PILKADA MALAKA 2020 USAI SELANJUTNYA BAGAIMANA? (Suara Rakyat Akar Rumput Untuk Paslon Yang Menang Pilkada)

PILKADA MALAKA 2020 USAI SELANJUTNYA BAGAIMANA? (Suara Rakyat Akar Rumput Untuk Paslon Yang Menang Pilkada)

PILKADA MALAKA 2020 USAI SELANJUTNYA BAGAIMANA?

(Suara Rakyat Akar Rumput Untuk Paslon Yang Menang Pilkada Malaka)



Biarkanlah hiruk pikukmu berlalu,

Biarkanlah prasangka – prasangkamu pergi ditiup angin. Cukup. Curigamu kepadaku.

 Sudahi, pemainan caturmu.

Kemarin, kau mungkin bertarung dengan ambisimu.

Nafsumu, semua cara kau gunakan.

Kini kau mungkin tersenyum.

 Bersorak sorai, selamat – selamat kamu pemenangnya.

Atau kau mungkin sekarang lagi bersedih hati.

Terluka dan tertunduk malu.

Cukup pestamu telah usai.

 Bingar – bingarmu perlahan pudar saat nya tebarkan senyum pedamaian.

 Duduk bersama dengan damai.

Bekerja samalah karena kudusku harus dibangun. Rakyatku harus semakin sejahtera.

Roda itu terus berputar. Life must go on.

Hidup itu terus berjalan Bangunlah masa depan ada di tanganmu.

”Selesai,”.

Sudah menjadi rahasia umum bahwasanya pesta demokrasi (pilkada) 5 tahunan hanya menjadi panggung bagi pertaruhan janji politik para kandidat yang bertarung, setelahnya kemudian tidak lagi riuh oleh bagaimana kandidat yang memenangkan pertaruhan benar-benar bertaruh dalam menjalankan program atau janji politiknya.

Tensi keriuhan politik memang meninggi saat-saat menjelang Pilkada tetapi setelah itu entah mengapa menurun, bukankah seharusnya menjadi waktu yang tepat untuk meninggikan partisipasi politik masyarakat guna menggembleng dan mengontrol kandidat yang telah memenangkan pertaruhan, tepatnya program dan kontrak politik yang telah dijanjikan sebelumnya?

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Malaka 2020 memang telah usai, tetapi kerja kita sebenarnya baru dimulai setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pasangan terpilih. Mengapa? Karena apa yang terjadi pada Pilkada beserta pernak perniknya mencerminkan kedewasaan bangsa ini terlebih khsusu renu rai Malaka dalam berdemokrasi. Tak kalah pentingnya, pekerjaan rumah besar sudah menanti di depan mata. Bukan soal siapakah paslon yang menang dan kalah dalam ajang pilkada Malaka, tetapi bagaimana menyiapkan pemimpin di masa datang; tidak hanya lima tahun tapi puluhan tahun ke depan.

Pelajaran Penting

Pilkada Malaka yang baru dilaksanakan memberikan pelajaran penting, bahwa kandidat masih sangat tergantung pada partai politik. Bisa dimaklumi, karena sistem pemilihan kita memang mengatur seperti itu. Akibat sistem ini, para kandidat terpilih akan memenuhi keinginan parpol dari pada kepentingan dan kemaslahatan umum. Dengan kata lain, kandidat berada dalam “ketiak” parpol. Seharusnya, meskipun mereka dipilih dan didukung oleh parpol jika sudah terpilih harus mengesampingkan partai atau kelompok tertentu. Artinya, kepentingan dan kemaslahatan umum harus menjadi titik tolak dalam upaya melaksanakan kebijakan daerah. Ini juga berarti , siapapun pun bupati dan wakil bupati terpilih juga tak jauh berbeda.

Di Indonesia, masyarakatnya masih memandang faktor pemimpin sebagai hal utama yang bisa memberikan arah. Pemilih Indonesia memang belum begitu rasional dan masih mengandalkan ikatan emosional dan pengetahuan akan sosok. Melihat kenyataan itu, maka aparatur negara tidak boleh hanya berurusan dengan bagaimana mengamankan kekuasaan saja.

