Wakil Ketua MK: Selisih Suara Substansi Sengketa Pilkada
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto memberikan ceramah kunci sekaligus menutup kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 bagi Kongres Advokat Indoenesia (KAI), Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia (PPKHI)Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto memberikan ceramah kunci sekaligus menutup kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 bagi Kongres Advokat Indoenesia, Perhimpunan Profesi Hukum Kristiani Indonesia, dan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti, pada Jum'at (11/12), dan Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti, pada Jum'at (11/12) di Jakarta. Foto Humas/Ilham. |
Aswanto
mengatakan bimtek ini akan membantu kerja para peserta ketika mendampingi klien
dalam sidang perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) di
MK. Saat para peserta bimtek berada dalam satu kelas. Tetapi saat persidangan
PHP Kada, para peserta mendampingi klien yang berada di pihak yang
berbeda-beda.
“Bisa
saja nanti ketika di (persidangan) MK, berada di pihak yang berbeda,” kata
Aswanto menyampaikan ceramah secara virtual.
Lebih
lanjut Aswanto menjelaskan syarat jumlah selisih suara untuk dapat mengajukan
perkara sengketa pilkada telah masuk dalam substansi perkara. Sebab menurutnya,
hakikat dari sengketa hasil pilkada adalah perolehan jumlah suara masing-masing
pasangan calon.
“Jika
MK begitu saja melaksanakan ketentuan syarat selisih suara bagi pasangan
calon untuk mengajukan perkara maka MK sudah berpihak kepada salah satu
pihak yakni KPU. Oleh karena itu, dalam memeriksa perkara sengketa
pilkada, syarat selisih suara akan diputus terakhir setelah selisih suara
itu diperiksa kebenarannya,” jelas Aswanto.
Selain
itu, Aswanto mengingatkan kepada para peserta bimtek yang mengikuti kegiatan
tersebut secara online, bahwa data atau barang bukti yang diajukan
ke MK harus memiliki nilai pembuktian. Berdasarkan pengalaman selama ini,
banyak data atau alat bukti yang dibawa oleh para pihak tidak memiliki nilai
pembuktian.
Aswanto
juga mengungkapkan sering kali para saksi di TPS menandatangani dokumen dan
menyetujui hasil suara. Namun ketika mengetahui hasil rekap suara pasangan
calon kalah, saksi di tingkat atas tidak mau tanda tangan. Menurut Aswanto jika
ada keberatan seharusnya disampaikan mulai tingkat TPS dan saksi dapat mengisi
formulir keberatan.
Aswanto
juga menginformasikan jumlah saksi dan ahli yang dapat diajukan dalam
persidangan akan dibatasi di samping pemeriksaannya dilakukan
secara online. Kemudian yang dapat hadir di ruang sidang adalah para pihak
dengan jumlah yang dibatasi pula.
Penulis:
Utami Argawati.
Editor:
Nur R.
Sumber:
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=16829