Kisah Inspirasi Guru Muslim yang Kuliahnya Dibiayai Romo Katolik di Banyuwangi

Kisah Inspirasi Guru Muslim yang Kuliahnya Dibiayai Romo Katolik di Banyuwangi

Foto: kompas.com


Setapak rai numbei ---  Martina Puspita (28), seorang guru berhijab yang mengajar di SMA Katolik Hikmah Mandala Banyuwangi memiliki sebuah cerita menarik dalam hidupnya.

 

Melansir Kompas.com, Martina mengaku lahir dari keluarga yang berlatar belakang Islam, dan ayahnya, Sumarto, selama puluhan tahun bekerja sebagai sopir keuskupan Malang yang ada di Banyuwangi. 

 

Karena kedekatan itulah, maka ayahnya menyekolahkan Martina di sekolah katolik tersebut sejak kecil hingga SMA. 

 

"Ayah menjadi sopir keuskupan lebih dari 25 tahun. Jadi sekalian sekolahnya. Ayah saya Islam, ibu saya Islam, semua keluarga besar juga Islam. Dan, ini tidak menjadi masalah bagi kami. Ayah banyak mengajarkan tentang toleransi dan beliau adalah orang yang sangat taat sekali beribadah. Sekarang sudah pensiun," kata Martina.

 

Lulus SMA tahun 2011, Martina kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Jember Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia. 

 

Semua biaya kuliah ditanggung secara pribadi oleh Romo Tiburtius Catur Wibawa, kepala SMA Katolik Hikmah Mandala. 

 

Saat semester tiga, Martina kemudian memutuskan menggunakan hijab, dan pada tahun 2015 saat menyelesaikan skripsi, Martina diminta untuk membantu mengajar di SMA Katolik Hikmah Mandala.

 

"Saat itu saya bilang Romo Catur saya menggunakan jilbab. Lalu romo bilang ya nggak apa-apa. Ngajar saja, yang penting jilbabnya rapi. Dan, saya akhirnya pulang kembali ke almamater saya untuk mengajar dan wisuda tahun 2016," jelasnya. 

 

Walaupun mengajar dengan mengenakan hijab di sekolah Katolik, Martina mengaku tidak pernah mendapatkan diskriminasi, bahkan dia juga bebas beribadah. 

 

"Ada ruang pribadi yang diizinkan untuk saya shalat," jelasnya. 

 

Diskriminasi malah dirasakan Martina saat duduk di bangku kuliah karena beberapa rekannya menjaga jarak saat tahu dia lulusan sekolah katolik dan tidak menggunakan jilbab. Bahkan sebagian besar rekannya di kampus mengira Martina tidak beragam Islam. 

 

"Ketika kuliah saya malah merasa menjadi minoritas di rekan-rekan saya yang beragama Islam hanya karena saya tidak berhijab. Sempat sedih," jelasnya.

 

Masih dalam artikel yang dimuat kompas.com, Romo Tiburtius Catur Wibawa menjelaskan bahwa sejak dirinya menjadi kepala sekolah SMA tersebut sejak tahun 2006, sudah ada belasan orang yang telah ia kuliahkan.

 

"Saya kuliahkan mereka yang memiliki keinginan kuat untuk melanjutkan pendidikan dan secera ekonomi menengah ke bawah. Dan, saya tidak mengikat mereka. Bebas setelah lulus mau ke mana saja. Dari sembilan yang sudah lulus semuanya mengajar tidak hanya di sini, ada juga yang di Malang. Salah satunya ya Bu Martina," kata Romo Catur. 

 

Ia mengaku, walaupun sekolah katolik, siswa dan guru serta pegawai sekolah berasal dari latar belakang agama yang berbeda. ada yang Kristen, Hindu dan Islam. 

 

Untuk diketahui, Yayasan Karmel Keuskupan Malang yang sudah ada sejak 1926 adalah lembaga sosial dan pendidikan yang terpanggil untuk mencerdaskan anak bangsa demi tata kehidupan bersama yang berbudaya berdasarkan kasih dan peduli kepada yang miskin. (kompas.com)

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama