Pesta Keluarga Kudus 2020 “Ia Menyambut Anak Itu”

Pesta Keluarga Kudus 2020 “Ia Menyambut Anak Itu”

Renungan  Hari Minggu, Pesta Keluarga Kudus: “Kehadiran Tuhan Dalam Keluarga”



 

Bacaan : Kej. 15:1-6; 21:1-3; Ibr. 11:8, 11-12; 17-19; Luk. 2: 22-40

Virus corona tipe baru (covid-19) sedang meruntuhkan segenap pranata kehidupan manusia. Negara yang dianggap sebagai institusi paling sistematis dalam mengurus kehidupan publik kalang kabut dihantam pandemi ini. Bahkan agama yang selalu menyediakan dirinya untuk menjawab segenap pertanyaan eksisteni manusia tak berkutik di hadapannya. Peradaban yang begitu mendewakan mobilitas, ambruk di bawah hukum social distancing sebagai resep primer melawan corona. Keluarga tentu tidak bisa luput dari situasi ini. Malah keluarga harus menanggung beban dan kesulitan yang maha dasyat dan berat ketika pandemi covid-19 menerpa setiap bahtera rumahtagga baik secara langsung maupun tidak langsung.

Satu-dua gambaran sekedar contoh, bagaimana keluarga-keluarga di masa pandemi covid-19 ini, mengalami situasi yang berat dan sulit. Banyak keluarga mengalami goncangan, stres dan tidak siap, membawa akibat yang sangat luas dan beragam. Krisis itu semakin parah ketika ada anggota keluarga yang mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), kehidupan ekonomi semakin tak menentu. Para orangtua semakin bingung dan gelisah ketika harus bekerja dari rumah. Apa yang bisa dikerjakan di rumah kalau selama ini kehidupannya sangat bergantung pada apa yang dikerjakan di tempat kerja dan sekarang harus tinggal di rumah.  Beban itu belum saja berakhir, ketika anak-anak yang harus ke sekolah tidak bisa ke sekolah dan harus belajar dari rumah. Entah melalui daring juga melalui tugas-tugas yang terasa sebagai beban. Tidak hanya anak-anak, tetapi orangtua semakin terbebani ketika harus mendampingi anak dalam belajar secara daring dan mengerjakan tugas-tugas yang diberikan.

Relasi orangtua dan anak dalam keluarga selama masa pandemi yang seharusnya semakin akrab karena lebih banyak waktu untuk bersama, ternyata tidak bertahan. Banyak yang tidak bertahan karena bosan dan lelah. Doa dan ibadat dalam keluarga yang dapat menjadi kesempatan utnuk lebih dekat dan pasrah kepada Tuhan, serta menimba kekuatan, sering dirasa kosong. Ada keluarga yang bisa memanfaatkan kesempatan pandemi ini untuk semakin meningkatkan iman dan imun keluarga, tetapi tak dapat disangkal banyak keluarga yang kehilangan gairah untuk lebih berpasrah.

Wabah menyadarkan bahwa manusia adalah ciptaan yang rapuh yang tidak mungkin bertahan juga ketika alam ciptaan lainnya dihancurkan. Kita selain mengoreksi diri dan mengubah sikap, kita harus memiliki kesadaran dan tanggungjawab baru akan pentingnya kehidupan ini, baik kehidupan kita sendiri dan makhluk-makhluk lainnya, maupun kehidupan alam itu sendiri.

Ketika keluarga-keluarga menghadapi dan mengalami situasi sulit dan berat seperti dicontohkan di atas, banyak kali orang bertanya dan menggugat: di mana Tuhan? Apakah Tuhan tidak peduli dan membiarkan kita berlarut-larut dalam ketidakpastian sampai kapan badai ini bisa berlalu? Terkadang orang meragukan dan mungkin tidak percaya akan kehadiran Tuhan, ketika keluarga-keluarga kita tidak tau jalan keluar. Kita bertanya sampai kapan?

Tuhan selalu hadir dan turut merasakan kecemasan, kebingungan dan kesulitan serta penderitaan yang sedang kita hadapi dan alami. Namun menjadi pertanyaan, apakah kita sudah sungguh menghadirkan Tuhan dalam setiap pengalaman dan peristiwa hidup keluarga kita. Sering kita menjadi tak berdaya dan putus asa, bimbang dan ragu atas kehadiran Tuhan.

Keluarga kita seperti para murid ketika berlayar bersama Yesus (Mt. 8:23-27), dan perahu mereka diterpa angin, badai dan gelombang sementara Yesus tidur. Dan para murid membangunkan Yesus, “Tuhan, tolonglah, kita binasa”. Dan Yesus berkata, “Mengapa kamu takut, kamu yang kurang percaya?” Yesus selalu hadir; juga dalam keluarga-keluarga kita di saat kita sedang mengalami badai gelombang pandemi covid-19 ini. Kehadiran-Nya memberi kita harapan, kekuatan dan kepercayaannya bahwa badai ini pasti berlalu. Masihkah kita percaya pada-Nya?

Kita terus diajak untuk mengupayakan kebaikan bagi orang lain. Bersikap solider dengan orang lain menuntut pengorbanan dari setiap pribadi untuk berpihak pada yang miskin dan tersingkir. Ketika kita berbicara tentang tanggungjawab merawat rumah bersama, setiap kelebihan yang dimiliki satu orang atau kelompok digunakan untuk keperluan bersama. (16-17). Kita perlu saling memperkaya dan saling melengkapi.

Tuhan selalu hadir dalam keluarga. Karena itu “untuk keluarga tidak ada jalan buntu”. ”Keluarga sendiri menerima perutusan dari Allah, untuk menjadi sel pertama dan sangat penting bagi masyarakat. Perutusan itu akan dilaksanakannya, bila melalui cintakasih timbal balik para anggotanya dan doa mereka bersama kepada Allah, keluarga membawakan diri bagaikan ruang ibadat Gereja di rumah. Kristus memilih supaya dilahirkan dan berkembang dalam pangkuan keluarga Yusuf dan Maria. Dengan demikian, kita dapat mengatakan bahwa Gereja itu juga adalah “Keluarga Allah” (AA.11).

Keluarga Kudus Nasaret: Yesus, Maria dan Yusuf, doakanlah keluarga-keluarga kami semoga bahtera hidup keluarga kami dapat sampai ke pelabuhan-Mu yang aman dan damai.***

 

 

Ditulis oleh Rm. Fransiskus Emanuel da Santo, Pr; Sekretaris Komkat KWI


Catatanku sebagai Penimba Inspirasi Jalan Setapak

Perayaan Keluarga Kudus adalah kesempatan untuk mengintrospeksi sekaligus meretrospeksi diri. Perayaan yang menjadi kesempatan emas kita lakukan refleksi massal secara bersama-sama di Rumah Tuhan ini. Apakah Keluarga kita sudah mencontohi Keluarga Kudus Nasaret?

Sebagai cermin saya kutip tulisan yang berjudul: “Berumah Tangga Itu Ibarat Mengopi” 

“Berumah tangga itu ibarat mengopi, takarannya tidak melulu pas. Terkadang manisnya lebih terasa, tetapi pada kesempatan lain mungkin pahitnya lebih dominan. Jangan kamu hindari. Nikmati saja sampai suatu saat kamu menjadi terbiasa. Ketika rumah tanggamu sudah jadi candu bagimu, maka percayalah bahwa tidak ada tegukan yang lebih nikmat dari yang di luar sana.

Berumah tangga itu ibarat mengopi. 

Jika kamu hanya mau manisnya saja, janganlah mengopi, tapi minumlah sirup. Sirup adalah rasa manis yang dinikmati oleh mereka yang memutuskan pilihan hidup single, jomblo. Tidak ada pilihan lain, selain manis. Memang manis, tetapi tentu saja tidak senikmat kopi. Demikin pula apabila kamu hendak menikmati sensasi pahitnya saja, janganlah mengopi. Tapi minumlah jamu. Nah, itulah jomblo.

Berumah tangga itu ibarat mengopi,

para penikmat kopi adalah  orang-orang yang terlatih dalam menakar hidup. Istri pemasak airnya, suami berasnya.Dibutuhkan kerjasama yan cermat dari mulai proses hingga hasil. Orang-orang di luar sana hanya boleh melihat asap yang mengepul dan aoma wangi, tanpa perlu tahu bagaimana berantakannya dapurmu.

Berumah tangga itu ibarat mengopi,

Kadang ada pihak ketiga  yang mencampuri, otomatis menambah gurih, tapi bisa pula sebaliknya. Pihak ketiga, bisa saja ipar atau mertua. Anggaplah mereka itu krimer atau susu. Takaran mereka tentu tidak mematikan.

Namun yang perlu diwaspadai adalah campuran yang mematikan. Racun sianida. Kalo jenis ini hampir pasti mantan, atau pengagum. Maka buang jauh-jauh itu. Pastikan gelasnya bersih sebelum menuang kopi yang baru.

Berumah tangga itu ibarat mengopi…

Kamu tentu tidak suka  jika ada yang mencoba mengaduk kopi di gelas istrimu. Tapi sebaliknya, coba tanyakan juga pada dirimu, apakah kamu yakin,  bahwa kamu tidak pernah menikmati adukan kopi yang lain?

Demikianlah cemburu, Akarnya adalah ketidaknyamanan dan lebih dari itu adalah ketidakpercayaan. Karena itu, jangan sepelekan  selingkuh-selingkuh kecil, karena ia adalah awal pengkhianatan terhadap kasih sayang.

Bapa. ibu, saudara, saudari,

kopi boleh pahit, rumah tanggamu janganlah!! Agar kita tetap mengopi dalam suasana ceria penuh berkat maka mari kita tiru sikap Simeon, Menyambut Yesus Sang Bayi Natal dalam hati kita masing-masing. Sambil itu kita teladani Keluarga Kecil Nasaret, yang senantiasa pergi ke Bait Allah, untuk selalu menguduskan diri dan menerima berkat. Pada gilirannya, kita akan menjadi berkat bagi banyak orang, agar mereka pun ikut terberkati.***

 

 

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama