Nenek Minah, namamu disebut. Komjen Sigit Tegaskan Kasus Nenek Minah Tak Boleh Terulang

Nenek Minah, namamu disebut. Komjen Sigit Tegaskan Kasus Nenek Minah Tak Boleh Terulang


Mbok Minah, nenek lanjut usia yang pernah divonis 1 bulan penjara dan 3 bulan percobaan lantaran dituduh mencuri 3 butir kakao di perkebunan, di Darmakradenan, Banyumas. 



Komjen Sigit Tegaskan Kasus Nenek Minah Tak Boleh Terulang

Jakarta - Komisi III DPR RI menggelar fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon Kapolri tunggal, Komjen Listyo Sigit Prabowo. Sigit mengatakan, dalam kepemimpinannya ke depan, tak boleh lagi ada kasus seperti Nenek Minah.

Awalnya Komjen Sigit mengatakan selama ini Polri menerima sejumlah masukan, kritik, dan harapan tentang mewujudkan rasa keadilan. Dia menegaskan akan melakukan perbaikan, salah satunya terkait penegakan hukum yang tidak tebang pilih.

"Sebagai contoh ke depan tidak boleh lagi ada hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Tidak boleh lagi ada kasus Nenek Minah yang mencuri kakao kemudian diproses hukum karena hanya untuk mewujudkan kepastian hukum," kata Komjen Listyo, di DPR yang disiarkan langsung, Rabu (20/1/2021).

Lihat Juga: Tahun 2021 Dinilai Jadi Pertaruhan MK Sebagai Pengawal Konstitusi

Dalam kasus tersebut, Nenek Minah (55) diganjar 1 bulan 15 hari penjara gegara memetik 3 buah kakao di perkebunan milik PT Rumpun Sari Antan (RSA). Dalam persidangan majelis hakim terlihat ragu menjatuhkan hukuman. Bahan sang ketua majelis hakim Muslih Bamban Luqmono SH terlihat menangis saat membacakan vonis.

Akhirnya dalam kasus itu, Nenek Minah divonis hakim 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan. Keluarga pun menyambut gembira vonis itu.

Kembali ke Komjen Sigit, dia juga menyinggung soal anak yang mempolisikan ibu kandungnya. Dia memastikan kasus tersebut tak boleh terulang.

"Hal-hal seperti ini tentunya ke depan tidak boleh lagi ataupun tentunya kasus-kasus lain yang mengusik rasa keadilan masyarakat," jelas dia.

"Betul penegakan hukum harus dilakukan secara tegas namun humanis. Di saat ini masyarakat memerlukan penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan bagi masyarakat bukan penegakan hukum dalam rangka untuk kepastian hukum. Maka dari itu dalam kepemimpinan saya nantinya akan menjadi fokus utama yang akan diperbaiki sehingga mampu mengubah wajah Polri menjadi Polri yang memenuhi harapan masyarakat, Polri yang memenuhi harapan rakyat dengan berorientasi dengan kepentingan masyarakat, berbasis pada hukum yang berkeadilan dan menghormati hak asasi manusia, serta mengawal proses demokrasi," imbuh Komjen Sigit.

 Lihat Juga:

Momen Haru, Tabur Bunga Keluarga Korban Sriwijaya Air SJ 182 di Lautan lepas (Kepulauan Seribu)

Jangan Sebarkan Kabar Hoaks di tengah Bencana

Sekolah dan Balada Corona (Sajak Jalan Setapak), Fenomena Pendidikan di masa pandemi Covid 19


Nenek Minah Namamu Disebut




NENEK Minah ialah narasi rupa buruk penegakan hukum di negeri ini. Meski demikian, namanya kini disebut sebagai ikhtiar membuka jalan baru menuju hukum humanis.

Namanya disebut bukan oleh sembarang orang dan bukan di sembarang tempat. Namanya disebut calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo di tempat terhormat, yaitu ruang sidang Komisi III DPR.

“Tidak boleh lagi ada kasus Nenek Minah yang mencuri kakao, kemudian diproses hukum hanya untuk mewujudkan kepastian hukum,” kata Listyo saat uji kelayakan dan kepatutan pada 20 Januari.

Nenek Minah divonis 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan oleh Pengadilan Negeri Purwokerto pada 19 November 2009. Ia terbukti melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian.

 Kasus itu bermula ketika Nenek Minah memetik 3 buah kakao milik sebuah perusahaan pada 2 Agustus 2009. Kakao dipetik untuk disemai sebagai bibit di tanah garapannya. Perbuatannya diketahui mandor perusahaan. Nenek Minah pun meminta maaf dan menyerahkan kakao yang dipetiknya kepada mandor itu.

Buntut petik 3 buah kakao senilai Rp30 ribu itu menjadi panjang. Polisi memproses Nenek Minah sebagai pencuri sampai akhirnya duduk sebagai terdakwa, kemudian divonis bersalah.

Kisah Nenek Minah menggegerkan Tanah Air. Langsung atau tidak langsung, kisah itu menginisiasi lahirnya Surat Edaran Kapolri Nomor SE/8/VII/2018 tentang Penerapan Keadilan Restoratif. Maksudnya, mengutamakan pemulihan kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana dan pelibatan partisipatif dari korban, pelaku, dan masyarakat yang terlibat dalam proses pemulihan tersebut.

Surat edaran itu tertanggal 27 Juli 2018. Disebutkan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana merupakan pintu masuk penegakan hukum melalui sistem peradilan pidana.

Karena itu, proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana merupakan kunci utama penentuan dapat-tidaknya suatu perkara pidana dilanjutkan ke proses penuntutan dan peradilan pidana demi mewujudkan tujuan hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan hukum.

Andai kepolisian konsisten menerapkan keadilan restoratif, tidak akan ada lagi kasus seperti Nenek Minah di negeri ini. Fakta bicara lain, kepastian hukum selalu meniadakan keadilan hukum.

Sedikitnya ada dua kasus seperti Nenek Minah terjadi pada 2020. Pertama, Pengadilan Negeri Simalungun menjatuhkan vonis 2 bulan 4 hari (total 64 hari) penjara kepada Samirin, 68, pada 15 Januari 2020. Ia terbukti memungut sisa getah pohon karet dengan berat 1,9 kilogram seharga Rp17 ribu. Setelah divonis, Samirin langsung bebas karena ia sempat ditahan selama 63 hari.

Kedua, kasus yang dialami RMS, 31, seorang ibu di Riau. Ia mencuri tandan buah sawit milik sebuah perusahaan negara senilai Rp75 ribu pada 30 Mei 2020.

Kepada polisi, RMS mengaku terpaksa mencuri tandan buah sawit untuk membeli beras sebab beras untuk makan tiga anaknya yang masih kecil sudah habis.

Meski polisi berusaha melakukan mediasi agar kasus itu diselesaikan secara kekeluargaan, pihak perusahaan tetap berkukuh ingin menghukum RMS. Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian memvonis RMS pidana penjara selama 7 hari karena terbukti melanggar Pasal 364 KUHP tentang tindak pidana pencurian ringan.

Konsistensi sangat dibutuhkan. Kerbau dipegang talinya, manusia dipegang katanya. Komjen Listyo sudah disetujui DPR untuk menjadi Kapolri. Kini tinggal menunggu dilantik oleh Presiden Joko Widodo. Rakyat menunggu realisasi janjinya.

Listyo harus bisa memastikan bahwa janji-janjinya saat uji kelayakan dan kepatutan, terutama terkait keadilan restoratif, dipatuhi hingga jajaran paling bawah. Jangan sampai kasus-kasus ringan berujung di pengadilan yang hanya mementingkan kepastian hukum, tapi menjauhkan hukum itu sendiri dari rasa keadilan masyarakat.

Penerapan keadilan restoratif sudah lama digagas Satjipto Rahardjo dengan hukum progresifnya. Penegakan hukum progresif adalah menjalankan hukum tidak sekadar menurut kata-kata hitam-putih dari peraturan, tapi juga berdasarkan semangat dan makna lebih mendalam dari undang-undang atau hukum.

Komjen Listyo sudah membuka jalan baru menuju penegakan hukum yang humanis. Hukum yang tidak tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Andai masih lolos dari kepolisian, jaksa penuntut bisa menggunakan hati nurani dengan memperhatikan rasa keadilan di masyarakat. Di hilirnya ada hakim yang memberikan vonis seturut rasa keadilan masyarakat.

Harus tegas dikatakan bahwa memaksakan pelaku tindak pidana ringan sampai ke pengadilan hanya membuat penuh penjara. Padahal, selama masa covid-19, sudah banyak tahanan yang dibebaskan lewat proses asimilasi. Nenek Minah, namamu disebut. Jangan ada lagi kisah Nenek Minah lainnya yang menebalkan rupa buruk hukum di negeri ini. Janji Komjen Listyo kita pegang.

  

Sumber: 

https://mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2050-nenek-minah-namamu-disebut

https://news.detik.com/berita/d-5341099/komjen-sigit-tegaskan-kasus-nenek-minah-tak-boleh-terulang

 

Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama