MENGENAL KOTA BETUN, IBU KOTA
KABUPATEN MALAKA
(Mengenal Asal Mula Kota Betun)
Kota
Betun merupakan sebuah kota kecil di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kota ini
juga berperan sebagai ibukota dan pusat pemerintahan dari Kabupaten Malaka.
Sebagai sebuah pusat pemerintahan, Kota Betun bukanlah merupakan kecamatan
maupun sebuah kota administratif. Bisa dibilang Kota Betun merupakan sebuah
kampung besar yang dijadikan pusat pemerintahan. Kota ini juga merupakan tempat
penampungan dari Timor Leste yang mengungsi akibat konflik Indonesia dengan
Timor Leste tahun 1999- 2006
Kota
Betun berada di Kecamatan Malaka Tengah. Tidak diketahui berapa jumlah penduduk
dan kepadatannya karena tidak ditemukan informasi mengenai jumlah penduduknya
dan cakupan wilayahnya. Namun, untuk Kecamatan Malaka Tengah, kepadatan
penduduknya berkisar 213 jiwa per kilometer persegi untuk luas wilayah sekitar
168,69 kilometer persegi.
Kabupaten
Malaka saat ini tidak memiliki kantor pemerintahan khusus untuk bupati.
Menurutnya, kantor bupati saat ini urgensinya tidak terlalu mendesak untuk
Kabupaten Malaka. Maka, saat ini seluruh proses administrasi meminjam gedung di
RSUPP Betun.
Mengenal Asal Mula Kota Betun
Pada
jaman setelah bumi timor ini dipisahkan antara laut dan daratan terjadilah
kekeringan. Sementara di dataran rendah pulau ini yakni malak pun kesulitan
air. Dimana air yang muncul terasa asin bagaikan air laut. Di daerah pegunungan
pun air menjadi kering tinggal Oe reu’ yang di sebut Feot nai ana Nai Mnuak
ana. Wilayah Malak yang kesulitan air itulah para raja mengutus Leki Metan dan
Bere Seran untuk menghadap Liurai yang bertahkta di Ikan Tuanbeis. Ketika Leki
Metan dan Bere Seran tiba di sonaf Amanas Liurai disambut dengan baik oleh raja
Liurai yang saat itu berkuasa adalah Uis Mesak Liurai dari Suku Abukun. Kepada
Uis Mesak Liurai, mereka mengatakan: “Kami diperintahkan oleh raja-raja di Malak
untuk menghadap tuan agar tuan berbaik hati dapat memberikan kepada
hamba-bambamu air yang dapat diminum. Sebab sampai saat ini air yang ada masih
terasa asin”. Mendengar keluhan itu tergeraklah hati Uis Mesak Liurai dan
kepada dua orang utusan ia berkata:”Ya baik, saya akan mengutus dua orang putri
raja di istana ini untuk mengambil air”. Akhirnya Raja Uis Mesak Liurai dari
Sonaf Amanas memanggil Dua saudarinya yakni Tua Ua’ dan Tua Abuk untuk
mengambil air dan diisi pada bambu (peto/betun). Kepada mereka ia berkata:
“Ambillah air bersama feot nai ana dan nai mnuak ana’ “. Keduanya pun
melaksanakan perintah raja.
Setelah
kembali keduanya mengdahap raja dan berkata: “Uis Mesak kami telah membawanya
disini sesuai perintah”. Mendengar perkataan kedua saudarinya itu ia berkata
:”Bere Seran, jagalah saudariku Ua’ bersama pemberianku ini. Tiba di wilayah
malak bagian barat tuanglah sedikit air disitu dan lepaskanlah feot nai ana
pada air yang kamu tuang itu. Adikku Ua’ pun harus tinggal disitu untuk menjaga
air yang saya berikan ini”. Demikian pesannya kepada Tua Ua’ dan Bere Seran.
Sementara kepada Leki Metan ia Berkata:”Jagalah saudariku Tua Abuk bersama
pemberianku ini. Tiba di wilayah malak bagian matahari terbit tuanglah sedikit
air disitu dan lepaskanlah Nai Mnuak ana pada air yang kamu tuang itu. Adikku
Tua Abuk harus tinggal disitu untuk menjaga air yang saya berikan ini”. Dan
mereka pun menjawab katanya :”Ya Tuan, Kami akan menjalankan perintah itu
sesuai dengan titah tuan”. Usai berkata demikian mereka pun berangkat menuju
tempat-tempat yang dititahkan oleh raja saat itu. Mereka melakukan perjalanan
yang sangat jauh menuju malak.
Setibanya
di umalor mereka berhenti dan air yang diisi pada bambu itu dituang sedikit
ditanah dibawah pohon tium a’ (biku). Setelah tuang air mereka melepaskan Feot
nai ana yang adalah seekor udang. Ua’ pun tinggal dan menetap di situ bersama
Bere Seran. Dari tempat dituang air itu keluarlah air dan menjadi sumber mata
air yang besar. Tempat itu mereka menyebutnya Wewiku. Leki Metan dan Tua Abuk
melanjutkan perjalanan menuju wilayah malak bagian matahari terbit. Ketika tiba
di sebuah beringin yang rimbun daunnya mereka pun berhenti. Saat itulah mereka
tuang air dibawah pohon beringin dan tempat itu keluarlah air dan mereka
melepaskan Nai Mnuak ana yang adalah seekor belut dengan ekornya kuning di
tempat itu. Tempat itu mereka menyebutnya Wehali. Sampai saat ini juga, banyak
orang menyebutnya dalam pantun yang berbunyi : Tuna iko samara samara wesei
nain, wehali wewiku wesei nain (Belut berekor emas pemberian leluhur, sumber
air wehali dan wewiku juga diberikan leluhur).
Sementara
Bambu yang mereka bawa itu pun ditanam. Bambu itupun tumbuh menjadi rimbun.
Sampai saat ini, orang menamainya Betun yang kini menjadi Kota Kabupaten
Malaka. Dituturkan oleh Petrus Neno Ditulis oleh : Yakobus M. Dini
Sejarah Kota Betun
RSUPP Betun yang dijadikan Kantor Bupati Malaka
Kota
Betun baru diresmikan menjadi ibukota dari Kabupaten Malaka pada April 2013.
Sebelumnya, Kabupaten Malaka merupakan bagian dari Kabupaten Belu. Pada saat
baru dibentuk, Kabupaten Malaka memiliki 12 kecamatan dengan jumlah penduduk
sekitar 180 ribu jiwa.
Pembentukan
daerah otonom baru bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat.
Selain itu bertujuan juga untuk memperpendek rentang kendali birokrasi. Sebagai
wilayah yang berbatasan langsung dengan Timor Leste, Kabupaten Malaka
diharapkan untuk menjadi daerah transit yang menghubungkan mobilisasi barang
dan manusia dari Timor Leste ke Kupang dan wilayah lain di NTT.
Wisata Kota Betun
Pantai Raihenek
Karena berbatasan langsung dengan laut, sudah pasti wilayah di sekitar Kota Betun, Kabupaten Malaka, banyak pantainya. Salah satu pantai yang cukup terkenal adalah Pantai Raihenek. Pantai ini berlokasi di Desa Rainawe, Kecamatan Kobalima. Lokasinya sekitar 16 km dari RSUPP Kota Betun atau 21 menit berkendara dengan mobil.
Suasana
pantai di Pantai Raihenek sangatlah indah dan membuat pikiran tenang. Selain
itu, terdapat lopo-lopo kecil yang terbuat dari kayu. Lopo tersebut biasanya
digunakan sebagai tempat untuk berselfie. Kebersihan pantai pun sangat terjaga.
Pemerintah setempat sepertinya sangat sadar akan adanya potensi Pantai Raihenek
sebagai objek wisata favorit.
Pantai Motadikin
Pantai
Motadikin merupakan salah satu pantai di sekitar Kota Betun, Kabupaten Malaka,
yang cukup terkenal. Berjarak sekitar 15 km dari RSUPP Kota Betun atau 30 menit
berkendara dengan mobil. Lokasinya berada di Desa Railor Tahak, Kecamatan
Malaka Tengah.
Pantai
ini sangat bagus dan indah. Kerennya lagi, pantai ini memiliki pepohonan pinus
di tepian dan banyak lopo berjajar di pantai. Ketika sore, terkadang tersedia
ikan segar hasil tangkapan nelayan yang boleh dibeli. Garis pantai yang begitu
panjang membuat pantai ini memiliki banyak spot foto yang menarik untuk
mengabadikan momen.
Kuliner Kota Betun
Terdapat
satu makanan khas orang Malaka yang cukup terkenal, yaitu akabilan. Akabilan
merupakan cadangan makanan ketika datang musim paceklik. Makanan tambahan ini
memang sangat digemari dan mudah diperoleh karena bahan bakunya selalu ada.
Memakan akabilan bukan berarti orang Malaka itu miskin dan kelaparan, namun
berarti orang Malaka tidak menyerah pada situasi meskipun keadaan tidak
memungkinkan (musim paceklik).