Hal ini tentu akan menimbulkan koalisi mereka yang berkepentingan saja (pengikut). Pengikut mungkin merasa aman mengikuti pemimpin yang sedang berkuasa. Lalu bagaimana dengan mereka yang dianggap bukan pengikut? Mereka akan merasa tidak mendapatkan sumber dan akses kekuasaan atau keistimewaan. Mereka ini tentu akan mencari atau berpaling pada sumber-sumber lain.


Sumber lain itu bisa premanisme, sektarianisme, kesukuan, perkawanan dan lain-lain. Jika ini sudah tumbuh subur maka tidak bisa diharapkan akan muncul kepemimpinan yang mengayomi banyak orang.


Dengan kata lain, mereka yang tidak berada di jalur kekuasaan akan selalu berusaha untuk melawan, karena tak ada cara lain kecuali harus merebut kekuasan. Jika ini terjadi akan muncul lingkaran setan bahwa setiap ganti rezim hanya akan berususan dengan pemimpin yang mempertahankan atau merebut kekuasaan. Inilah yang sedang terjadi pula di negara kita; suasana saling balas dendam, berseteru untuk mempertahankan dan merebut kekuasaan.


Agenda ke Depan

Maka, Pemilu (pilkada) itu harus bertujuan untuk menciptakan pemimpin yang baik dengan track record meyakinkan, bukan pepimpin populer apalagi hanya bermodal dukungan Parpol semata. Beberapa kata kuncinya antara lain; pertama, kemampuan merangkul banyak pihak. Meskipun ungkapan ini klasik tetapi tetap harus diperjuangkan. Tak ada cara lain untuk mengarahkan bangsa ini di masa datang dengan pluralitas tinggi, kecuali dengan dasar merangkul semua pihak. Dalam politik biasanya sangat akrab dengan koalisi, hanya sangat terkesan politis. Pemimpin tentu harus mendahului merangkul. Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah pemimpin yang punya kemampuan merangkul banyak pihak, bahkan mereka yang dahulunya berseberangan. Entah dengan cara politis atau tidak, Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) akhirnya ikut dalam jajaran kementerian. Ini tentu patut diapresiasi lepas dari kelemahan yang melekat. Sehebat dan sebanyak apapun dana yang disediakan tanpa punya kemampuan merangkul ibarat mendirikan bangunan megah dengan pondasi rapuh.

Kedua, moralitas yang dipertanggungjawabkan. Ini berkaitan erat dengan orientasi politik yang menjadi komitmen seorang pemimpin pada rakyatnya. Komitmen ini bisa dilihat saat ia berjanji untuk melakukan banyak hak ketika dia terpilih nantinya. Jika seorang pemimpin tidak bisa memenuhi janjinya ini, maka ia akan dianggap punya moralitas yang tak bisa dipertanggung jawabkan. Moralitas yang baik akan berakibat pada kepercayaan rakyat pada pemimpinnya.

Ketiga, mampu menjadi teladan. Ini berkaitan dengan perilaku konkrit yang bisa dijadikan panutan rakyatnya. Tidak korupsi, pekerja keras, sederhana, membela kaum lemah, integritas yang baik adalah bagian dari bentuk keteladanan ini. Sudah berapa banyak para pucuk pimpinan lembaga akhirnya terseret korupsi setelah berkuasa? Tentu masing-masing pemimpin mempunyai cara sendiri untuk bisa menjadi teladan rakyatnya.

Keempat, kemampuan pada penegakan hukum tanpa kecuali. Indonesia masih krisis penegakan hukum, bahkan ada kesan tebang pilih dalam penegakannya. Untuk itu, kemampuan pemimpin dalam menegakkan hukum layak dikedepankan. Ia juga harus berada di garda terdepan penegakan hukum, meskipun ada kaitannya dengan keluarga atau organisasi pendukungnya. Jika tidak, maka kepercayaan rakyat akan makin berkurang. Berbagai carut-marut, tuduhan bahwa pemerintah tidak adil juga berawal dari ini. Masalahnya, selama ini hukum masih diletakkan di bawah kepentingan politik.
Di balik itu semua, tentu beban tidak hanya dipikulkan pada pemimpin. Rakyat sebagai pihak yang berdaulat juga perlu ikut menunjung tinggi kewibawaan bangsa dan negara. Selama ini, rakyat hanya sekadar mengekor pemerintah (karena memang mendukung pemerintah), di sisi lain ada sekelompok yang maunya hanya menggungat dan melampiaskan ketidakpuasannya di sana-sini. Di pihak inilah yang masih menjadi beban berat bagi para pemimpin di masa datang untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyatnya. Apalagi, rakyat masih buta politik atau sengaja dibutakan dengan hanya sibuk untuk membela kelompok masing-masing.


Perebutan tahta pemimpin daerah yang seharusnya bertujuan untuk menyejahterakan rakyat dengan berbagai kebijakannya, menjadi ajang berebut kekuasaan semata tanpa menyebutkan apa tujuan mereka sebenarnya. Dengan gaji yang saya rasa jauh lebih kecil dibanding penghasilan mereka sebelumnya, tetapi rela mengeluarkan modal untuk berkampanye mengenalkan diri ke publik dengan berbagai cara. Penulis sebagai kaum muda mulai curiga dengan fakta seperti di atas. Apa sebenarnya tujuan mereka?

Para calon pemimpin daerah yang mengikuti PILKADA serentak beberapa waktu lalu tak lepas dari dukungan partai politik atau parpol pengusung (kecuali independen). Salah satu fungsi dari Parpol adalah sebagai sarana komunikasi politik guna menyalurkan aspirasi masyarakat supaya sampai pada pemerintah. 

Sebaliknya parpol juga berfungsi menyebarluaskan keputusan dan kebijakan pemerintah, atau singkatnya fungsi parpol adalah jembatan antara pemerintah dan rakyat. Secara teoritis, parpol sangat membantu proses pemerintahan. 

Parpol menjadi penyeimbangan dalam sistem pemerintahan. Akan tetapi agaknya belum terlaksana dengan baik teori tersebut. Parpol oposisi sebagai parpol kontra pemerintah bukan menjadi pemberi saran yang baik demi kepentingan bersama, melainkan lebih sebagai pengkritik tanpa memberi solusi. Parpol yang pro pemerintah atau parpol pengusung pemenang pemilu juga habis-habisan membela. Hal ini yang membuat masyarakat khususnya anak muda menjadi terbawa dengan segala pernyataan dan info dari kedua belah pihak. Lebih buruk lagi adalah terjadinya konflik horizontal atau konflik antar kelompok pendukung parpol yang mungkin juga terjadi.

Jika pemuda memposisikan diri di parpol yang kontra ataupun pro pemerintah, tentu harus jelas alasannya. Jangan sampai kita memposisikan diri di posisi yang salah, mengingat banyak figure yang bermanuver. Pemuda hendaknya menjadi agen pencari informasi dan tidak terlena dengan rayuan dari satu pihak saja. Pemuda mempunyai andil yang besar juga dalam pemerintah, maka harus kritis terhadap semua kebijakannya.  

Jika tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah, kita harusnya mencari titik masalahnya dan memberikan solusi melalui organisasi-organisasi pemuda atau lain sebagainya. Kebijakan yang kurang bisa diterima bukan menjadikan kita memilih jalan untuk golput. Menjadi pemuda yang cerdas, memberikan kritik sosial dengan cara anak muda melalui media sosial misalnya. 

Pemuda juga harusnya bisa menjadi pemberi informasi untuk kalangan lain, bisa dimulai dari lingkungan sekitar, dan semakin meluas. Hal seperti ini sudah merupakan bentuk kepedulian pemuda terhadap dunia politik di Indonesia. 

Suara kita yang banyak ini, kita berikan untuk pemimpin yang benar dibutuhkan rakyat. Suara kita yang banyak ini, bukan untuk mereka yang membutuhkan posisi pemimpin untuk kepentingan golongan. Mari pemuda Indonesia, tunjukan kepedulian kita. Kita bukan boneka yang bisa digerakan kemana saja. Kita tak akan termakan politik uang, bagi-bagi kuasa ataupun isu SARA yang dapat memecah belah bangsa. Kita kaum muda yang akan terus belajar memperbaiki diri untuk kemajuan bangsa dengan benar memilih dan akhirnya menjadi layak dipilih.

 


Penulis: Frederick Mzaq (Penimba Inspirasi Jalan Setapak)

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama