Ilustrasi Vtube |
Pemblokiran kedua aplikasi dilakukan dengan dua
alasan berbeda. Tiktok e Cash diblokir dengan alasan sebagai "transaksi
elektronik yang melanggar hukum".
Sementara VTube diblokir lantaran tidak memiliki
izin resmi. Sehingga, Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) Tongam L Tobing menyebut Vtube dilarang melakukan kegiatan
investasi atau perekrutan anggota sampai mendapat izin resmi dari OJK.
Pada akhir Januari lalu mengatakan Vtube masuk dalam
daftar investasi ilegal dan belum ada perubahan status. Kominfo juga menyebut
aplikasi Vtube ilegal sejak Juni 2020.
Persamaan kedua aplikasi ini adalah meminta pengguna
untuk merekrut anggota baru lewat kode referal dengan imbalan komisi. Pada
TiktokeCash, perekrutan anggota baru bakal dapat komisi Rp75 ribu. Sementara
Vtube menawarkan poin tambahan untuk anggota baru yang berhasil direkrut.
Namun, untuk berbagai hal, kedua aplikasi ini
memiliki sejumlah perbedaan. Berikut sejumlah perbedaan Vtube dan TiktokeCash.
Ilustrasi TikTok Cash. Foto: Bianda Ludwianto/kumparan |
1. Biaya keanggotaan
TiktokeCash menerapkan bayaran untuk menjadi
anggota. Keanggotaan memiliki tingkatan, makin tinggi "jabatan" maka
biaya yang disetorkan makin tinggi.
Sementara Vtube tidak menerapkan biaya keanggotaan.
Tapi, jika pengguna mau naik tingkat agar dapat keuntungan lebih banyak,
diwajibkan membayar.
2. Cara kerja Tiktok e Cash
Setelah membayar biaya keanggitaan TiktokeCash
meminta pengguna untuk menonton video TikTok untuk mendapat keuntungan.
TikTok Cash dicurigai menerapkan skema ponzi.
Pasalnya, skema ini menyerupai piramida terbalik yang dianggap hanya
menguntungkan pihak-pihak yang ada di bagian atas piramida saja.
Sementara mereka yang ada di dasar piramida akan
menderita kerugian. Mereka tak lagi bisa mendapat keuntungan jika tak merekrut
pengguna baru. Sebab, uang yang didapat oleh orang yang lebih dulu bergabung,
berasal dari anggota yang baru.
Hal ini seperti dialami Viki, seorang wirausaha. Ia
mengaku rugi lantaran sudah membayar biaya keanggotaan Rp500 ribu ke
koordinator grup.
Dalam beberapa hari ia mengatakan kerap menonton
cuplikan videoTiktok di platform tersebut. Viki menjelaskan, setiap harinya ia
diminta untuk mengerjakan beberapa tugas harian dengan menonton dan like video
TikTok, lalu mengikuti akun tersebut.
"Nanti per hari dapet uang Rp22 ribu,"
kata Viki.
Namun setelah isu investasi bodong banyak
diberitakan berbagai media, situs tersebut tidak bisa di akses lagi.
"Nah pas banyak diberitain di media, di grup WA
langsung ada yang bilang. Tenang aja, dana kalian disimpan dengan aman walaupun
ada banyak pihak yang fitnah TikTok Cash," ujar Viki kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (16/2).
Lantas Viki mengatakan mulai melihat keanehan
setelah informasi tersebut dilayangkan di grup WhatsApp. Pasalnya, untuk
melindungi dana investasi, ia malah kembali diminta sejumlah biaya untuk
melindungi dana yang masuk ke TikTok Cash.
3. Cara kerja Vtube
Untuk, pengguna Vtube diminta untuk mengklik iklan,
like video, dan mengikuti saluran tertentu agar mendapat poin. Poin ini lantas
bisa dicairkan menjadi uang tunai. Mendapat uang dari menyaksikan iklan memang
kerap digunakan untuk mencari uang di dunia maya.
Setiap orang yang menonton iklan pada platform itu
akan mendapatkan poin yang disebut Vtube Poin (VP). Poin yang dikumpulkan dapat
dicairkan dalam bentuk uang oleh para penggunanya yang setara Rp.14.000 tiap 1
VP yang ditukarkan.
Tidak hanya lewat menonton iklan saja, cara kerja
Vtube untuk mendapatkan poin ialah dengan membagikan kode referral poin dan
grup poin kepada orang lain untuk bergabung.
Selain itu, pengguna juga ditawari membeli upgrade
level misi untuk mendapat keuntungan dan hasil yang relatif besar. Contohnya,
pengguna ditawarkan mengaktifkan level bintang 6 dengan 1 paket berbiaya 10 VP.
Satgas Waspada
Investasi Pastikan Vtube Ilegal
Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tongam
L Tobing menyebut aplikasi Vtube yang dikembangkan oleh PT Future View Tech
merupakan entitas investasi bodong alias
ilegal.
Artinya, mereka dilarang melakukan kegiatan
investasi atau perekrutan anggota sampai mendapatkan izin resmi dari Otoritas
Jasa Keuangan (OJK).
"Mereka masih dalam daftar investasi ilegal,
belum ada perubahan status," ungkapnya kepada CNNIndonesia.com Kamis
(28/1).
Vtube sebenarnya telah masuk dalam
daftar entitas yang dihentikan SWI sejak Juni 2020. Mereka juga
telah diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
Dalam keterangannya, SWI menyatakan bahwa Vtube
merupakan investasi uang tanpa izin yang menawarkan keuntungan
Rp200 ribu-Rp70 juta hanya dengan mengklik iklan.
Meski demikian, pada daftar investasi bodong terbaru
OJK yang dirilis September 2020 nama Vtube tak kembali masuk dalam daftar
tersebut.
Menurut Tongam, hal itu lantaran pihaknya hanya
melakukan satu kali pendataan atas sebuah perusahaan yang masuk daftar
investasi ilegal. Sehingga meskipun kini Vtube tak ada dalam daftar, mereka
tetap entitas bodong sampai melakukan normalisasi ke SWI.
Di samping itu, izin dari Kementerian Kominfo berupa
Tanda Daftar Penyelenggaraan Sistem Elektronik Vtube dengan Nomor:
02376/DJAI.PSE/03/2020 juga sudah dihapus.
Direktur Jendral Aplikasi Telematika (Aptika)
Kementerian Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan hingga saat ini belum
ada pemberitahuan bahwa Vtech telah mengurus perizinan ke OJK.
Sehingga, Kementerian Kominfo masih memblokir situs
perusahaan itu yang beralamatkan fvtech.id.
"Kami kerja sama dengan OJK kalau ada situs yang
harus diblokir lagi. Mereka harus izin di OJK dan terdaftar di Kominfo. Kalau
dia sudah comply dengan aturan yang ada baru mereka bisa beroperasi,"
tegasnya.