Bahan
dasar akabilan adalah pohon gewang atau sagu yang tua yang diiris
berkeping-keping kemudian dijemur dibawah sinar matahari. Irisan tersebut
kemudian ditumbuk hingga jadi tepung. Tepung sagu tersebut direndam sambil
diaduk dalam wadah supaya padat dan merata, kemudian adonan yang sudah padat
dikeluarkan dan dipanggang.
Tradisi Kota Betun
Di
Kota Betun, tepatnya di seluruh Kabupaten Malaka, terdapat tradisi yang menjadi
pemersatu suku di Malaka. Tradisi tersebut adalah tradisi Batar Manaik. Tradisi
ini sebenarnya merupakan persembahan upeti dari rakyat Wehali kepada sang Raja
Liurai Malaka. Batar Manaik sudah ada sejak zaman kejayaan Kerajaan Wesei
Wehali.
Tradisi Batar Manaik memiliki makna ungkapan simbol penghormatan, ketaatan, rasa persatuan dan kebersamaan dalam kehidupan masyarakat adat Wehali. Pada hari H, setiap kelompok masyarakat membawa upeti dalam bentuk hasil pertanian, hewan atau uang logam. Barang dan hewan yang dibawa masyarakat diletakkan sementara pada tempat yang ditentukan. Jika undangan sudah lengkap, petugas akan memberi isyarat kepada kelompok suku untuk berarak bergiliran diiringi tarian likurai mengantar upeti.
Budaya Kota Betun
Budaya
dan kesenian yang terkenal dari Kabupaten Betun adalah Tari Likurai. Tarian ini
ditarikan sebagai simbol penghormatan kepada tamu yang datang ke Kabupaten
Malaka. Tarian ini juga ditarikan ketika arak-arakan megantar upeti pada
upacara Batar Manaik. Untuk menampilkannya, tarian ini tidak memerlukan musik
pengiring. Tarian ini dipertunjukkan oleh pria dan wanita.
Kabupaten
Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT), termasuk daerah yang memiliki banyak kampung
adat. Nuansa tradisional terjaga ketat di sana. Nah, jika kamu menyaksikan
Konser Musik Perbatasan Malaka 2019, sempatkan deh mampir ke salah satu kampung
adat di sana. Sekalian eksplorasi kekayaan alam dan budaya yang ada di
dalamnya.
Konser Musik Perbatasan Malaka digelar 28-29 Maret 2019. Venuenya ada di Lapangan Paroki Kamanasa (MISI), Betun, Malaka. Bintang tamu utamanya adalah Bondan Prakoso dan penyanyi Timor Leste Maria Vitoria.
Salah satu kampung adat yang direkomendasikan
adalah Tuaninu. Letaknya di Desa Kusa, Malaka Timur. Kampung adat ini berada di
atas bukit dengan dikelilingi ‘benteng’ batu. Menurut Mako’an (Penutur Adat),
dahulu bumi ini terdiri dari air. Setelah berlayar jauh, perahu nenek moyang
mereka karam pada bukit tersebut.
Menghormati
sejarah, generasi berkutnya mengadopsi filosofi perahu. Aplikasinya ada pada
atas rumah dan terus dipertahankan hingga sekarang. Masyarakat adat lalu
membangun rumah dan diberi nama Kapitan Ronda. Kampung ini memiliki sekitar 11
rumah adat. Dari jumlah itu, 11 rumah menjadi tempat tinggal lalu 2 lainnya
konon dihuni makhluk gaib.
Kampung Adat Tuaninu memiliki beberapa elemen penting. Ada gerbang utama Tuaninu dengan rimbun pohon beringin di sekitarnya. Konon di bawah rimbunnya beringin ini, ada seekor kerbau gaib yang berkubang. Posisinya sebagai penjaga pintu utama perkampungan adat ini. Atas dasar ini, ritual adat biasanya dimulai dari gerbang utama tersebut.
Selain
itu, Kampung Adat Tuaninu juga memiliki Rumah Adat Laku Leik. Rumah adat ini
punya koleksi telur buaya putih. Dari cerita yang berkembang, telur ini bisa
berubah menjadi tentara. Ada juga pedang pusaka yang bisa dihunus akan
mengeluarkan bunyi layaknya lonceng. Untuk melihat benda ini, para pengunjung
harus mengikuti aturan adat yang berlaku. Mereka memakai kain tenun asli kapas.
Ada juga Rumah Adat Kapitan Ronda, tempat menyimpan kunci kapal dan pakaian
kerja nakhoda. Belum lagi koleksi benda berupa timbangan.
Malaka juga memiliki dusun tradisional Maibiku
di Malaka Timur. Dusun ini sangat unik karena pernah menjadi pusat pemerintahan
Kerajaan Loro Dirma. Bagunannya juga masih otentik. Di sini jadi spot pembuat
tenun ikat. Ada juga sanggar Tari Likurai, Tebe, dan Bidu.
BETUNKU, BETUNMU, BETUN KITA SEMUA
(Sajak
Jalan Setapak Akar Rumput)
Betun-Malaka
Sebuah kota impian yang penuh dengan segala
keindahan
Kota yang selalu dipenuhi segala kehidupan orang-orang beriman
Walaupun banyak yang tidak beriman tapi mereka hidup secara berdampingan..
Dengan damai dan aman...
kota
yang bersiul di malam hari itu
mengingatkanku
pada rimba kenangan
tanah
leluhur yang memikul gemuruh peradaban
bayang-bayang
rindu yang biru
menggenapkan
makna perjalananku;
sepi
yang panjang!
sementara
beribu catatan purba
tentang
riak budaya, pijar belantara
dan
misteri manusia
seperti
terbuka sendirian
menantang
wajah sejarah yang merah padam
o,
siapakah yang terjaga
dalam
barisan kata-kata yang bertulang itu
cakrawala
tak mengirimkan isyarat kepadaku
walau
kota senantiasa bersiul malam hari
mengalunkan
kesetiaan tak bosan-bosan
entah
mengapa aku tak juga dapat mengerti
kapan
suara itu tiba atau berangkat
dari
pintu pendengaran?
Ku tahu...
Angin
yang sejak tadi menggodaku
Isyaratkan
kedamaian
Ku
tahu...
Air
yang sejak tadi menari-nari
Isyaratkan
kesegaran
Ku
tahu...
Daun-daun
itu bergoyang
Isyaratkan
manja
Ku
tahu...
Rasaku
kini kan abadi
Jika
ingatkan sesuatu
Dan
ku tahu
Gunung
besar itu berseru
“inilah
aku”
Rintik
hujan yang tersenyum menari-nari
Dingin
yang selalu menusuk
Senyum
renyah dari sesosok tua itu
Berjalan
menuju tanah harapan
Ku
tegak berdiri
Saat
mata terbelalak
Teringat
lama tak kutemui
Rasaku
itu
Mentari
yang kulihat
Seperti
selalu mengawasiku
Tapi
kutersentak
Di
mana aku waktu itu
Kala
semua kurasa
Ternyata
saat itu selalu kurindu, masih
Rasa
yang tak kutemui
Jika
saja aku harus jauh
Lama
dan lama
Tapi
rasaku di tanah itu berbeda
Benar-benar
kurindu
Kotaku...
Betun...
Kau itu seperti matahari yang bersinar karena berisikan orang-orang yang
beriman
Kau itu seperti mesin pencetak
karena selalu mecetak para cendikiawan muda ..
Kau itu akan selalu dikenang jika terus menghasilkan orang-orang yang
bermanfaat dan berguna bagi bangsa ini
Disanalah aku banyak mengambil pelajaran
Dari kehidupan para pemimpin serta
Karena itu aku jadi tahu bahwa kita harus mempersiapkan
Untuk menuju alam akhirat..
Andai aku bisa lebih lama hidup
Aku ingin memberikan apa yang harus aku berikan
Karena ia sudah banyak memberikan
Walau aku belum bisa membanggakan
Kau tak akan pernah terlupakan
Karena selalu memberikan kenangan
Yang membuat kita susah untuk melupakan
Terimakasih betunku betunmu betun kita semua, rai Malaka itak hotu
Kota
Betun,
hujan
masih mengguyur kotaku...
suara
gemuruh dan sambaran petir menjadi hiasan langit kotaku
kabut
dan kabut dimana mana
menjadi
penghalang bola pandang
yahh
beginilah kotaku..
di
dataran rendah dipenuhi hamparan sawah irigasi
aktif
menebarkan pesona keindahan
indah
asri dan nyaman berada di tempat sini
dingin
bagai es di kala musim hujan
embun
pagi terasa seperti salju kutup utara
sejuk
sesejuk benua antartika
cukup
sebagai pendingin otak yang mendidih dibalik kesibukan pekerjaan
inilah
kotaku...
kota
penyejuk jiwa
penenang
hati
kota
wisata
Kota
dengan budaya sabete seladinya
Hakneter malu haktaek malu
Inpirasi Jalan Setapak Harekakae, 06 Januari 2020
Mzaq Chanell (Penimba Inspirasi Jalan Setapak)