Foto: kompas.com |
Melansir Kompas.com, Martina mengaku lahir dari
keluarga yang berlatar belakang Islam, dan ayahnya, Sumarto, selama puluhan
tahun bekerja sebagai sopir keuskupan Malang yang ada di Banyuwangi.
Karena kedekatan itulah, maka ayahnya menyekolahkan
Martina di sekolah katolik tersebut sejak kecil hingga SMA.
"Ayah menjadi sopir keuskupan lebih dari 25
tahun. Jadi sekalian sekolahnya. Ayah saya Islam, ibu saya Islam, semua
keluarga besar juga Islam. Dan, ini tidak menjadi masalah bagi kami. Ayah
banyak mengajarkan tentang toleransi dan beliau adalah orang yang sangat taat
sekali beribadah. Sekarang sudah pensiun," kata Martina.
Lulus SMA tahun 2011, Martina kemudian melanjutkan
kuliah di Universitas Jember Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.
Semua biaya kuliah ditanggung secara pribadi oleh
Romo Tiburtius Catur Wibawa, kepala SMA Katolik Hikmah Mandala.
Saat semester tiga, Martina kemudian memutuskan
menggunakan hijab, dan pada tahun 2015 saat menyelesaikan skripsi, Martina
diminta untuk membantu mengajar di SMA Katolik Hikmah Mandala.
"Saat itu saya bilang Romo Catur saya
menggunakan jilbab. Lalu romo bilang ya nggak apa-apa. Ngajar saja, yang
penting jilbabnya rapi. Dan, saya akhirnya pulang kembali ke almamater saya
untuk mengajar dan wisuda tahun 2016," jelasnya.
Walaupun mengajar dengan mengenakan hijab di sekolah
Katolik, Martina mengaku tidak pernah mendapatkan diskriminasi, bahkan dia juga
bebas beribadah.
"Ada ruang pribadi yang diizinkan untuk saya
shalat," jelasnya.
Diskriminasi malah dirasakan Martina saat duduk di
bangku kuliah karena beberapa rekannya menjaga jarak saat tahu dia lulusan
sekolah katolik dan tidak menggunakan jilbab. Bahkan sebagian besar rekannya di
kampus mengira Martina tidak beragam Islam.
"Ketika kuliah saya malah merasa menjadi
minoritas di rekan-rekan saya yang beragama Islam hanya karena saya tidak
berhijab. Sempat sedih," jelasnya.
Masih dalam artikel yang dimuat kompas.com, Romo
Tiburtius Catur Wibawa menjelaskan bahwa sejak dirinya menjadi kepala sekolah
SMA tersebut sejak tahun 2006, sudah ada belasan orang yang telah ia kuliahkan.
"Saya kuliahkan mereka yang memiliki keinginan
kuat untuk melanjutkan pendidikan dan secera ekonomi menengah ke bawah. Dan,
saya tidak mengikat mereka. Bebas setelah lulus mau ke mana saja. Dari sembilan
yang sudah lulus semuanya mengajar tidak hanya di sini, ada juga yang di
Malang. Salah satunya ya Bu Martina," kata Romo Catur.
Ia mengaku, walaupun sekolah katolik, siswa dan guru
serta pegawai sekolah berasal dari latar belakang agama yang berbeda. ada yang
Kristen, Hindu dan Islam.
Untuk diketahui, Yayasan Karmel Keuskupan Malang
yang sudah ada sejak 1926 adalah lembaga sosial dan pendidikan yang terpanggil
untuk mencerdaskan anak bangsa demi tata kehidupan bersama yang berbudaya berdasarkan
kasih dan peduli kepada yang miskin. (kompas.com)