Hartono bersaudara menjadi orang terkaya di Indonesia selama bertahun-tahun dengan nilai kekayaan mencapai Rp566,005 triliun. (CNNIndonesia/Basith Subastian). |
Berkat perjuangan dan
kegigihan, usaha dan bisnis mereka bisa sukses besar. Bahkan, dalam
beberapa tahun belakangan ini, duo bersaudara itu menjadi orang terkaya
se-Indonesia.
Forbes mencatat, di tengah tekana ekonomi akibat penyebaran virus corona, kekayaan mereka masih bisa mencapai US$38,8 miliar pada 2020 lalu. Kalau dirupiahkan, nilai kekayaan itu mencapai Rp566,005 triliun (Kurs Rp14.587 per dolar AS).
Nilai kekayaan itu masih naik jika dibandingkan dengan 2019 yang US$37,4 miliar. Dikutip dari berbagai sumber, kekayaan tersebut didapat Hartono bersaudara lewat jalan berliku. Semua berawal pada 1951, ketika ayah mereka, Oei Wie Gwan membeli perusahaan rokok sekarat bernama NV Murup.
Olehnya, perusahaan
rokok pemilik merek Djarum Gramofon itu 'diobati'. Merek produk yang
awalnya bernama Djarum Gramofon dipangkas menjadi tinggal
Djarum saja.
Upaya itu membuahkan
hasil. Produk yang dihasilkan perusahaan dan pabrik terus berkembang. Hingga
akhirnya pada 1962, perusahaan yang awalnya hanya mempekerjakan 10 orang itu
berhasil menambah kapasitas produksi hingga 329 juta batang per tahun.
Namun sayang, di tengah
kegemilangan kinerja itu, musibah datang. Pada 1963, pabrik rokok
Djarum terbakar. Yang tersisa hanya pabrik di kawasan Kliwon, Kudus, Jawa
Tengah.
Musibah berlanjut. Oei
Wie Gwan meninggal tak lama setelah pabriknya kebakaran.
Bangun lagi
Tak ingin larut dan
meratapi keterpurukan, Michael Bambang Hartono dan Robert Budi
Hartono bangkit. Mereka menghidupkan kembali usaha yang telah
dijalankan ayah mereka.
Mereka
membangkitkan Djarum dengan melakukan berbagai pembenahan manajemen
dan peralatan produksi. Mesin pengolahan tembakau dengan teknologi baru
didatangkan dari Inggris dan Jerman Barat.
Upaya itu memberikan
hasil gemilang. Pada periode 1965 sampai dengan 1968, produksi rokok yang
terjual berhasil tembus 3 miliar batang; sebuah pencapaian yang fantastis.
Kesuksesan itu tak
lantas membuat mereka berpuas diri. Pada 1973, mereka mulai melebarkan
pangsa pasar Djarum hingga ke mancanegara, Amerika Serikat, Arab Saudi,
Jepang dan lain sebagainya.
Di Indonesia, produksi
Djarum mencapai 48 miliar batang per tahun atau 20 persen dari total
produksi nasional
Tak hanya berhenti di rokok, pada 1975, mereka juga melebarkan sayap bisnis ke beberapa industri. Salah satunya, industri elektronik dengan mendirikan PT Indonesian Electronic & Engineering yang kemudian pada 18 September 1976 berubah nama menjadi PT Hartono Istana Electronic lalu merger dan menjadi PT Hartono Istana Teknologi.
Perusahaan ini menghasilkan berbagai macam perlengkapan elektronik dengan merek Polytron. Diversifikasi usaha juga mereka lakukan ke sektor perbankan.
Krisis keuangan yang
terjadi di periode 1997-1998 membuka pintu kesuksesan mereka di sektor
ini. Saat itu, mereka memutuskan untuk mengambil
BCA, dari keluarga Salim yang sudah kehilangan kontrol atas bank
itu akibat krisis ekonomi.
Lewat proses
panjang, Hartono bersaudara melalui konsorsium FarIndo Investments
(Mauritius) Ltd dan Farallon Capital Management LLC berhasil menjadi
pemegang suara mayoritas perusahaan dengan mengempit 51,15 persen
saham BCA.
Lihat Juga:
Filosofi Semut Dalam Dunia Kerja
Perjuangan Ayah Mencari Nafkah, Jualan Sayur di Bawah Tol dari Pagi Sampai Sore
Pertanian: Tanah Sebagai Sumber dan Sarana Kehidupan
Bank inilah yang memberikan pundi-bundi besar bagi pendapatan Hartono bersaudara. Sebagian besar pendapatan mereka berasal dari lini ini.
Sampai dengan akhir 2020, aset BCA tembus Rp1.000 triliun.
Tak hanya itu, Hartono
bersaudara juga terjun ke bisnis properti dan perhotelan dengan mengelola
sejumlah kawasan perkantoran dan hotel mewah yang tersebar di beberapa tempat,
antara lain, Grand Indonesia, Hotel Kempinski, Menara BCA dan
lainnya.
Pada 2008, mereka juga
melebarkan sayap bisnisnya ke sektor perkebunan dengan
mendirikan Hartono Plantation Indonesia.
Grup Djarum juga
melebarkan sayap mereka ke sektor e-commerce. Mereka memiliki PT Global Digital
Prima Venture yang menaungi blibli.com, kaskus.co.id, Mindtalk, LintasME,
Crazymarket, DailySocial.net.
Untuk mendukung lini
bisnis di blibli.com ini, Grup Djarum menganggarkan dana US$1 juta per tahun.
Makan di Warung
Meskipun menjadi orang
terkaya di nusantara, namun Hartono tetap hidup
sederhana. Kesederhanaan terungkap saat seorang netizen dengan
akun @ayudh69 berhasil mengambil fotonya saat sedang makan di sebuah
warung sederhana di Semarang pada 2019 lalu layaknya orang biasa.
"Yang sok kaya
mentingin gengsi, yang kaya beneran mah lebih mentingin rasa," katanya
seperti dikutip dari akun tersebut.
Kesederhanaan lain juga
bisa dilihat dari olah raga yang digemari. Untuk Michael Bambang
Hartono misalnya, ia cukup menggemari permainan bridge.
Permainan itu pertama
kali dikenalkan oleh pamannya pada masa pendudukan Jepang. Dalam sebuah
wawancara dia mengatakan bridge mengajarkan seseorang cara melatih diri,
termasuk dalam mengambil keputusan dan mengambil risiko.
Kegemaran ini pernah
membawanya mengharumkan nama Indonesia di sejumlah pertandingan dunia.
Salah satunya, pertandingan bridge dunia 2008 di Beijing dengan menyabet medali
perunggu.
Medali sama juga ia
berikan ke Indonesia saat mewakili Indonesia dalam kejuaraan bridge di Asian
Games 2018.
Kesederhanaan sama juga
ditunjukkan oleh Robert. Dalam hal olah raga, yang ia gemari adalah
bulutangkis. Bermula dari sekadar hobi, ia kemudian mendirikan PB Djarum pada tahun
1969.
PB Djarum ini
kemudian menelurkan sejumlah pemain bulu tangkis besar seperti Liem Swie
King, Alan Budikusuma, dan Haryanto Arbi.
Referensi artikel: