Konflik terbaru antara
dua pihak tersebut terjadi dipicu oleh tindakan semena-mena Pemerintah Israel
pada 27 Ramadan ketika tentara zionis Israel secara bengis membubarkan ibadah
salat Tarawih di Masjid Al-Aqsa, salah satu tempat suci umat Islam.
Tindakan tentara Israel
ini terkait aksi solidaritas yang dilakukan warga Palestina atas penolakan
penggusuran di Sheikh Jarrah Yerusalem Timur, yang diklaim oleh pemukim Yahudi.
Hari-hari setelahnya
kekerasan militer Israel semakin menjadi-jadi. Dalam berbagai tayangan video di
media sosial terlihat bagaimana barisan muslim yang tengah salat diiringi
rentetan suara tembakan dan ledakan.
Dilansir
CNNIndonesia.Com hingga Jumat (14/05/21) korban tewas dari pihak Palestina
akibat serang pasukan Israel di Gaza sudah mencapai 104 orang termasuk 28
anak-anak. Jumlah itu belum termasuk korban luka-luka yang berjumlah 580 orang.
Di sisi Israel,
setidaknya enam warga Israel dan satu warga India tewas. Tentara Israel
mengklaim ratusan roket telah ditembakkan dari Gaza ke berbagai lokasi di
Israel. Mereka pun telah menambahkan bala bantuan di dekat tanah timur.
Konflik berdarah saat
ini merupakan konflik terburuk sejak tahun 2014 lalu. Pertikaian di tanah Palestina antara
komunitas Arab dan Yahudi ini memang telah terjadi sangat panjang dan terus
berulang, seolah tak bisa diurai seperti benang kusut.
Gejolak terus terjadi,
setiap periode terus memuat kisah peperangan. Bahkan ketika dunia relatif dalam
suasana damai seperti saat ini, perang masih saja berkecamuk di Palestina.
Kedua negara berkonflik
tak hanya sebatas perebutan tanah semata pada tahun 1948. Lebih jauh konflik
antara keduanya dalam sejarah Islam bisa ditarik hingga ribuan tahun
silam.
Salah satu faktor utama
yang menjadi sumber konflik yang tak bisa diabaikan adalah faktor teologis.
Bangsa Yahudi mengklaim
tanah tersebut merupakan tanah yang dijanjikan atau promised land. Sebagai
bangsa pilihan mereka adalah satu-satunya yang sah menduduki Palestina.
Meskipun demikian, di
luar faktor teologis menurut sejumlah sumber referensi yang saya gali untuk
menulis artikel ini, sumber konflik bisa ditarik hingga 1 abad lalu.
Saat itu pada Perang
Dunia I, Inggris berhasil menaklukan Kesultanan Ustmaniyah yang memiliki
wilayah kekuasaan di sebagian Timur Tengah termasuk di dalamnya kawasan yang
kini dikenal sebagai Palestina.
Saat itu wilayah
tersebut diduduki oleh mayoritas bangsa Arab dan minoritas Yahudi.
Nah, kemudian seiring
berdirinya Uni Federasi Bangsa Yahudi yang dinisiasi oleh Presiden Amerika
Serikat saat itu, Wodrow Wilson. Inggris ditugaskan untuk mendirikan
"rumah nasional" bagi bangsa Yahudi yang saat itu menyebar di Eropa
dan Amerika Serikat.
Bangsa Yahudi kemudian
memilih wilayah Palestina yang saat itu baru dikuasai oleh Inggris lantaran
mereka beranggapan bahwa tanah tersebut adalah tanah leluhur mereka.
Di lain pihak bangsa
Arab yang saat itu menjadi mayoritas warga di Palestina, pun memiliki keyakinan
yang sama tanah Palestina adalah wilayah milik leluhur mereka juga.
Karena itulah,
ketegangan antara kedua bangsa itu mulai terjadi, tetapi lantaran Inggris
memiliki kekuasaan di wilayah tersebut mereka leluasa memfasilitasi warga
Yahudi untuk datang ke wilayah tersebut, alhasil jumlah warga Yahudi kian
bertambah di wilayah Palestina.
Penambahan warga Yahudi
secara masif dan bergelombang terjadi pada masa 1920 hingga 1940, meningkat
drastis saat Eropa mulai dikuasai oleh Hitler, persekusi terhadap mereka terus
meningkat di Eropa, puncaknya saat Holocaust terjadi di hampir seluruh negara
di Benua Biru itu.
Namun akibatnya
dalam saat bersamaan kondisi dikawasan Palestina mulai memburuk,
kekerasan antara Arab dan Yahudi bereskalasi. Aksi menentang pendudukan Inggris
mengeras akibatnya bentrok-bentrok sporadis terus terjadi.
Akhirnya karena konflik
mulai tak terkendali, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1947 turun
tangan dan memutuskan wilayah Palestina di bagi menjadi 2 wilayah, bagi bangsa
Yahudi dan bagi bangsa Arab Palestina.
Sementara wilayah
Jerusalem, ditetapkan tak dimiliki keduanya alias menjadi wilayah
internasional. Tetapi kita tahu belakangan bangsa Yahudi malah mengkalim
wilayah itu menjadi wilayah mereka, dan seperti kita tahu PBB tak bisa berbuat
apa-apa dengan tindakan mereka yang didukung AS ini.
Dari awal, bangsa Arab
Palestina sebenarnya menolak pengaturan pembagian wilayah yang dilakukan oleh
PBB, meskipun diterima dengan senang hati oleh bangsa Yahudi.
Akibatnya konflik mulai
meningkat sehingga pemguasa Inggris yang sebenarnya ditugasi oleh PBB untuk
menata wilayah ini, meninggalkan kawasan tersebut dalam suasana kacau.
Para pemuka Kaum Yahudi
kemudian pada tahun 1948 mendirikan negara yang kita kenal dengan Israel
tersebut.
Warga Arab Palestina menolak dan meradang dengan pendirian negara Israel ini hingga kemudian pecah perang. Mereka dibantu tentara dari negara-negara Arab yang bertetangga untuk melakukan penyerbuan.
Pasukan Israel dengan
persenjataan yang dibantu oleh negara-negara barat diantaranya Inggris dan AS,
berhasil membuat pasukan Arab dan Palestina kocar-kacir.
Akibatnya, tak kurang
dari 750.000 warga Arab Palestina melarikan diri atau dipaksa meninggalkan
rumah saat itu, peristiwa ini kemudian mereka sebut sebagai Al Nakba atau
"Malapetaka".
Menjelang akhir
pertempuran satu tahun kemudian pada tahun 1949 melalui gencatan senjata,
Israel sudah berhasil menguasai sebagian besar wilayah Palestina.
Sementara bangsa Arab
Yordania menduduki Tepi Barat atau West Bank dan Mesir menguasai Jalur Gaza. Bangsa
Arab Palestina sendiri lantas menjadi bangsa pengungsi menyebar ke hampir
seluruh negara Arab lainnya.
Sebagian besar dari
mereka berdiam di Tepi Barat dan Gaza serta Lebanon. Dari sanalah mereka
melakukan perlawanan atas pendudukan Israel hingga daerah konflik terjadi di
sekitar negara-negara Arab seperti Lebanon.
Kemudian perang besar
kembali terjadi antara Arab dan Israel pada tahun 1967 yang dikenal sebagai
"perang 6 hari."
Jadi konflik yang
terjadi meluas dan bukan melulu antara agama Islam dan agama Yahudi,meskipun
faktor teologis juga berkelindan di dalamnya, tapi antara bangsa Arab dan
bangsa Yahudi.
Sebagai tambahan
informasi, diantara bangsa Arab juga banyak diantaranya beragama Nasrani,
meskipun mayoritasnya memang beragama Islam.
Jadi sebenarnya setelah
saya membaca sekian banyak referensi yang dijadikan rujukan konflik antara
Israel dan Palestina ini lebih pada perkara kemanusian bukan perkara agama.
Israel sebagai
personifikasi bangsa Yahudi menjajah Palestina yang merupakan personifikasi
bangsa Arab. Mereka memperlakukan bangsa Arab secara diskriminatif, bangsa Arab
diperlakukan seperti warga kelas dua oleh mereka.
Makanya tak heran
konflik ini akan terus terjadi sepanjang Israel memperlakukan bangsa Arab
Palestina semena-mena.
Malangnya situasi ini
diimbuhi oleh ambiguitas sikap AS yang kerap secara irasional membela Israel,
padahal jika yang melakukan tindakan kekerasan militer bukan Israel, AS selalu
mempermasalahkannya.
Lantas sampai kapan
konflik yang diterjadi di Palestina antara Israel dan Bangsa Arab Palestina ini
akan berakhir?
Entah, yang jelas
konflik ini tak akan terselesaikan dalam waktu dekat. Perjanjian damai apa pun
di masa depan akan memerlukan kesepakatan kedua pihak untuk menuntaskan
masalah-masalah yang rumit.
Sampai ada
penyelesaian, maka konflik Palestina-Israel akan terus berlanjut.