Franciscus Xaverius, pastor dari Spanyol pelopor penyebaran Katolik di Indonesia, mengunjungi Kesultanan Ternate tahun 1579. |
Motif utama VOC adalah perdagangan. Mereka tidak
terlalu bergairah untuk menjalankan misi Kekristenan kecuali untuk tujuan
profit. Hal ini berbeda dengan Portugis yang memang mengusung misi gospel.
Sejarah mencatat masuknya kekristenan ke Indonesia
dimulai pada abad ke-16 dengan penyebaran agama Katolik oleh Portugis. Belanda
kemudian membawa agama Protestan pada awal abad ke-17.
Guna memahami lebih jauh tentang sejarah masuknya agama Kristen di
Indonesia, simak penjelasan lengkapnya berikut ini:
Portugis dan
Misi Penyebaran Kristen Katolik di Nusantara
Mengutip jurnal Portugis dan Misi Kristenisasi di
Ternate oleh Usman Nomay (204), Kristen mulai memasuki wilayah Nusantara
setelah Portugis berhasil merebut Malaka, pusat perdagangan di Asia Tenggara.
Dari Malaka, mereka berlayar ke wilayah penghasil rempah-rempah yaitu Maluku.
Saat tiba di Maluku mereka disambut dengan baik oleh
Sultan Ternate, bahkan diberi kesempatan untuk membangun benteng. Orang-orang
Portugis mengusung misi Jesuit, yaitu kapanpun dan dimana pun, pengabaran Injil
adalah sebuah pesan suci yang perlu dilaksanakan.
Oleh sebab itu mereka mulai melaksanakan berbagai
macam metode untuk mengajak orang-orang Ternate yang beragama Islam atau yang
masih menganut dinamisme dan animisme untuk mengimani Kristen Katolik. Laki-laki Portugis
mengawini budak-budak dan perempuan pribumi, kemudian menjadikan mereka
penganut Katolik.
Melalui politik devide et impera dan kerjasama
dengan penguasa lokal dalam bidang perdagangan, Portugis mulai melakukan misi
Jesuitnya. Kepada orang awam, Portugis memberikan pengetahuan bahwa agama
Kristen memberi kedamaian dan keselamatan.
Monumen Fransiskus Xaverius di Ambon (sumber) |
Seorang misionaris, Franciscus Xaverius bahkan
berhasil membaptis beribu-ribu orang. Selain Maluku, misi Katolik juga menyebar
ke daerah-daerah lain seperti Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Timur, sebelum
Portugis diusir dari Kepulauan Nusantara pada 1575.
Masuknya Agama
Kristen Protestan di Indonesia
Mengutip jurnal Misi Kristen di Indonesia: Kesaksian
Kristen Protestan oleh Benyamin F. Intan (2015), mulanya dalam kontrak antara
VOC dan Belanda tidak terdapat pasal tentang kekristenan. Namun pada 1623 VOC
juga diharuskan menyebarkan misi Kristen.
Karena motif utama VOC adalah perdagangan, maka
dukungan terhadap penyebaran misi Protestan dilakukan selama hal tersebut
mendatangkan keuntungan.
Setelah kekuatan Portugis di Nusantara hancur,
pejabat VOC beranggapan pengkonversian agama penduduk dari Katolik ke Protestan
sangat penting agar loyalitas mereka berpindah dari Portugis ke Belanda.
Oleh sebab itu selama kurun waktu 1602-1800, VOC
mengirimkan 254 pendeta dan 800 konselor Kristen. Mereka memang berhasil
mengkristenkan banyak orang, namun karena VOC berorientasi pada keuntungan
politik dan ekonomi, banyak ditemukan warga yang identitasnya saja Kristen,
namun pada praktiknya tidak sesuai dengan apa yang diajarkan. Orientasi pada
jumlah ini malah menghasilkan sinkretisme.
Mengutip Kolonialisme dan Misi Kristen di Jawa karya
Muhammad Isa Anshory (2011), dibandingkan VOC, pemerintah Hindia Belanda
memberikan lebih banyak perhatian terhadap perkembangan Kristen di wilayah
koloninya. Pemerintah bahkan memberikan gaji kepada para pendeta yang berkarya
di Hindia Belanda.
Namun untuk menjaga ketertiban dan keamanan,
beberapa daerah yang berpenduduk mayoritas Muslim dinyatakan tertutup bagi
kegiatan misi. Misionaris yang akan menyebarkan agama harus mengantongi izin
terlebih dahulu dari pemerintah.
Di era politik etis, persebaran Kristen semakin
meluas. Para misionaris dengan bantuan subsidi pemerintah mendirikan
sekolah-sekolah, rumah sakit dan balai-balai kesehatan.