika
bisa mengundang kedamaian semua partai dan rakyat.
Kuasa yang menentukan siapakah pemimpin yang layak memerintah negara adalah ,
"rakyat"
'kuasa yang menentukan pemimpin adalah rakyat
"Para kontestan pilkada Malaka, Calon Bupati
dan Wakil Bupati semestinya dapat memegang komitmen untuk siap menang maupun
kalah. Adanya benih-benih konflik sosial biasanya lahir dari ketidaksiapan
untuk menerima sebuah kekalahan."
konflik
tidak selalu berujung pada kekerasan, tetapi kekerasan pasti berawal dari
konflik. Konflik dalam pemilihan, merupakan suatu hal natural. Pasalnya dilihat
dari sisi kandidat, konflik merupakan benturan kepentingan di antara pasangan
untuk mendapatkan kekuasaan. Dari sisi pemilih, konflik merupakan benturan
kepentingan di antara pemilih atau kelompok sosial atas preferensi politik
seperti kekuasaan, ideologi dan kebijakan.
SALAH satu indikator kematangan dalam praktik
berdemokrasi adalah kesadaran untuk menerima setiap perbedaan. Beda pilihan
dalam sebuah pesta demokrasi seperti pemilihan kepala daerah (pilkada)
merupakan hal yang biasa.
Rakyat memiliki hak untuk menentukan pilihan sesuai
dengan hati nuraninya. Tidak boleh ada paksaan serta intimidasi dari pihak mana
pun menyangkut penggunaan hak pilih. Setiap bentuk upaya yang mengarah pada
paksaan maupun intimidasi dalam penggunaan hak pilih tentu saja dapat
mencederai semangat kita dalam berdemokrasi.
Hal penting yang patut diwaspadai dan dicegah dalam
pilkada adalah kemungkinan timbulnya konflik horizontal maupun tindakan
kekerasan di tengah masyarakat. Setiap perbedaan pendapat, pilihan, maupun
sikap politik memang mengandung potensi konflik. Namun apabila perbedaan
tersebut dikelola dengan baik, maka adanya potensi konflik tentu dapat dicegah
sejak dini. Setiap elemen masyarakat mesti memiliki andil dalam upaya mencegah
munculnya konflik sosial.
Semua pihak hendaknya dapat mengacu pada Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICPPR) yang disepakati
komunitas internasional dan diratifikasi di banyak negara, bahwa kebebasan
tetap harus menghormati hak orang lain, ketertiban umum, keamanan nasional,
serta etika dan moral. Pilkada merupakan sarana yang diberikan oleh
undang-undang untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, guna memilih pemimpin daerah
yang berkualitas, berintegritas, serta mampu memajukan daerah. Rakyat tentu
saja berharap bahwa dari proses pilkada yang demokratis akan melahirkan
pemimpin yang mampu membawa daerah menjadi lebih maju dan sejahtera warganya.
Di tengah kondisi bangsa yang masih berjuang dalam
mengatasi pandemi Covid-19, rakyat tentu berharap bahwa proses pilkada dapat
berlangsung dengan aman, lancar, transparan, serta demokratis. Kualitas
demokrasi perlu terus dijaga, meskipun pilkada saat ini berbeda dari
pilkada-pilkada sebelumnya karena pandemi. Para kontestan pilkada tidak perlu
menciptakan suasana yang penuh gegap-gempita dengan selalu melibatkan massa.
Proses kampanye memang identik dengan pelibatan massa dalam jumlah besar. Namun
di tengah suasana pandemi Covid-19, proses kampanye dilakukan secara virtual
seperti penggunaan sarana media sosial.
Konflik dan kekerasan yang mewarnai pilkada tentu sangat
menghawatirkan. Apalagi di Indonesia --menurut banyak studi-- sangat rawan
potensi konflik dan kekerasan. Meminjam bahasa Arend Lijphart (1968), Indonesia
merupakan negara yang termasuk dalam kategori centrifugal democracy, di mana perilaku elitenya sangat kompetitif.
Antisipasi
Kita tentu tidak ingin balada kekerasan dalam
pilkada terus terulang. Pemerintah, segenap penyelenggara pilkada, dan aktor
dalam pilkada harus melihat masalah ini secara serius. Kita berharap para
aparat negara-seperti TNI dan Polri-benar-benar hadir menjamin keamanan dalam
pilkada. Justru karena pilkada berlangsung secara serentak itulah potensi
konflik sekaligus pelanggaran sangat besar. Pasalnya, dibandingkan pilpres dan
pileg, pilkada merupakan pesta demokrasi yang paling rawan menimbulkan konflik.
Realitas kita lihat pada kampanye pilkada Malaka 2020 akhir-akhir menimbulkan
konflik yang mengarah pada tindakan kekerasan.
Kita juga mengimbau kepada para penyelenggara
pilkada seperti KPUD dan Bawaslu supaya bekerja ekstra. Ancaman konflik dan
kekerasan yang bersumber dari mobilisasi politik atas nama etnik, daerah, dan darah, kampanye negatif,
premanisme politik, harus menjadi perhatian khusus.
Kepada para calon bupati dan wakil bupati Malaka,
kita berharap mereka bertarung secara profesional dan bersih. Pasalnya, di
tengah keterbukaan informasi saat ini, setiap kecurangan yang dilakukan akan
dengan mudah segera diketahui. Cara-cara culas
dalam pilkada hanya akan menjadi masalah dan beban sejarah di kemudian hari.
Kita sudah kenyang dengan balada kekerasan yang
terus mewarnai setiap jengkal pesta demokrasi lokal digelar. Untuk itu, langkah
antisipatif mutlak diperlukan supaya konflik dan kekerasan tidak kembali
menyembul dalam daur ulang demokrasi local di Kabupaten Malaka tercinta ini.
Santun dan
Bermartabat
Medan pertempuran para calon dalam menyampaikan ide,
gagasan, maupun program-programnya banyak terjadi di dunia maya. Rakyat menanti
bahwa apa yang ditawarkan para calon bupati dan wakil bupati dalam memajukan
daerah Malaka tetap dilakukan dengan cara-cara yang berkualias, santun, serta
bermartabat. Setiap kontestan pilkada harus mampu menunjukkan keteladanan
kepada masyarakat pemilih bahwa apa yang dilakukan bersifat inovatif,
konstruktif, serta dapat menghindari muatan-muatan negatif seperti berita
bohong (hoaks) maupun kampanye hitam.
Proses demokrasi yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak sehat tentu saja
akan merusak kualitas demokrasi kita. Pilkada merupakan ajang untuk mendapatkan
kekuasaan.
Apabila prosesnya dilakukan dengan baik, jujur,
adil, transparan, serta demokratis, maka hal tersebut akan mendorong lahirnya
pemimpin yang berkualitas serta memiliki integritas tinggi. Para kontestan
pilkada semestinya dapat memegang komitmen untuk siap menang maupun kalah.
Adanya benih-benih konflik sosial biasanya lahir dari ketidaksiapan untuk menerima
sebuah kekalahan. Rakyat tentu berharap bahwa hajatan pilkada dapat berlangsung
secara aman dan damai.
Hal ini dapat terwujud apabila semua pihak patuh
pada aturan. Pihak penyelenggara, peserta pilkada, maupun masyarakat pemilih
diharapkan sama-sama patuh pada aturan, sehingga pilkada kita dapat berjalan
dengan baik, lancar, tertib, serta bermartabat. Pendidikan politik kepada
masyarakat untuk menjalankan demokrasi yang sehat tidak semata-mata menjadi
tanggung jawab pihak penyelenggara. Para kontestan pilkada, partai politik,
serta tokoh masyarakat juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dengan
pandangan- pandangan yang konstruktif, agar pesta demokrasi dapat berjalan
dengan damai dan kondusif. Persatuan dan kesatuan warga tentu jauh lebih mahal
harganya dibandingkan dengan kekuasaan itu sendiri. Dinamika merupakan hal yang
biasa dalam pesta demokrasi selama tidak mengganggu semangat persatuan kita
sebagai sesama anak bangsa, renu rai
Malaka.
Dengan proses pilkada yang damai dan jauh dari
tindakan-tindakan kekerasan, baik dalam setiap tahapannya maupun setelah
pilkada selesai kelak, maka energi anak bangsa tidak akan terkuras habis hanya
karena bertikai satu sama lain. Lebih baik potensi yang dimiliki setiap anak
bangsa dimaksimalkan, guna memberikan sumbangsih dalam memajukan daerah serta
membangun negeri ini.
Penulis: Frederick Mzaq (Penimba Inspirasi Jalan
Setapak)