Selayang Pandang Ajaran Moral Katolik Tentang Aborsi. Mengapa Aborsi Itu Dosa?

Selayang Pandang Ajaran Moral Katolik Tentang Aborsi. Mengapa Aborsi Itu Dosa?

Ilustrasi Aborsi



Setapak rai numbei - - -  ABORSI adalah tindakan menggugurkan kandungan dengan sengaja. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering membaca atau mendengar berita bahwa orang dengan gampang melakukan aborsi tanpa rasa takut atau rasa bersalah. Ada banyak alasan untuk melakukan aborsi, misalnya hamil di luar nikah, korban pergaulan bebas, pasangan suami-istri yang belum ingin mempunyai anak, malu karena kehamilan akibat perselingkuhan, sampai pada alasan medis misalnya karena penyakit, dan sebagainya. Apa pun alasannya, aborsi tetap dinilai tidakbaik dan merupakan tindakan kejahatan bahkan pembunuhan. Dalam Gereja Katolik, tindakan aborsi dikategorikan dalam dosa berat, karena orang yang melakukan itu melenyapkan nyawa manusia.

Gereja Katolik memandang bahwa aborsi bertentangan dengan rencana dan kehendak Allah, maka orang yang melakukannya pun bisa dikatakan melawan Allah dalam tata keselamatan dunia. Allah sendiri yang memproklamirkan agar manusia beranak cucu (Kejadian 1:28). Pria dan wanita bersatu dan menghasilkan satu daging yang merupakan hukum ilahi, yaitu buah kandungan di dalam rahim wanita. Allah menghendaki supaya ada kehidupan baru, gererasi baru sebagai penerus karya keselamatan-Nya.


Pandangan Kitab Suci tentang Kehidupan dalam Kandungan

Dalam Kitab Suci, Allah mengenal dan punya rencana yang indah bagi manusia seja ia masih dalam kandungan. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa Allah sendiri sudah mengakui adanya kehidupan dalam kandungan. Sedikitnya ada 3 (tiga) kutipan Kitab Suci yang dapat dijadikan rujukan.

1.      Dalam kisah panggilan nabi Yeremia, Allah berkata kepadanya: "Sebelum Aku mengenal engkau dari dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau. Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa" (Yeremia 1:4-5).

2.      Alkitab juga mengatakan bahwa  Yohanes Pembaptis pun penuh dengan Roh Kudus sejak ia berada di dalam kandungan ibunya. Zakharia, ayahnya didatangi oleh malaikan Allah untuk menyampaikan kabar bahwa Elisabet, istrinya, akan melahirkan seorang anak laki-laki dan bahkan memberitahukan nama yang harus diberikan kepada bayi itu. Malaikat memberitahukan kepada Zakaria bahwa banyak orang yang akan bersukacita atas kelahirannya, sebab anak itu akan besar di hadapan Allah (lih. Lukas 1:11-17).

3.      Hal yang serupa dengan Yohane Pembaptis, Yesus Kristus pun sudah diberkati oleh Allah sejak dari dalam kandungan ibu-Nya. Malaikat Gabriel menyampaikan kabar kepada Maria, bibu Yesy behwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan harus menamainya 'Yesus'. Ia akan menjadi besar dan disebut Anak Allah yang maha tinggi (Lukas 1:31-33).

Nah, dari kutipan-kutipan Kitab Suci di atas, kita mengetahui bahwa Allah sungguh menghargai kehidupan sejak di dalam kandungan. Allah mengenal dan mengasihi mereka dari dalam rahim ibunya. Andaikata dalam kutipan di atas, ibu Yeremia menggugurkan kandungannya, maka Yeremia tidak akan menjadi nabi. Demikian juga dengan Yohanes Pembaptis. Allah telah memiliki rencana khusus bagi dirinya sejak masih di dalam kandungan. Setelah ia lahir, ia pun menjadi orang ternama dan banyak orang terberkati olehnya. Hal itu juga terjadi pada Yesus. Bahkan Yesus dikandung oleh gadis perawan yang belum bersuami. Tentu saja Maria, ibu Yesus, pada saat itu  mengalami pergulatan bati yang sangat serius. Bukan tidak mungkin bila janin akan digugurkan. Tetapi di tengah pergulatan batinnya itu, Maria memilih untuk berpasrah kepada Tuhan, "terjadilah padaku menurut kehendak-Mu". Yesus pun menjadi orang yang berkenan di hadapan Allah. Banyak orang selamat olehnya. Maka, dapat kita simpulkan bahwa anak di dalam kandungan setiap wanita telah diberkati oleh Allah. 


Pandangan Gereja Katolik Tentang Aborsi

Gereja Katolik dengan tegas menolak aborsi. Gereja selalu membela kehidupan anak di dalam kandungan. Melalui Konsili Vatikan II, Gereja menyebut aborsi sebagai tindak kejahatan yang durhaka. Aborsi sama dengan pembunuhan anak. Konsili Vatikan II mengatakan: "Sebab Allah, Tuhan kehidupan telah mempercayakan kehidupan mulia untuk melestarikan hidup manusia, supaya dijalankan dengan cara yang layak baginya. Maka kehidupan sejak pembuahan harus dilindungi dnegan sangat cermat" (Gaudium et Spes, art. 51).

Oleh karena itu, Gereja mengutuk dan menghukum setiap orang yang melakukan aborsi, karena mereka menggugurkan kandungan dengan sadar dan sengaja, yang berarti juga membunuh janin yang tidak bersalah. Gereja memberikan hukuman eks-komunikasi kepada pelaku aborsi, sebagaimana diuraikan dalam Kitab Hukum Kanonik: "Barang siapa melakukan pengguguran kandungan dan berhasil, terkena eks-komunikasi" (KHK, kanon 1398).


Kapan kehidupan manusia terbentuk?

Gereja Katolik ‘pro- life‘ karena Tuhan mengajarkan kepada kita untuk menghargai kehidupan, yang diperoleh manusia sejak masa konsepsi (pembuahan) antara sel sperma dan sel telur. Kehidupan manusia terbentuk pada saat konsepsi, karena bahkan dalam ilmu pengetahuan-pun diketahui, “Sebuah zygote adalah sebuah keseluruhan manusia yang unik.” ((Landrum B. Shettles, M.D. and David Rorvik, “Human Life Begins at Conception,” in Rites of Life (Grand Rapids, MI: Zondervan, 1983) cited in Abortion: Opposing Viewpoints (St. Paul, MN: Greenhaven Press, 1986), p.16)) Pada saat konsepsi inilah sebuah kesatuan sel manusia yang baru terbentuk, yang lain jika dibandingkan dengan sel telur ibunya, ataupun sel sperma ayahnya. Pada saat konsepsi ini, terbentuk sel baru yang terdiri dari 46 kromosom (seperti halnya  sel manusia dewasa) dengan kemampuan untuk mengganti bagi dirinya sendiri sel-sel yang mati. ((Lihat Bob Larson, Larson’s Book of Family Issues (Wheaton, IL: Tyndale House, 1986), p. 297)) Analisa science menyimpulkan bahwa fertilisasi bukan suatu “proses” tetapi sebuah kejadian yang mengambil waktu kurang dari satu detik. Selanjutnya, dalam 24 jam pertama, persatuan sel telur dan sperma bertindak sebagai sebuah organisme manusia, dan bukan sebagai sel manusia semata-mata. Selengkapnya, untuk melihat pandangan para scientists tentang kapan hidup manusia dimulai, silakan membaca di link ini, silakan klik.

Masalahnya, orang-orang yang “pro-choice” tidak menganggap bahwa yang ada di dalam kandungan itu adalah manusia, atau setidaknya mereka menghindari kenyataan tersebut dengan berbagai alasan. Padahal science sangat jelas mengatakan terbentuknya sosok manusia adalah pada saat konsepsi (pembuahan sel telur oleh sel sperma). Pada saat itulah Tuhan ‘menghembuskan’ jiwa kepada manusia baru ciptaan-Nya, yang kelak bertumbuh dalam rahim ibunya, dapat lahir dan berkembang sebagai manusia dewasa. Adalah suatu ironi untuk membayangkan bahwa kita manusia berasal dari ‘fetus’ yang bukan manusia. Logika sendiri sesungguhnya mengatakan, bahwa apa yang akan bertumbuh menjadi manusia layak disebut sebagai manusia.

 

Efek-efek negatif dari aborsi

Tidak mengherankan, karena aborsi adalah perbuatan yang menentang hukum alam dan hukum Tuhan, maka tindakan ini membawa akibat- akibat negatif, terutama kepada ibu dan ayah bayi, maupun juga kepada para pelaku aborsi dan masyarakat umum, terutama generasi muda, yang tidak lagi melihat kesakralan makna perkawinan.

Ibu yang mengandung bayi, terutama menanggung akibat negatif, baik bagi fisik maupun psikologis, yaitu kemungkinan komplikasi fisik, resiko infeksi, perdarahan, atau bahkan kematian. Selanjutnya, penelitian dalam Journal of the National Cancer Institute di Amerika juga menunjukkan wanita yang melakukan aborsi meningkatkan resiko 50% terkena kanker payudara. Sebab aborsi membuat terputusnya proses perkembangan natural payudara, sehingga jutaan selnya kemudian mempunyai resiko tinggi mengalami keganasan. Selanjutnyapun kehamilan berikutnya mempunyai peningkatan resiko gagal 45%, atau komplikasi lainnya seperti prematur, steril, kerusakan cervix. Selanjutnya tentang hal ini dapat anda lihat di link ini, silakan klik.

Di atas semua itu adalah tekanan kejiwaan yang biasanya dialami oleh wanita- wanita yang mengalami aborsi. Tekanan kejiwaan ini membuat mereka depresi, mengalami kesedihan yang berkepanjangan, menjadi pemarah, dikejar perasaan bersalah, membenci diri sendiri, bahkan sampai mempunyai kecenderungan bunuh diri. Menurut studi yang diadakan oleh David Reardon yang memimpin the Elliot Institute for Social Sciences Research di Springfield Illinois (di negara Obama menjadi senator): 98% wanita yang melakukan aborsi menyesali tindakannya, 28% wanita sesudah melakukan aborsi mencoba bunuh diri, 20% wanita post-aborsi mengalami nervous breakdown, 10% dirawat oleh psikiatris.

Ini belum menghitung adanya akibat negatif dalam masyarakat, terutama generasi muda. Legalisasi aborsi semakin memerosotkan moral generasi muda, yang dapat mempunyai kecenderungan untuk mengagungkan kesenangan seksual, ataupun memikirkan kepentingan diri sendiri, tanpa memperhitungkan tanggung jawab. Suatu mentalitas yang sangat bertentangan dengan ajaran Kristiani.


Bagi yang telah melakukan aborsi

Paus Yohanes Paulus II dengan kebapakan mengatakan bahwa Gereja menyadari bahwa terdapat banyak faktor yang menyebabkan seorang wanita melakukan aborsi. Gereja mengajak para wanita yang telah melakukan aborsi untuk menghadapi segala yang telah terjadi dengan jujur. Perbuatan aborsi tetap merupakan perbuatan yang sangat salah dan dosa, namun juga janganlah berputus asa dan kehilangan harapan. Datanglah kepada Tuhan dalam pertobatan yang sungguh dalam Sakramen Pengakuan Dosa. Percayakanlah kepada Allah Bapa jiwa anak yang telah diaborsi, dan mulai sekarang junjunglah kehidupan, entah dengan komitmen mengasuh anak-anak yang lain, atau bahkan menjadi promotor bagi banyak orang agar mempunyai pandangan yang baru dalam melihat makna kehidupan manusia. ((Lihat Evangelium Vitae 99)). Anjuran ini juga berlaku bagi para dokter, petugas medis atau siapapun yang pernah terlibat dalam tindakan aborsi, entah dengan menganjurkannya ataupun dengan melakukan/ membantu proses aborsi itu sendiri. Semoga semakin banyak orang dapat melihat kejahatan aborsi, sehingga tidak lagi mau melakukannya.


Kesimpulan

Pengajaran Alkitab dan Gereja Katolik menyatakan, “Kehidupan manusia adalah sakral karena sejak dari awalnya melibatkan tindakan penciptaan Allah” ((Evangelium Vitae 53)). Kehidupan, seperti halnya kematian adalah sesuatu yang menjadi hak Allah ((lihat Evangelium Vitae, 39, lihat Ayub 12:10)), dan manusia tidak berkuasa untuk ‘mempermainkannya’. Perbuatan aborsi menentang hukum alam dan hukum Allah, maka tak heran, perbuatan ini mengakibatkan hal yang sangat negatif kepada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Aborsi adalah tindakan pembunuhan manusia, walaupun ada sebagian orang yang menutup mata terhadap kenyataan ini. Gereja Katolik tidak pernah urung dalam menyatakan sikapnya yang “pro-life“/ mendukung kehidupan, sebab, Gereja menghormati Allah Pencipta yang memberikan kehidupan itu. Tindakan melindungi kehidupan ini merupakan bukti nyata dari iman kita kepada Kristus, yang adalah Sang Hidup (Yoh 14:6) dan pemberi hidup itu sendiri.

Mari, di tengah-tengah budaya yang menyerukan “kematian”/ culture of death, kita sebagai umat Katolik dengan berani menyuarakan “kehidupan”/ culture of life. Mari kita melihat di dalam setiap anak yang lahir, di dalam setiap orang yang hidup maupun yang meninggal, gambaran kemuliaan Tuhan Pencipta yang telah menciptakan manusia sesuai dengan gambaran-Nya. Dengan demikian, kita dapat menghormati setiap orang, dan memperlakukan setiap manusia sebagaimana mestinya demi kasih dan hormat kita kepada Tuhan yang menciptakannya.

Mari bersama kita mewartakan Injil Kehidupan, yang menyatakan kepenuhan kebenaran tentang manusia dan tentang kehidupan manusia. Semoga kita dapat memiliki hati nurani yang jernih, sehingga kita dapat mendengar seruan Tuhan untuk memperhatikan dan mengasihi sesama kita yang terkecil, yakni mereka yang sedang terbentuk di dalam rahim para ibu. Sebab Yesus bersabda, “Apa yang kau lakukan terhadap saudaramu yang paling kecil ini, engkau lakukan untuk Aku…” (lih. Mat 25:45).

 

Semoga tulisan ini dapat mencerahkan kita semua. Amin. 


Referensi:

Daniel Boli Kotan dan P. Leo Sugiyono, Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas XI (Balitbang Kemendikbud: jakarta, 2014).

Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi (Kanisius: Yogyakarta).

Tim Penulis Agama Katolik, Pendidikan Agama Katolik: Mewujudkan Kerajaan Allah Jilid 2 (Bina Media Perintis: Medan, 2016).

 


Suara Numbei

Setapak Rai Numbei adalah sebuah situs online yang berisi berita, artikel dan opini. Menciptakan perusahaan media massa yang profesional dan terpercaya untuk membangun masyarakat yang lebih cerdas dan bijaksana dalam memahami dan menyikapi segala bentuk informasi dan perkembangan teknologi.

Posting Komentar

Silahkan berkomentar hindari isu SARA

Lebih baru Lebih lama