Politik Persahabatan Jacques Derrida

Politik Persahabatan Jacques Derrida


Puisi Persahabatan Kahlil Gibran

Dan jika berkata,
berkatalah kepada aku tentang kebenaran persahabatan?..
Sahabat adalah kebutuhan jiwa, yang mesti terpenuhi.
Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau panen dengan penuh rasa terima kasih.

Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.
Karena kau menghampirinya saat hati lapa dan mencarinya saat jiwa butuh kedamaian.
Bila dia bicara, mengungkapkan pikirannya,
kau tiada takut membisikkan kata “tidak” di kalbumu sendiri,
pun tiada kau menyembunyikan kata “ya”.

Dan bilamana ia diam, hatimu tiada ‘kan henti mencoba merangkum bahasa hatinya;
karena tanpa ungkapan kata,
dalam rangkuman persahabatan, segala pikiran, hasrat, dan keinginan terlahirkan bersama dengan sukacita yang utuh, pun tiada terkirakan.

Di kala berpisah dengan sahabat, janganlah berduka cita;
Karena yang paling kaukasihi dalam dirinya,
mungkin lebih cemerlang dalam ketiadaannya,
bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki,
nampak lebih agung daripada tanah ngarai dataran.

Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya ruh kejiwaan.
Karena kasih yang masih menyisakan pamrih,
di luar jangkauan misterinya, bukanlah kasih, tetapi sebuah jala yang ditebarkan:
hanya menangkap yang tiada diharapkan.

Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.
Jika dia harus tahu musim surutmu,
biarlah dia mengenal pula musim pasangmu.
Gerangan apa sahabat itu hingga kau senantiasa mencarinya,
untuk sekadar bersama dalam membunuh waktu?
Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!
Karena dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.
Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria berbagi kebahagiaan.
Karena dalam titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menemukan fajar jati dan gairah segar kehidupan.

 

Politik Persahabatan Derrida

Diskursus mengenai politik erat kaitannya dengan manusia sebab seturut kodratnya manusia adalah makhluk politik. Dalam konteks filsafat, diskursus politik ini ditelaah secara spesifik dalam filsafat politik. Sebagai sebuah disiplin filsafat, filsafat politik selalu berorientasi pada tatanan normatif kontrafaktis yang seringkali berseberangan dengan realitas politik. 

Untuk mengembalikan fitrah politik yang seringkali berciri violatif dalam prakteknya, refleksi tentang konsep politik menjadi penting untuk mengembalikan kesadaran kita kepada pemahaman politik yang sesungguhnya. 

Refleksi mengenai politik ini mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. di zaman Yunani Klasik misalnya, Aristoteles mengembangkan teori politiknya dari sudut pandang eudaimonistis. Era abad pertengahan dengan pertautan kuat agama atas filsafat, otonomitas Allah dalam dunia politik pun mendapat aksentuasi kuat. 

Di zaman modern, Thomas Hobbes (1588-1679) dalam karyanya Leviathan menempatkan manusia sebagai unsur material dasar pembentuk Negara. Dan di era postmodern ini, diskursus filsafat politik mendapat kontribusi kuat dari sejumlah filsuf. Salah satunya adalah Jacques Derrida. 

Derrida melalui proyek dekonstruksinya, meretas persoalan politik dengan melakukan pembacaan dekonstruktif atas pandangan politik dari Carl Schmitt dan konsep persahabatan Aristoteles. Konstruksi politik Carl Schmitt sebagaimana tertuang dalam bukunya Der Begriff des Politischen berlandaskan pada pemisahan tegas antara teman dan musuh politik. 

Logika politik ini jelas menempatkan hubungan ontologi teman -- musuh sebagai unsur substansial politik. Dengannya, politik perlu dan cukup ditandai dengan diferensiasi tegas teman -- musuh. Tidak ada politik tanpa kehadiran sosok musuh. Kehilangan sosok musuh menyebabkan musnahnya politik. 

Aristoteles dalam Nichomacean Ethics, memetakan persahabatan dalam tiga jenis berdasarkan motivasi yang mendasarinya. Pertama, persahabatan yang lebih tinggi didasarkan pada kebajikan. Kedua, persahabatan didasarkan pada utilitas dan kegunaan. 

Ketiga, dan pada level yang lebih rendah, persahabatan didasarkan pada kesenangan. Berbeda dari persahabatan jenis pertama dan ketiga, menurut Aristoteles, persahabatan yang didasarkan pada utilitas memiliki kaitan erat dengan politik. Jenis persahabatan ini masuk dalam kategori persahabatan politik. 

Bertolak dari kerangka pemikiran Aristoteles mengenai persahabatan ini, Derrida mengkonfrontasikannya dengan persoalan politik kontemporer yang mana telah mendepak persahabatan ke ruang agama dan moral. Marginalisasi persahabatan dalam politik dinilai Derrida tidak bisa menjamin masa depan politik. 

Bagi Derrida, sebagaimana diuraikan Aristoteles, persahabatan justru menjadi bagian penting dalam bangunan politik. Politik sebagai bentuk kerja sama dalam menata peradaban komunitas yang terarah pada cita-cita kebaikan bersama mutlak memerlukan persahabatan. 

Dalam terang semangat dekonstruksi, Derrida mendekonstruksikan motivasi persahabatan dalam konteks politik. Berbeda dari Aristoteles yang melihat persahabatan bermotifkan kegunaan sebagai basis dalam politik, Derrida justru menempatkan motivasi keutamaan dalam persahabatan sebagai basis politik. 

Hal ini bukan tanpa alasan sebab bangunan politik yang didasarkan pada motivasi kegunaan cenderung mereduksi makna politik yang kemudian menjurus pada ketimpangan politik dalam praksisnya.

Hal ini bukan tanpa alasan sebab bangunan politik yang didasarkan pada motivasi kegunaan cenderung mereduksi makna politik yang kemudian menjurus pada ketimpangan politik dalam praksisnya.

Persahabat seperti itu mengalir seindah sungai kecil yang airnya dingin dan segar. Arus jernih dan tidak kotor dari dua orang yang bisa menyatu di dalam suatu ketulusan, bergerak secara positif menuju mimpi dan harapan kita masing-masing. Berjuang dan bertumbuh bersama, saling berbagi penderitaan, saling memberikan dukungan dan semangat, mereka menciptakan sungai persahabatan yang lebih lebar, dalam, dan jernih. Keindahan dan kejernihan dari sungai inilah yang akan menginspirasikan semua orang yang meihatnya.

 Persahabatan adalah kekayaan yang amat berarti. Ada banyak pepatah yang mengenai persahabatan, misalnya pepatah Cicero, “Persahabatan lebih rekat daripada pertalian keluarga” dan “Sebuah kehidupan tanpa persahabatan adalah sebuah dunia tanpa cahaya matahari.” Dan kata Aristoteles, “Seorang teman adalah seperti dirimu yang lain.” Sebesar-besarnya status atau kekayaan yang dicapai oleh seseorang, mereka yang hidup tanpa teman sudah pasti akan merasa kesepian dan sedih. Sebuah kehidupan tanpa persahabatan mengarah kepada keberadaan  yang tidak seimbang dan mementingkan diri sendiri.

 

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama