Ilustrasi Aborsi |
Gereja Katolik
memandang bahwa aborsi bertentangan dengan rencana dan kehendak Allah, maka
orang yang melakukannya pun bisa dikatakan melawan Allah dalam tata keselamatan
dunia. Allah sendiri yang memproklamirkan agar manusia beranak cucu (Kejadian
1:28). Pria dan wanita bersatu dan menghasilkan satu daging yang merupakan
hukum ilahi, yaitu buah kandungan di dalam rahim wanita. Allah menghendaki
supaya ada kehidupan baru, gererasi baru sebagai penerus karya keselamatan-Nya.
Pandangan Kitab Suci tentang Kehidupan dalam
Kandungan
Dalam Kitab Suci, Allah
mengenal dan punya rencana yang indah bagi manusia seja ia masih dalam
kandungan. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa Allah sendiri sudah mengakui
adanya kehidupan dalam kandungan. Sedikitnya ada 3 (tiga) kutipan Kitab Suci
yang dapat dijadikan rujukan.
1.
Dalam kisah
panggilan nabi Yeremia, Allah berkata kepadanya: "Sebelum Aku mengenal
engkau dari dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau
keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau. Aku telah menetapkan
engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa" (Yeremia 1:4-5).
2.
Alkitab juga
mengatakan bahwa Yohanes Pembaptis pun penuh dengan Roh Kudus sejak ia
berada di dalam kandungan ibunya. Zakharia, ayahnya didatangi oleh malaikan
Allah untuk menyampaikan kabar bahwa Elisabet, istrinya, akan melahirkan
seorang anak laki-laki dan bahkan memberitahukan nama yang harus diberikan
kepada bayi itu. Malaikat memberitahukan kepada Zakaria bahwa banyak orang yang
akan bersukacita atas kelahirannya, sebab anak itu akan besar di hadapan Allah
(lih. Lukas 1:11-17).
3. Hal yang serupa dengan Yohane Pembaptis, Yesus
Kristus pun sudah diberkati oleh Allah sejak dari dalam kandungan ibu-Nya.
Malaikat Gabriel menyampaikan kabar kepada Maria, bibu Yesy behwa ia akan
mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki dan harus menamainya 'Yesus'.
Ia akan menjadi besar dan disebut Anak Allah yang maha tinggi (Lukas 1:31-33).
Nah, dari kutipan-kutipan
Kitab Suci di atas, kita mengetahui bahwa Allah sungguh menghargai kehidupan
sejak di dalam kandungan. Allah mengenal dan mengasihi mereka dari dalam rahim
ibunya. Andaikata dalam kutipan di atas, ibu Yeremia menggugurkan kandungannya,
maka Yeremia tidak akan menjadi nabi. Demikian juga dengan Yohanes Pembaptis.
Allah telah memiliki rencana khusus bagi dirinya sejak masih di dalam
kandungan. Setelah ia lahir, ia pun menjadi orang ternama dan banyak orang
terberkati olehnya. Hal itu juga terjadi pada Yesus. Bahkan Yesus dikandung
oleh gadis perawan yang belum bersuami. Tentu saja Maria, ibu Yesus, pada saat
itu mengalami pergulatan bati yang sangat serius. Bukan tidak mungkin
bila janin akan digugurkan. Tetapi di tengah pergulatan batinnya itu, Maria
memilih untuk berpasrah kepada Tuhan, "terjadilah padaku menurut
kehendak-Mu". Yesus pun menjadi orang yang berkenan di hadapan Allah.
Banyak orang selamat olehnya. Maka, dapat kita simpulkan bahwa anak di dalam
kandungan setiap wanita telah diberkati oleh Allah.
Pandangan Gereja Katolik Tentang Aborsi
Gereja Katolik dengan
tegas menolak aborsi. Gereja selalu membela kehidupan anak di dalam kandungan.
Melalui Konsili Vatikan II, Gereja menyebut aborsi sebagai tindak
kejahatan yang durhaka. Aborsi sama dengan pembunuhan anak. Konsili Vatikan II
mengatakan: "Sebab Allah, Tuhan kehidupan telah mempercayakan kehidupan
mulia untuk melestarikan hidup manusia, supaya dijalankan dengan cara yang
layak baginya. Maka kehidupan sejak pembuahan harus dilindungi dnegan sangat
cermat" (Gaudium et Spes, art. 51).
Oleh karena itu, Gereja
mengutuk dan menghukum setiap orang yang melakukan aborsi, karena mereka
menggugurkan kandungan dengan sadar dan sengaja, yang berarti juga membunuh
janin yang tidak bersalah. Gereja memberikan hukuman eks-komunikasi kepada
pelaku aborsi, sebagaimana diuraikan dalam Kitab Hukum Kanonik: "Barang
siapa melakukan pengguguran kandungan dan berhasil, terkena
eks-komunikasi" (KHK, kanon 1398).
Kapan kehidupan manusia terbentuk?
Gereja Katolik ‘pro- life‘ karena Tuhan mengajarkan
kepada kita untuk menghargai kehidupan, yang diperoleh manusia sejak masa
konsepsi (pembuahan) antara sel sperma dan sel telur. Kehidupan manusia
terbentuk pada saat konsepsi, karena bahkan dalam ilmu pengetahuan-pun
diketahui, “Sebuah zygote adalah sebuah keseluruhan manusia yang
unik.” ((Landrum B. Shettles, M.D. and David Rorvik, “Human Life Begins at Conception,” in Rites of Life (Grand
Rapids, MI: Zondervan, 1983) cited in Abortion: Opposing Viewpoints (St.
Paul, MN: Greenhaven Press, 1986), p.16)) Pada saat konsepsi inilah sebuah
kesatuan sel manusia yang baru terbentuk, yang lain jika dibandingkan dengan
sel telur ibunya, ataupun sel sperma ayahnya. Pada saat konsepsi ini, terbentuk
sel baru yang terdiri dari 46 kromosom (seperti halnya sel manusia
dewasa) dengan kemampuan untuk mengganti bagi dirinya sendiri sel-sel yang
mati. ((Lihat Bob Larson, Larson’s Book of Family Issues (Wheaton,
IL: Tyndale House, 1986), p. 297)) Analisa science menyimpulkan bahwa
fertilisasi bukan suatu “proses” tetapi sebuah kejadian yang mengambil waktu
kurang dari satu detik. Selanjutnya, dalam 24 jam pertama, persatuan sel telur
dan sperma bertindak sebagai sebuah organisme manusia, dan bukan sebagai sel
manusia semata-mata. Selengkapnya, untuk melihat pandangan para scientists
tentang kapan hidup manusia dimulai, silakan membaca di link ini, silakan
klik.
Masalahnya, orang-orang
yang “pro-choice” tidak menganggap
bahwa yang ada di dalam kandungan itu adalah manusia, atau setidaknya mereka
menghindari kenyataan tersebut dengan berbagai alasan. Padahal science sangat
jelas mengatakan terbentuknya sosok manusia adalah pada saat konsepsi
(pembuahan sel telur oleh sel sperma). Pada saat itulah Tuhan ‘menghembuskan’
jiwa kepada manusia baru ciptaan-Nya, yang kelak bertumbuh dalam rahim ibunya,
dapat lahir dan berkembang sebagai manusia dewasa. Adalah suatu ironi untuk
membayangkan bahwa kita manusia berasal dari ‘fetus’ yang bukan manusia. Logika
sendiri sesungguhnya mengatakan, bahwa apa yang akan bertumbuh menjadi manusia
layak disebut sebagai manusia.
Efek-efek negatif dari aborsi
Tidak mengherankan,
karena aborsi adalah perbuatan yang menentang hukum alam dan hukum Tuhan, maka
tindakan ini membawa akibat- akibat negatif, terutama kepada ibu dan ayah bayi,
maupun juga kepada para pelaku aborsi dan masyarakat umum, terutama generasi
muda, yang tidak lagi melihat kesakralan makna perkawinan.
Ibu yang mengandung
bayi, terutama menanggung akibat negatif, baik bagi fisik maupun psikologis,
yaitu kemungkinan komplikasi fisik, resiko infeksi, perdarahan, atau bahkan
kematian. Selanjutnya, penelitian dalam Journal of the National Cancer
Institute di Amerika juga menunjukkan wanita yang melakukan aborsi
meningkatkan resiko 50% terkena kanker payudara. Sebab aborsi membuat
terputusnya proses perkembangan natural payudara, sehingga jutaan selnya
kemudian mempunyai resiko tinggi mengalami keganasan. Selanjutnyapun kehamilan
berikutnya mempunyai peningkatan resiko gagal 45%, atau komplikasi lainnya
seperti prematur, steril, kerusakan cervix. Selanjutnya tentang hal ini dapat
anda lihat di link ini, silakan
klik.
Di atas semua itu
adalah tekanan kejiwaan yang biasanya dialami oleh wanita- wanita yang
mengalami aborsi. Tekanan kejiwaan ini membuat mereka depresi, mengalami
kesedihan yang berkepanjangan, menjadi pemarah, dikejar perasaan bersalah,
membenci diri sendiri, bahkan sampai mempunyai kecenderungan bunuh diri.
Menurut studi yang diadakan oleh David Reardon yang memimpin the Elliot
Institute for Social Sciences Research di Springfield Illinois (di negara Obama
menjadi senator): 98% wanita yang melakukan aborsi menyesali tindakannya, 28%
wanita sesudah melakukan aborsi mencoba bunuh diri, 20% wanita post-aborsi
mengalami nervous breakdown, 10% dirawat oleh psikiatris.
Ini belum menghitung
adanya akibat negatif dalam masyarakat, terutama generasi muda. Legalisasi
aborsi semakin memerosotkan moral generasi muda, yang dapat mempunyai
kecenderungan untuk mengagungkan kesenangan seksual, ataupun memikirkan
kepentingan diri sendiri, tanpa memperhitungkan tanggung jawab. Suatu
mentalitas yang sangat bertentangan dengan ajaran Kristiani.
Bagi yang telah melakukan aborsi
Paus Yohanes Paulus II
dengan kebapakan mengatakan bahwa Gereja menyadari bahwa terdapat banyak faktor
yang menyebabkan seorang wanita melakukan aborsi. Gereja mengajak para wanita
yang telah melakukan aborsi untuk menghadapi segala yang telah terjadi dengan
jujur. Perbuatan aborsi tetap merupakan perbuatan yang sangat salah dan dosa,
namun juga janganlah berputus asa dan kehilangan harapan. Datanglah kepada
Tuhan dalam pertobatan yang sungguh dalam Sakramen Pengakuan Dosa.
Percayakanlah kepada Allah Bapa jiwa anak yang telah diaborsi, dan mulai
sekarang junjunglah kehidupan, entah dengan komitmen mengasuh anak-anak yang
lain, atau bahkan menjadi promotor bagi banyak orang agar mempunyai pandangan
yang baru dalam melihat makna kehidupan manusia. ((Lihat Evangelium
Vitae 99)). Anjuran ini juga berlaku bagi para dokter, petugas medis atau
siapapun yang pernah terlibat dalam tindakan aborsi, entah dengan
menganjurkannya ataupun dengan melakukan/ membantu proses aborsi itu sendiri.
Semoga semakin banyak orang dapat melihat kejahatan aborsi, sehingga tidak lagi
mau melakukannya.
Kesimpulan
Pengajaran Alkitab dan
Gereja Katolik menyatakan, “Kehidupan manusia adalah sakral karena sejak dari
awalnya melibatkan tindakan penciptaan Allah” ((Evangelium Vitae 53)).
Kehidupan, seperti halnya kematian adalah sesuatu yang menjadi hak Allah
((lihat Evangelium Vitae, 39, lihat Ayub 12:10)), dan manusia tidak
berkuasa untuk ‘mempermainkannya’. Perbuatan aborsi menentang hukum alam dan
hukum Allah, maka tak heran, perbuatan ini mengakibatkan hal yang sangat
negatif kepada orang-orang yang terlibat di dalamnya. Aborsi adalah tindakan
pembunuhan manusia, walaupun ada sebagian orang yang menutup mata terhadap
kenyataan ini. Gereja Katolik tidak pernah urung dalam menyatakan sikapnya yang
“pro-life“/ mendukung kehidupan, sebab, Gereja menghormati Allah Pencipta yang
memberikan kehidupan itu. Tindakan melindungi kehidupan ini merupakan bukti
nyata dari iman kita kepada Kristus, yang adalah Sang Hidup (Yoh 14:6) dan
pemberi hidup itu sendiri.
Mari, di tengah-tengah
budaya yang menyerukan “kematian”/ culture of death, kita sebagai umat
Katolik dengan berani menyuarakan “kehidupan”/ culture of life. Mari kita
melihat di dalam setiap anak yang lahir, di dalam setiap orang yang hidup
maupun yang meninggal, gambaran kemuliaan Tuhan Pencipta yang telah menciptakan
manusia sesuai dengan gambaran-Nya. Dengan demikian, kita dapat menghormati
setiap orang, dan memperlakukan setiap manusia sebagaimana mestinya demi kasih
dan hormat kita kepada Tuhan yang menciptakannya.
Mari bersama kita
mewartakan Injil Kehidupan, yang menyatakan kepenuhan kebenaran tentang manusia
dan tentang kehidupan manusia. Semoga kita dapat memiliki hati nurani yang
jernih, sehingga kita dapat mendengar seruan Tuhan untuk memperhatikan dan
mengasihi sesama kita yang terkecil, yakni mereka yang sedang terbentuk di
dalam rahim para ibu. Sebab Yesus bersabda, “Apa yang kau lakukan terhadap
saudaramu yang paling kecil ini, engkau lakukan untuk Aku…” (lih. Mat 25:45).
Semoga
tulisan ini dapat mencerahkan kita semua. Amin.
Referensi:
Daniel Boli Kotan dan
P. Leo Sugiyono, Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti Kelas
XI (Balitbang Kemendikbud: jakarta, 2014).
Konferensi Waligereja
Indonesia, Iman Katolik: Buku Informasi dan Referensi (Kanisius:
Yogyakarta).
Tim Penulis Agama
Katolik, Pendidikan Agama Katolik: Mewujudkan Kerajaan Allah Jilid 2 (Bina
Media Perintis: Medan, 2016).